SETELAH berhembus kencang, isu reshuffle kabinet belakangan mulai mengendur kembali.Â
Terlebih, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno mengatakan bahwa masyarakat agar tidak lagi membahas tentang wacana perombakan para pembantu presiden. Sebab kinerja kabinet Jokowi selama ini sudah dianggap lebih baik.
Pratikno juga sempat mengatakan, bahwa ancaman Presiden pada sidang kabinet paripurna, Kamis (18/06/2020) lalu sebatas efek kejut untuk melecut kinerja para menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) supaya bekerja jauh lebih baik lagi.
Dengan adanya pernyataan Pratikno, setidaknya telah membuyarkan segala spekulasi yang berkembang pasca beredarnya video kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada sidang kabinet paripurna, Minggu (28/06/2020).Â
Pada kesempatan tersebut, Presiden sempat melontarkan ancaman pembubaran lembaga dan reshuffle kabinet.
Padahal berdasarkan spekulasi dan hasil rilis lembaga survey yang berkembang, tidak kurang 10 nama menteri yang layak untuk direshuffle.Â
Diantara 10 nama ini diantaranya ada beberapa sosok yang boleh disebut sebagai orang kuat yang ada dalam tubuh KIM.
Sebut saja nama-nama tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Selain itu sempat juga beredar rilis data hasil perombakan kabinet baru. Bahkan, saya juga sempat menerima data rilis tersebut melalui pesan WhatsApp dari seorang sahabat, yang menyebutkan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir bergeser menjadi Menteri Perdagangan.Â
Sedangkan posisinya digantikan oleh Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Tapi ternyata, hasil lembaga survey akhirnya hanya menjadi bumbu pelengkap dari hiruk pikuknya isu panas reshuffle. Sementara rilis data yang sempat masuk pada kontak WhatsApp saya pun tak lebih dari sekedar berita bohong atau hoaks.
Buktinya, seperti apa yang dikatakan oleh Mensesneg Pratikno, isu reshuffle hanya sebatas ancaman Presiden Jokowi untuk melecut kinerja para menterinya. Jika pun pada akhirnya diwujudkan, belum jelas kapan waktunya.
Hingga hari ini atau hampir dua pekan sejak berdarnya vudeo "Jokowi Jengkel" belum tampak tanda-tanda bahwa Presiden Jokowi akan menepati ancamannya tersebut.
Jokowi Jangan Ragu
Mensesneg Pratikno boleh saja berkata bahwa masyarakat jangan lagi memperbincangkan masalah reshuffle kabinet. Karena kinerja para menteri yang tergabung dalam KIM selama ini telah bekerja dengan baik.
Tapi publik belum bisa menerima begitu saja alasan yang dipaparkannya. Timbul dugaan bahwa gagal atau mundurnya reshuffle kabinet karena ada faktor x yang membebani Presiden Jokowi. Bukan tidak mungkin, faktor tersebut adalah tentang kepentingan politik.
Seperti diketahui, jajaran menteri yang membantu roda pemerintahan Presiden Jokowi tidak hanya dari kalangan tekhnokrat, akademisi atau profesional. Namun banyak juga yang berlatar belakang partai politik.
Untuk itu, Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR), Ujang Komarudin, mengatakan agar Presiden Jokowi jangan ragu untuk mereshuffle para menteri yang kinerjanya dinilai buruk.
Dikutip dari Tempo.co, reshuffle jelang Pilkada 2020 dan dalam kondisi pandemi Corona, akan menguntungkan Jokowi.
"Justru jika tak ada reshuffle akan merugikan. Akan ada back fire pada Jokowi," katanya lewat pesan singkat, Sabtu, 11 Juli 2020.
Ujang mengatakan, publik akan marah jika tidak ada kocok ulang kabinet. Mereka bakal menganggap ancaman reshuffle yang Jokowi sampaikan langsung dalam rapat kabinet sekadar gertak sambal.
"Menteri-menteri yang jeblok kinerjanya masih dipelihara dan dipertahankan," ucap dia.
Menurut Ujang, pemerintah Indonesia harus terbiasa dengan sistem dan taat kepada aturan yang ada. Indonesia tidak boleh bergantung pada satu figur menteri di kementerian.
"Jadi jika terjadi reshuffle pun tak akan ada masalah. Karena sistem dan aturannya sudah berjalan," katanya.
Dengan berjalannya sistem dan aturan yang ada, maka menteri yang baru masuk tinggal melaksanakan tugas yang sudah ada sebelumnya.
"Jadi ganti menteri di tengah pandemi atau menjelang Pilkada tak masalah," tuturnya.
Sepakat dengan apa yang dikatakan Ujang. Dalam mereshuffle kabinetnya, Presiden Jokowi jangan ragu untuk segera mengganti menteri yang kinerjanya buruk. Sebab kalau tetap dibiarkan malah dikhawatirkan akan semakin memperburuk situasi.
Satu hal lagi, saya juga support dengan pernyataan Ujang terkait jangan terlalu bergantungnya Jokowi pada satu menteri.Â
Sebab ini dikhawatirkan akan muncul tuduhan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki stock nama lain yang lebih mumpuni dan bukan mustahil juga kalau mantan Wali Kota Solo ini dinilai tidak memiliki ketegasan dan terkesan "takut" oleh menteri dimaksud.
Kalau ini terjadi jelas akan tidak sehat bagi Presiden Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Benar, diakui atau tidak, Presiden Jokowi akan selalu "terkungkung" oleh kepentingan partai politik yang mendukungnya. Hanya saja, di periode terakhirnya ini saya rasa dia jangan terlalu manut dengan kepentingan para pendukungnya.
Sudah saatnya bagi Presiden Jokowi untuk melepaskan sedikit demi sedikit keterikatannya dengan partai politik pendukung dan fokus dengan sebaik-baiknya demi kepentingan masyarakat.Â
Biar kelak di masa-masa akhir jabatan atau selepas itu, dia bisa dikenang sebagai presiden yang benar-benar pro rakyat.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H