Hingga saat ini, aku tak pernah tahu bagaimana rasanya hidup tanpa cinta. Bukan bualan belaka, hanya saja mamaku tak akan membiarkanku begitu. Sejak kecil hingga usiaku yang kini hampir seperempat abad, selalu dipuaskan dengan cinta darinya.
Tak bisa terbayangkan olehku apa jadinya bila suatu hari dia tiada. Apa aku masih kuat menjalani hariku tanpa genggamannya? Ataukah ocehannya yang melebihi dokter selalu terngiang di kepala tatkala sakit tubuh ini?
Ah, masa bodoh dengan itu! Ketakutan itu hanya imaginasi di kepala. Bisa terjadi dan bisa pun sebaliknya. Kendati akan kehilangan genggamannya itu hanya sesaat, tetapi hati dan cintanya yang telah dia berikan akan terus menggenggamku selamanya.
Bak Sarinah yang mengajari Bung Karno cinta kepada rakyat, Mama pun mengajariku api cinta dan perjuangan yang sejati. Aku teringat dikala usiaku menginjak 7 tahun. Mama harus mengambil alih peran kepala keluarga dan menjadi tulang punggung karena ayah telah berkalang tanah.
Ku pikir saat itu mama akan mencari sandaran lain untuk membantu. Nyatanya ia malah sibuk mengurusi hampir setengah lusin anaknya yang masih kecil bak berudu. Dan benar saja, kami semua menjadi orang.
Bahkan kini di belakang nama kami ada tambahan dua hingga tiga huruf, tanda penghormatan akademis dari perguruan tinggi. Bila bukan karena cinta, niscaya ini semua kan nyata.
Mama, bagiku engkau Sarinahku. Hidup tunggal tanpa pendamping namun tak patah arang untuk berjuang. Kau kekurangan cinta namun masih membagi cinta kepada kami berlima.
Kau sebenarnya butuh pelukan, namun masih saja membagi pelukan. Kau sebenarnya juga butuh kasih sayang, namun semuanya kau berikan untuk anak-anakmu yang kau sayang.
Sama seperti Sarinah, kau suapi pagiku dengan cinta dan kasih sayang. Hingga kini, jiwa ini bergelimpangan dengan kasihmu. Bahkan tak pernah terbayang olehku bagaimana rasanya hidup tanpa cinta.
Di hari tersuramku pun, disaat aku merasa tak berdaya, engkau hadir mengulurkan tangan dan menarikku keluar dari ketidakberdayaan itu. Bahkan bila engkau jauh, tanganmu tetap sampai kepadaku melalui doa yang kau panjatkan kepada yang kuasa.
Mungkin benar kata orang, ketika kita memiliki doa dari mama, maka kita siap berdiri untuk melawan dunia. Bahkan terkadang yang membuat kita masih selamat sebutulnya bukan karena keberuntungan, melainkan doa, doa, dan doa dari mama.
Ada banyak sekali "keanehan" yang kerap dirinya lakukan. Menaruh kepentingan anak-anaknya diatas segala-galanya. Bahkan kata ajaib yang selalu kudengar dari mulutnya, "Saya rela menderita, asalkan anak-anak bahagia". Aneh memang, namun itu yang dia lakukan.
Masih segar di kepala ketika ia harus menahan air mata dan merelakan anaknya pergi ke tanah orang. Bahkan bertindak melebihi petugas keamanan, karena cemas kalau saja anaknya terluka di sana.
Tak terhitung berapa banyak sudah ia ke tempat berlambang timbangan. Cincin dan kalung yang seharusnya terpasang indah di tubuhnya, harus ia relakan diambil orang. Itu ia lakukan agar anak-anaknya tak mengemis meminta-minta makan di rantauan.
Bahkan ketika anaknya kembali pun, cinta kasihnya masih seperti dahulu. Rambut yang kian memutih dan kulit yang mulai menua tak jadi alasan baginya untuk mengakhiri kasih sayangnya kepada anak-anaknya.
Mama, mungkin kadang aku tak menyukaimu. Kita mungkin pernah berargumen dan kadang bertengkar. Tapi ada satu hal yang harus Mama tahu, cinta dan kasih sayang yang mama suapi sejak kecil kini telah menyatu dalam setiap aliran darah ini. Aku akan mencintaimu selalu dan selamanya.
Hey kawan, Aku memang tak punya kisah cinta seperti Cleopatra, setangguh Romeo dan Juliet atau setia seperti Sisuka dan Nobita, tapi aku punya cinta dari seorang tua yang ku panggil Mama dan disitu surga bersemayam di kakinya.
Terimakasih untuk semuanya Mama. Satu kata untukmu istimewa. Dua kata, tahan banting. Tiga kata wanita yang tangguh. Empat kata, rela berkorban demi anak-anak. Lima kata, Sarinah yang bergelimpangan cinta kasih.
Terimakasih Mama
Terimakasih Sarinahku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H