Ada banyak sekali "keanehan" yang kerap dirinya lakukan. Menaruh kepentingan anak-anaknya diatas segala-galanya. Bahkan kata ajaib yang selalu kudengar dari mulutnya, "Saya rela menderita, asalkan anak-anak bahagia". Aneh memang, namun itu yang dia lakukan.
Masih segar di kepala ketika ia harus menahan air mata dan merelakan anaknya pergi ke tanah orang. Bahkan bertindak melebihi petugas keamanan, karena cemas kalau saja anaknya terluka di sana.
Tak terhitung berapa banyak sudah ia ke tempat berlambang timbangan. Cincin dan kalung yang seharusnya terpasang indah di tubuhnya, harus ia relakan diambil orang. Itu ia lakukan agar anak-anaknya tak mengemis meminta-minta makan di rantauan.
Bahkan ketika anaknya kembali pun, cinta kasihnya masih seperti dahulu. Rambut yang kian memutih dan kulit yang mulai menua tak jadi alasan baginya untuk mengakhiri kasih sayangnya kepada anak-anaknya.
Mama, mungkin kadang aku tak menyukaimu. Kita mungkin pernah berargumen dan kadang bertengkar. Tapi ada satu hal yang harus Mama tahu, cinta dan kasih sayang yang mama suapi sejak kecil kini telah menyatu dalam setiap aliran darah ini. Aku akan mencintaimu selalu dan selamanya.
Hey kawan, Aku memang tak punya kisah cinta seperti Cleopatra, setangguh Romeo dan Juliet atau setia seperti Sisuka dan Nobita, tapi aku punya cinta dari seorang tua yang ku panggil Mama dan disitu surga bersemayam di kakinya.
Terimakasih untuk semuanya Mama. Satu kata untukmu istimewa. Dua kata, tahan banting. Tiga kata wanita yang tangguh. Empat kata, rela berkorban demi anak-anak. Lima kata, Sarinah yang bergelimpangan cinta kasih.
Terimakasih Mama
Terimakasih Sarinahku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H