MEMANG benar, jika pikiran sedang sumpek, otakku pun ikut-ikutan jadi mentok. Bingung apa yang harus diperbuat. Itu salah, ini salah.
Bahkan, ide-ide atau materi tulisan yang awalnya tinggal diaplikasikan lewat tarian jempol di ponsel pun mendadak buyar.
Beruntung, penulis sempat membaca sebuah cerpen dari seorang K'ners yang menjuluki dirinya pedagang kaki lima terlambat turun gunung, Ayah Tuah. Koq kesannya kaya cerita-cerita pendekar zaman dulu, ya? He ... He.
Dalam cerpennya kali ini, Ayah Tuah memberikan judul "Arok yang Mencari Pistol, Dedes Membentuk Singosari".Â
Namun setelah dibaca, nyatanya cerpen Ayah Tuah ini mengemas kisah dua tokoh legendaris tanah air dengan suasana kekinian. Maklum Ayah Tuah, ada aja idenya.
Nah, dari hasil membaca cerpen inilah, akhirnya muncul juga keinginan penulis untuk menceritakan kembali tentang kisah dua tokoh dari Kerajaan Tumapel tersebut. Pasalnya kisah Ken Arok ini memang unik.
Kenapa?
Seperti banyak diceritakan dalam kisah dongeng atau catatan sejarah. Pada zaman dahulu, seseorang yang bisa membangun kerajaan dan menjadi penguasa pada umumnya adalah putra mahkota atau seorang keturunan bangsawan.
Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Ken Arok, yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Tumapel atau kemudian disebut Singosari. Ken Arok mendapatkan kerajaan tersebut berlatar belakang sebagai pencuri hingga akhirnya berkhianat dan membunuh penguasa Tumapel kala itu, Tunggul Ametung.
Berikut sekelumit kisahnya :
Tidak ada yang benar-benar tahu tentang asal-asal usul Ken Arok. Namun dikisahkan dalam buku-buku sejarah, dia adalah putra Gajah Para dan Ken Ndok.
Pendek kata, setelah berangkat dewasa, Ken Arok menjelma menjadi seorang perampok yang paling ditakuti di hampir seluruh wilayah kediri. Hingga akhirnya, lambat laun banyak perampok lainnya bergabung dan menghambakan diri pada Ken Arok.
Meski sudah menjadi seorang perampok yang paling ditakuti dan memiliki banyak anak buah tak membuat Ken Arok berpuas diri. Dia memiliki cita-cita maha tinggi, yaitu merebut kerajaan Tumapel dan sekaligus menjadi seorang raja atau penguasa.
Namun, guna mewujudkan cita-citanya ini tidaklah mudah. Maka dengan segala kecerdikan dan kelicikannya, Ken Arok berpura-pura melamar menjadi prajurit Kerajaan Tumapel.
Sebagai pimpinan perampok yang paling ditakuti, sudah pasti Ken Arok memiliki kesaktian dan ilmu kanuragan cukup tinggi. Hal ini pula yang memudahkan dia diterima dan bahkan akhirnya dipercaya menjadi pengawal pribadi Raja Tumapel, Tunggul Ametung.
Dari sinilah Ken Arok bertemu dengan Ken Dedes dan langsung jatuh cinta. Bak gayung bersambut, ternyata Ken Dedes yang kala itu telah menjadi isteri Tunggul Ametung mempunyai perasaan yang sama.
Dari kisah asmara ini pula, akhirnya Ken Arok memutuskan untuk merebut kekuasaan dan membunuh Tunggul Ametung. Namun begitu, dia berpikiran untuk bisa mewujudkan cita-citanya harus memiliki senjata sakti.
Singkat cerita, Ken Arok pun pada akhirnya mendatangi seorang Mpu sakti pembuat keris pusaka bernama Mpu Gandring. Dia memesan untuk dibuatkan sebuah keris yang benar-benar ampuh.
Kutukan Mpu Gandring
Seperti dikisahkan di atas, Ken Arok memesan sebuah keris sakti kepada Mpu Gandring, dan disanggupinya.Â
Namun, seperti dikutip dari Bombastis.com, Mpu Gandring meminta waktu satu tahun, namun Ken Arok tidak sabar dan meminta waktu 5 bulan. Meski akhirya disetujui, keris tersebut ternyata belum jadi setelah 5 bulan.
