"Si korban ketika mengalami kekerasan, dia juga tidak bisa untuk melaporkan karena situasi (pandemic corona) ia tidak bisa keluar," kata Tuani disadur dari dw.com
Tak hanya itu saja, beban kerja wanita selama karantina atau kebijakan dirumah saja dikeluarkan pemerintah pun semakin meningkat. Baik fisik maupun psikis.
Celakanya hingga kini pemerintah belum mengeluarkan formula yang pas entah berbentuk kebijakan atau apapun bentuknya, dalam melindungi nasib perempuan.
Kebijakan yang memperhatikan gender pun sampai saat ini tak pernah terdengar. Yang terdengar hanyalah teriakan untuk melindungi ojol. Lantas bagaimana dengan perempuan?
Dahulu Kartini muncul untuk menghilangkan sekat antara laki-laki dan perempuan. Bahwa wanita juga bisa berkompetisi dengan pria. Kini apa yang diperjuangkan telah terwujud.
Banyak tenaga medis perempuan yang rela meninggalkan keluarga demi menyelamatkan nyawa manusia dari rongrongan pandemi covid-19.
Namun terlepas dari itu semua, si kartini yang rela mengorbankan nyawanya itu butuh perlindungan sekarang. Perlindungan secara nyata dalam bentuk kebijakan pemerintah yang berbasiskan gender dan bukan ABS (Asal Bapak Senang).
Jangan kita menunggu, balasan perempuan dengan walk out dari pandemi Covid-19. Karena bila itu terjadi, jutaan nyawa akan melayang.
Selamat Hari Kartini
Terimkasih kepada 70% wanita di seluruh dunia yang sudah bertarung nyawa melawan corona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H