Petisi 50 itu terbentuk sebagai ungkapan keprihatinan atas penguasa orde baru (orba) di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Mereka beranggapan bahwa Presiden Soeharto telah keliru dalam menafsirkan Pancasila.
Lalu, siapa sebenarnya Jendral Hoegeng itu dan kisah apa saja yang menjadikan beliau dikenal dengan kejujurannya?
Beliau adalah seorang Jendral polisi yang pernah menjabat sebagai Kapolri pada masa jabatan tahun 1968 hingga 1971 silam. Â
Nama lengkapnya adalah Hoegeng Imam Santoso, lahir di Pekalongan Jawa Tengah, 14 Oktober 1921.
Sebagai seorang polisi, ketegasan, tanggung jawab, dedikasi serta kejujurannya dalam menjalankan tugas dan fungsinya selaku aparat keamanan sudah sangat tidak disangsikan, sehingga banyak disegani oleh kawan maupun lawan. Hal ini pernah dibuktikannya saat beliau pernah membuat gempar Kota Medan.
Kisahnya, berawal saat dirinya ditugaskan ke Sumatera Utara sebagai Kepala Reskrim, Hoegeng langsung dihadapkan dengan segala bentuk gratifikasi berupa rumah dan mobil yang diberikan oleh para bandar judi, penyelundup hingga koruptor.
Kendati demikian, Hoegeng menolaknya. Beliau malah lebih memilih tidur di hotel beberapa hari, sampai mendapatkan rumah dinas.
Bukan hanya itu, suatu ketika rumah dinasnya dipenuhi oleh perabotan lengkap hasil kiriman dari para bandar judi. Lagi-lagi Hoegeng menolaknya, lalu mengeluarkan perabotan tersebut dan kemudian ditaruh di pinggir jalan.
Dasar sipatnya sebagai abdi negara memang sangat jujur. Saat dipindahkan ke Jakarta pun untuk menjabat Dirjen Imigrasi, Hoegeng tetap istiqomah dengan kejujurannya.
Dikutip dari Kontan.id, Chris Siner Key Timu dalam artikel "Pak Hoegeng dalam Kenangan" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menceritakan, Hoegeng pernah meminta istrinya, Merry untuk menutup toko kembang. Ketika istrinya menanyakan hubungan antara jabatan Dirjen Imigrasi dan toko kembang, Hoegeng menjawab singkat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!