"Ieumah sanes maksad akang mamatahan. Tapi, bade nyarioskeun pangalaman akang we. Margi kangtos gaduh masalah nu sami." (Baca : Bukan maksud saya untuk menggurui. Tapi sekedar berbagi pengalaman. Soalnya pernah mengalami hal serupa), ucap Kang Maman.
Saya pun mengiyakan, seraya penasaran, apa yang aoan dia ungkapkan.
"Ih, teu sawios, kang." (Baca : oh, nggak apa-apa, kang) saya hanya menimpali pendek saja.
Singkat cerita, Kang Maman pun mulai menceritakan, bahwa profesinya sebagai pedagang Combro telah dikerjakan sejak lulus SMP. Kang Maman memang tidak melanjutkan sekolah ke tingkat lebih tinggi karena keterbatasan biaya.
Dia berdagang Combro bukan miliknya sendiri, melainkan menjajakan dagangan milik majikannya. Setelah beberapa tahun lamanya berjualan, sampailah dia pada titik jenuh.
Faktornya, hasil yang dia dapat dari berjualan itu tidak pernah mampu mencukupi kebutuhan hidup. Apalagi, saat itu Kang Maman sudah memiliki kekasih yang siap untuk dinikahi.
Sempat terbersit oleh dirinya untuk beralih profesi. Namun, dia sadar bahwa tidak memiliki kemampuan apapun. Maklum hanya lulusan SMP.
Hingga suatu ketika, Kang Maman dipanggil oleh majikannya untuk berjualan Combro sendiri. Majikannya mau meminjamkan modal. Kesempatan ini tak disia-siakannya. Kang Mamanpun menyambut baik tawaran majikannya.
Dari jualan yang dikelolanya sendiri, singkat cerita Kang Maman pun bisa menikah. Namun masalah muncul saat anak-anaknya beranjak besar dan memerlukan biaya lebih. Sementara hasil dari berjualan combro tidak mencukupi.
Lagi, Kang Maman terbersit untuk alih profesi. Kembali niatnya ini mentok, dengan alasan serupa waktu dirinya berniat alih profesi pertama kali.