Mpu Gandring yang menolak memberikan keris tersebut akhirnya justru dibunuh oleh Ken Arok dengan kerisnya sendiri. Mpu Gandring yang sekarat kemudian mengutuk keris tersebut bahwa keris itu akan membunuh 7 orang termasuk Ken Arok sendiri.
Masih dikutip dari Bombastis.com, untuk melancarkan rencananya, Ia memberikan keris tersebut kepada Kebo Ijo, teman sesama pengawal.Â
Kebo Ijo yang begitu bangga dengan keris tersebut selalu membawa keris itu kemanapun ia pergi, sehingga setiap orang tahu bahwa keris tersebut adalah milik Kebo Ijo.
Ketika Kebo Ijo sedang mabuk, Ken Arok kemudian mencuri keris tersebut dan membunuh Tunggul Ametung yang sedang tertidur pulas. Â
Dengan begitu tuduhan pun mengarah pada Kebo Ijo dan akhirnya dihukum mati. Dan, Ken Arok kemudian mengangkat diri sebagai penguasa Tumapel dan menikahi Ken Dedes, meski saat itu ia mengandung anak dari Tunggul Ametung.
Setelah jadi raja, Ken Arok terus memperluas wilayah dan membangkang terhadap kekuasaan Kediri yang diperintah Kertajaya.
Dengan dukungan dari para Brahmana, Ken Arok menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kediri.Â
Maka selanjutnya terjadilah peperangan antara Kediri dan Tumapel yang berakhir dengan kalahnya Kertajaya. Kemudian kerajaan Tumapel diganti namanya menjadi Kerajaan Singasari yang hanya bertahan sebentar yaitu dari tahun 1222 hingga 1292.
Nah, dari kisah tersebut di atas, Ken Arok memang akhirnya berhasil mewujudkan cita-citanya sebagai raja atau penguasa.Â
Namun, kekuasaannya tersebut tidak berlangsung lama. Sesuai dengan kutukan Mpu Gandring, Ken Arok pun akhirnya mati terbunuh oleh putera Tunggul Ametung, yakni Anusapati.
Anti Moralitas
Apa yang dilakukan Ken Arok yang menghalalkan segala cara demi meraih impiannya jelas merupakan tindakan yang sangat salah. Tidakan tersebut adalah sebuah prilaku yang anti-moralitas. Dimana Kekuasaan telah membutakan mata dan mata hati Ken Arok.
Akibatnya, kekuasaan yang hanya berdasarkan kebrutalan dan kelicikan dengan sendirinya rapuh adanya. Kekuasaan yang digenggam Ken Arok adalah hasil dari kebrutalan dan kelicikan.
Betapa tidak, Ken Arok tega membunuh Mpu Gandring, seseorang yang telah disuruh untuk membuat keris, kemudian mempedaya Kebo Ijo sahabatnya sendiri dan akhirnya membunuh Tunggul Ametung.
Semua itu Ken Arok lakukan hanya dengan satu tujuan butanya, yaitu menjadi manusia paling berkuasa.
Belajar dari Kisah Ken Arok
Bagi siapapun terutama bagi mereka yang haus akan kekuasaan, tentu saja kisah Ken Arok tersebut bisa dijadikan gambaran atau pelajaran bahwa kesuksesan yang diraih dengan jalan atau cara-cara yang curang tidak akan bertahan lama dan hancur dengan sendirinya.
Ibarat kata, apa yang terjadi pada Ken Arok ini adalah sejalan dengan pribahasa yang mengatakan, "siapa yang menabur angin, maka dia yang akan menuai badainya".
Sudah menjadi kodrat manusia jika selalu menginginkan yang terbaik dalam hidupnya, termasuk menjadi seorang penguasa.Â
Namun, sejatinya raihlah keinginan tersebut dengan cara-cara yang benar, kerja keras, pengorbanan dan dibarengi niat mulia demi kebaikan semua pihak.
Tentu petuah ini berlaku bagi kita semua, terutama bagi mereka yang memiliki syahwat politik menuju Pilpres 2024 mendatang.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H