DALAM beberapa waktu belakangan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mulai keteteran dengan hasil elektoralnya.
Ya, dalam dua hasil lembaga survei yang diselenggarakan oleh Indikator Politik Indonesia (IPI) dan Center for Political Communication Studies (CPCS). Elektabilitas mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, sama-sama mengalami penurunan.
Pada bulan Februari 2020, IPI mencatat, elektabilitas Anies berada di angka 12,1 persen. Namun, tiga bulan kemudian. Atau tepatnya berdasarkan hasil survei di medio bulan Mei, tahun yang sama, ektabilitasnya turun menjadi 10,4 persen.
Pun, dengan hasil yang dicatat oleh CPCS. Elektabilitas Anies, yang asalnya berada pada angka 13,8 persen, turun menjadi 10,6 persen.
Meski masih terlalu dini, tak sedikit pihak yang menyebut peluang Anies Baswedan untuk maju Pilpres 2204 cukup sulit.Â
Apalagi, calon-calon kandidat lainnya dari kalangan kepala daerah, malah menunjukan progres meningkat. Sebut saja, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Bahkan, posisi elektabilitas Anies Baswedan yang asalnya selalu betengger di peringkat dua, berdasarkan hasil kedua lembaga survei di atas, kini harus rela turun pangkat.
Menurut hasil survei IPI, posisi Anies Baswedan turun ke peringkat tiga, di bawah Prabowo dan Ganjar Pranowo.Â
Sedangkan, berdasarkan hasil survei CPCS, lebih parah lagi. Peringkat mantan Rektor Universitas Paramadhina, Jakarta ini menduduki posisi empat. Posisi pertama dan dua masih di duduki Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Sedangkan untuk peringkat tiga ada nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Lantas, apa yang menyebabkan turunnya elektabilitas Anies?
Jika ukurannya penanganan pandemi covid-19. Saya kira, ketiga kepala daerah tersebut menunjukan keseriusan tak jauh berbeda.Â
Mereka bertiga, benar-benar konsen untuk mematahkan penyebaran virus asal Wuhan, China ini, jangan sampai terus bergerak liar.
Hanya saja, hasilnya menunjukan progres berbeda. Hingga saat ini, DKI Jakarta memang masih termasuk kontributor terbanyak kasus positif virus corona di tanah air.
Selain itu, dibanding dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. DKI Jakarta masih terus menyisakan masalah dalam hal distribusi bantuan sosial (Bansos), bagi masyarakat terdampak.
Sebut saja, dobel data penerima dan salah sasaran. Sementara, janji yang disampaikan Anies, bahwa segala permasalah itu seolah tidak akan terjadi. Akan tetapi, faktanya menunjukan hasil berbeda.
Nah, karena gampang janji dan hasilnya tidak sinkron dengan realita ini, yang mungkin membuat kepercayaan masyarakat terhadapnya menurun. Dan, sebagai "sanksinya" adalah, elektabilitas Anies terus merosot.
Hal tersebut membuktikan, bahwa dalam hal penilaian elektabilitas, kepiawaian Anies dalam bersilat lidah atau memainkan narasi, sepertinya tidak mampu menolong.
Diprotes Karena Ingkar Janji
Bicara tentang "bersilat lidah". Jurus-jurus Anies boleh jadi sudah sangat unggul dibanding dengan para pimpinan daerah atau politisi lainnya.
Dengan "kesaktian" jurus-jurus "silat lidahnya" pula, pada Pilgub DKI Jakarta 2017, dia mampu "menundukan" warga DKI Jakarta untuk mendukungnya.Â
Terbukti, Anies yang berpasangan Sandiaga Uno, mampu mengalahkan petahana yang sebenarnya jauh lebih diunggulkan. Pasangan dimaksud adalah, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan Djarot Syaeful Hidayat.
Salah satu jurus "silat lidah" yang dikeluarkan Anies untuk mengalahkan pasangan petahana itu adalah dengan menjanjikan terhadap warga Jakarta, akan menolak tegas adanya reklamasi di Teluk Jakarta. Dengan dalih, reklamasi akan merugikan para nelayan dan lingkungan yang berada di sekitaran wilayah tersebut.
Begitu piawainya Anies dengan jurus "silat lidah" penolakan reklamasi, membuat warga Jakarta yang berasal dari daerah sekitar langsung menjadi relawan pendukung Anies dan pasangannya, Sandia Uno.
Pendek kata, Anies dan Sandiaga Uno pun memenangkan kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2017, dan melenggang mulus menuju Balai Kota.
Namun, tiga tahun kemudian, atau pada tahun 2020 ini, Anies melupakan janji kampanyenya itu.
Gubernur DKI Jakarta tersebut menerbitkan izin pengembangan kawasan rekreasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dengan total luas 155 hektare.
Dikutip dari CNNIndonesia, Izin reklamasi ancol terbit dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektare dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 120 hektare tertanggal 24 Februari 2020.
Tak pelak, keputusan Anies Baswedan ini begitu mengecewakan relawan pendukungnya, saat Pilgub 2017 lalu. Anies dianggap telah melanggar janji kampanye.
Mereka yang tergabung dalam Relawan Jaringan Warga (Jawara) memprotes langkah Anies dimaksud.
"Kami pada saat awal Pilkada DKI Jakarta memilih mendukung Anies Sandi daripada pasangan lain, kareba komitmen dan kegigihan Anies yang tetap menolak kegiatan reklamasi dalam bentuk apapun," tutur Koordiabtor Jawara, Sanny Irsan, (30/6). Media Indonesia.
Anies Kembali Keluarkan Jurusnya
Merasa protes atas keputusannya mengizinkan pelaksanaan perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol terus terjadi, Anies pun kembali berusaha mengeluarkan jurus-jurus "silat lidahnya".
Anies mengatakan, apa yang sedang dikerjakan di kawasan Ancol berbeda dengan reklamasi yang dilakukan oleh gubernur sebelumnya, yang menghasilkan banjir. Sedangkan, proyek reklamasi Ancol yang dikerjakan pada pemerintahannya dapat mengurangi banjir.
Namun, jurus "silat lidah" yang dikeluarkan Anies kali ini tak "sakti" lagi. Apa yang diungkapkannya kali ini hanya dianggap klise dan omong kosong semata.
"Sekarang gini mereklamasi untuk apa dulu? Dijelaskan dulu, mau ngapain? Jangan-jangan nanti cukong-cukong lagi yang berkuasa di situ, cukong-cukong lagi yang punya proyek di situ," kata Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI, Basri Baco kepada wartawan, Sabtu (11/7/2020). Detikcom.
Basri menilai tak ada korelasinya antara rencana reklamasi banjir dengan pencegahan banjir. Sebab, kata dia, pengerukan sungai dan waduk juga sebelumnya sudah dilakukan sebelum zaman Anies.
Akankah Anies mengeluarkan kembali jurus-jurus "silat lidahnya" saat "pembelaannya" tak lagi dianggap? Atau, masih ada jurus "silat lidah" lainnya?
Kita lihat saja kedepannya. Yang pasti, jurus "silat lidah" Anies tentang alasan reklamasi kali ini sudah tidak "sakti" lagi.
Jika, protes warga dan "gempuran" kritik dari anggota DPRD DKI Jakarta tidak bisa diantispasi dengan baik, bukan tidak mungkin elektabilitasnya akan terus merosot.
Sebab, seperti saya bilang tadi, bahwa naik turunnya elektabilitas bukan ditentukan oleh kepiawaian bermain narasi. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan aksi dan bukti. Alias kinerja yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleg publik.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H