BAGI para pembaca yang di luar suku Sunda mungkin tidak atau belum mengetahui, apa itu orok.
Baik, sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan, saya kasih tahu dulu, bahwa orok itu artinya bayi. Atau, anak manusia seumuran baru lahir hingga usia enam bulan.
Sekarang paham, kan? Orok itu artinya seorang bayi. Jadi, sesuai dengan judul tulisan. Orok lobster itu artinya bayi lobster. Lebih tepatnya disebut benih lobster.
Upsst. Tentunya saya di sini bukan untuk mengenalkan istilah atau khasanah bahasa sunda. Maaf.
Hanya saja, dalam beberapa waktu belakangan. Orok atau benih lobster menjadi salah satu bahan diskusi dan perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat, hingga menjadi materi berita yang cukup "seksi" bagi media massa nasional.
Pangkal masalahnya adalah adanya kebijakan baru berupa ekspor benih lobster. Kebijakan baru itu tentu saja datangnya dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo.
Dalam pandangan saya, ada dua hal yang menyebabkan kebijakan Edhy Prabowo tersebut menjadi topik cukup panas, dan menuai polemik.
Pertama, kebijakan ekspor benih lobster ini dinilai akan mengancam eksistensi habitat lobster untuk masa-masa yang akan datang. Bukan tidak mungkin, jika benih lobster terus-terusan diekspor, perlahan namun pasti akan habis pula.
Dan, ini sangat bertolak belakang dengan salah satu janji Gerindra, khususnya Prabowo Subianto saat Pilpres 2019.
Mantan Danjen Kopasus yang berpasangan dengan Sandiaga Uno, berjanji akan selalu melindungi sumber daya alam nusantara.
Nah, dalam pandangan saya, benih lobster ini adalah salah satu sumber daya alam yang berada di tanah air. Tapi kenapa sekarang, Gerindra dan Prabowo seakan lupa dengan janjinya dimaksud.
Benar, Prabowo memang tidak jadi presiden. Tapi, setidaknya saat dia bergabung dengan koalisi pemerintahan, harusnya tetap komit dengan apa yang diucapkannya waktu kampanye.
Kedua, image Susi Pudjiastuti sebagai Menteri KKP sebelumnya masih sangat melekat dalam ingatan masyarakat. Betapa tidak, wanita kelahiran Pangandaran, Jawa Barat ini sangat familiar, merakyat, pro nelayan nusantara dan tegas dalam menegakan aturan.
Maka, saat ada kebijakan Edhy Prabowo yang bertentangan dengan kebijakan Susi saat menjabat Menteri KKP. Kontan, publik pun langsung mengkait-kaitkannya dengan kebijakan Susi
Sebagaimana diketahui, zaman Menteri Susi, ekspor benih lobster adalah hal tabu. Sebab, selain akan mengancam habitat, juga hanya akan menguntungkan negara lain.Â
Harga jual negara penerima ekspor benih lobster dari Indonesia, contohnya Vietnam akan jauh lebih tinggi dibanding Indonesia sendiri.
Ekspor Benih Lobster Tetap Jalan
Sekuat apapun protes dan kekhawatiran masyarakat itu tak membuat keputusan Menteri KKP surut langkah ke belakang. Edhy kekeuh dengan kebijakannya.
Menurut Edhy, seperti banyak diberitakan media massa, dibukanya kembali keran eskpor benih lobster, untuk menanamkan semangat budi daya lobster lebih banyak lagi. Jika hal tersebut sukses dilakukan, maka akan sangat menguntungkan para nelayan tanah air.
Ya, apapun dalihnya, saya hanya berharap, kebijakan tersebut memang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh bangsa, negara dan masyarakat, pada umumnya.
Ekspor Benih Lobster Untungkan Gerindra?
Saat Edhy Prabowo tetap kekeuh dengan pendiriannya untuk mengekspor benih lobster, aroma tak sedap pun mulai mengarah pada dirinya dan Partai Gerindra.
Ekspor benih lobster tersebut mulai "mengobok-obok" tuannya. Dalam hal ini Edhy Prabowo, Prabowo Subianto dan Partai Gerindra.
Ada beberapa tudingan, bahwa kebijakan tersebut hanya menguntungkan Partai berlambang kepala burung Garuda, karena kebanyakan eksportir lobster yang mendapatkan izin berasal dari Partai Gerindra.
Salah satu yang terkena sasaran adalah PT Bima Sakti Mutiara. Perusahaan ini adalah milik adik kandungnya Menteri Pertahana (Menhan) Prabowo Subianto. Yaitu, Hasyim Djojohadikusumo.
PT Bima Sakti Mutiara dituding telah berkolusi sebagai perusahaan pengekspor benih lobster oleh Kementerian KKP.
Namun, dikutip dari Okezone.com, hal itu dibantah keras oleh Hasyim, dalam bincang santai dengan awak media di Jakarta, Jumat (17/7/2020).
"Tidak benar dan tidak ada itu KKN. Keluarga kami tidak seperi itu, jelasnya saya dan kakak saya (Prabowo Subianto) tidak ingin merusak nama baik keluarga kami," jelas Hasyim yang juga menjabat sebagai komisaris utama PT Bima Sakti Mutiara.
Ia pun geram apalagi kasus ini sampai ada yang menudingnya korupsi. Justru, sambung Hasyim selama ini perusahaannya banyak membantu pemerintah dalam berbagai kegiatan sosial kemanusiaan dan konservasi flora fauna
"Banyak aktivitas sosial perusahaannya yang selama ini luput dari perhatian masyarakat, justru mendapat penghargaan dari negara lain seperti Filipina dan Nepal," terangnya.
Benar tidaknya apa yang diakui Hasyim, tentu saja masih harus membutuhkan investigasi dan pendalaman lebih lanjut. Kendati begitu, kita berpikir positif saja.
Dan, saya sekali lagi berharap, apapun yang menjadi kebijakan pemerintah maupun Kementrian KKP, sebenar-benarnya bisa bermanfaat bagi masyarakat bawah.Â
Jangan hanya mereka yang berada di lingkaran atas saja, yang mendapatkan keuntungan dari adanya kebijakan ekspor benih lobster dimaksud.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H