Mohon tunggu...
Semprianus Mantolas
Semprianus Mantolas Mohon Tunggu... Jurnalis - Pecandu Kopi

Baru belajar melihat dunia, dan berusaha menyampaikannya melalui simbol (huruf)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sarinahku

23 Desember 2019   10:36 Diperbarui: 23 Desember 2019   10:36 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: krjogja.com

Hingga saat ini, aku tak pernah tahu bagaimana rasanya hidup tanpa cinta. Bukan bualan belaka, hanya saja mamaku tak akan membiarkanku begitu. Sejak kecil hingga usiaku yang kini hampir seperempat abad, selalu dipuaskan dengan cinta darinya.

Tak bisa terbayangkan olehku apa jadinya bila suatu hari dia tiada. Apa aku masih kuat menjalani hariku tanpa genggamannya? Ataukah ocehannya yang melebihi dokter selalu terngiang di kepala tatkala sakit tubuh ini?

Ah, masa bodoh dengan itu! Ketakutan itu hanya imaginasi di kepala. Bisa terjadi dan bisa pun sebaliknya. Kendati akan kehilangan genggamannya itu hanya sesaat, tetapi hati dan cintanya yang telah dia berikan akan terus menggenggamku selamanya. 

Bak Sarinah yang mengajari Bung Karno cinta kepada rakyat, Mama pun mengajariku api cinta dan perjuangan yang sejati. Aku teringat dikala usiaku menginjak 7 tahun. Mama harus mengambil alih peran kepala keluarga dan menjadi tulang punggung karena ayah telah berkalang tanah.

Ku pikir saat itu mama akan mencari sandaran lain untuk membantu. Nyatanya ia malah sibuk mengurusi hampir setengah lusin anaknya yang masih kecil bak berudu. Dan benar saja, kami semua menjadi orang.

Bahkan kini di belakang nama kami ada tambahan dua hingga tiga huruf, tanda penghormatan akademis dari perguruan tinggi. Bila bukan karena cinta, niscaya ini semua kan nyata.

Mama, bagiku engkau Sarinahku. Hidup tunggal tanpa pendamping namun tak patah arang untuk berjuang. Kau kekurangan cinta namun masih membagi cinta kepada kami berlima.

Kau sebenarnya butuh pelukan, namun masih saja membagi pelukan. Kau sebenarnya juga butuh kasih sayang, namun semuanya kau berikan untuk anak-anakmu yang kau sayang.

Sama seperti Sarinah, kau suapi pagiku dengan cinta dan kasih sayang. Hingga kini, jiwa ini bergelimpangan dengan kasihmu. Bahkan tak pernah terbayang olehku bagaimana rasanya hidup tanpa cinta. 

Di hari tersuramku pun, disaat aku merasa tak berdaya, engkau hadir mengulurkan tangan dan menarikku keluar dari ketidakberdayaan itu. Bahkan bila engkau jauh, tanganmu tetap sampai kepadaku melalui doa yang kau panjatkan kepada yang kuasa.

Mungkin benar kata orang, ketika kita memiliki doa dari mama, maka kita siap berdiri untuk melawan dunia. Bahkan terkadang yang membuat kita masih selamat sebutulnya bukan karena keberuntungan, melainkan doa, doa, dan doa dari mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun