Mohon tunggu...
Semprianus Mantolas
Semprianus Mantolas Mohon Tunggu... Jurnalis - Pecandu Kopi

Baru belajar melihat dunia, dan berusaha menyampaikannya melalui simbol (huruf)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soal UU Cipta Kerja: "Mengapa Harus Aksi Bukan Diskursus?"

8 Oktober 2020   22:18 Diperbarui: 8 Oktober 2020   22:31 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/ foto: republika.co.id

Dalam buku How the world works, Chomsky mengutip perkataan salah satu jurnalis kenamaan Amerika, Walter Lippman.

Menurutnya, diskursus punya 2 arti penting. Pertama adalah literal dan yang berikutnya adalah untuk melayani penguasa atau sering disebut doktrinal (hlm.82).

Soal diskursus omnibus law UU Ciptaker. Menurut makna literal atau secara harafiahnya maka seharusnya pemerintah maupun anggota legislatif menunjukan naskah akademik mengajak sejumlah tokoh masyarakat serta tokoh lainnya yang terkait untuk duduk bersama membahasnya sesuai dengan kaidah hukum dan keadilan sosial. Pertanyaan apakah itu dilakukan?

Tentu kita dapat dengan lantang menjawab, "TIDAK". Maka yang berlaku selanjutnya adalah makna kedua yakni melayani penguasa.

Perlu diketahui, ide omnibus law sendiri berasal dari presiden yang kita banggakan bersama. Siapa lagi kalau bukan Ir. Joko Widodo. Pasca dilantik kedua kalinya, Jokowi berencana untuk menyederhanakan regulasi melalui dua UU besar. Dua UU ini adalah UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.

"Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU," kata Jokowi saat pada pidato pelantikannya, Minggu (20/10/2019) sebagaimana dilansir dari bisnis.com.

Tak berhenti sampai di sini, seolah ingin menunjukan powernya Jokowi pun mengeluarkan kalimat sakti yang bernada menantang kemampuan anggota DPR RI.

"Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari" kata Jokowi menantang.

Dan benar saja, jurus simsalabim ala jin botol nampaknya cukup hebat. Tanggal 12 Februari 2020 atau 3 bulan dari pernyataan tersebut diucapkan, pemerintah menyerahkan surat presiden RUU Cipta Kerja dan naskah akademik ke DPR.

DPR yang merasa ditantang pemerintah pun tancap gas membahas RUU ini. Saking getolnya, pembahasan ini pun bahkan dilakukan di Hotel Novotel Serpong Tanggerang.

Upaya DPR yang ingin menunjukan kehebatannya atau lebih tepatnya melayani pemerintah pun diawali dengan awalan yang bagus. Saat sidang pembahasan, seluruh fraksi di DPR menyetujui RUU tersebut (kecuali PKS dan Demokrat yang menit-menit terakhir menolak). Walau kritikan dan analasis yang dikeluarkan sejumlah praktisi, akademisi dan guru besar hukum terus saja bermunculan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun