Jakarta Utara Tanjung Priuk adalah tempat tinggalku untuk mencari nafkah di sebuah perusahaan sebelum Covid-19 melanda.
Hidup di Jakarta itu keras jika tidak maka mau makan apa? Itulah prinsip orang China yang beragama Kristen yang juga tetangga kos kala masih satu kerjaan di perusahaan.
Saya tinggal bersama 3 teman lainnya dalam satu kosan, semuanya kerja namun masing-masing perusahaan yang dipilihnya.
Seperti Saya yang setiap pagi jam 07 berangkat dengan orang China tersebut dengan menggunakan mobil miliknya terkadang Saya yang nyetir mobil terkadang dia sendiri.
Sedangkan teman yang 3 lainnya bekerja di berbagi Wilayah Jakarta ada yang di Selatan namun yang dua lagi masih di Jakarta utara bekerja sebagai Karyawan di PT. Steel Center Indonesia (SCI) tepatnya di jalan Sunter dekat PT. Gaya Motor.
Saya sendiri walaupun tinggal di Jakarta tapi dapat kerjanya di Tangerang di perusahaan milik orang China di Tangerang Selatan.
Sekian banyaknya karyawan yang tinggal di Tangerang hanya Saya yang daru Jakarta Utara bersama dengan Bobby tetangga kosan yang juga dari dia Saya dapat bekerja.
Sehingga banyak yang menyarankan agar Saya tinggal bersama orang China lainnya di Tangerang atau mencari kosan di wilayah tersebut.
Namun aku menolaknya karena biar bagaimana pun Saya rela bolak balik dari Jakarta ke Tangerang khususnya saat sedang kerja dengan alasan di Tangerang belum tentu dapat kosan yang bagus dan ber AC.
Selain itu di Jakarta Utara banyak kawan dan saudara jadi jika saat libur hari Sabtu dan Minggu Saya bisa melepas kangen dengan bermain di kontrakan saudara.
Itulah mengapa sebabnya Saya tidak mau pindah lokasi tempat tinggal di Tangerang yang jaraknya cukup melelahkan karena pulang pergi selalu menghadapi kemacetan.
Suasana saat bekerja semua fokus satu yaitu bekerja baik cewek atau pun cowok. Inilah disiplin yang diajarkan oleh orang China saat bekerja, tidak ada yang bermain handphone itulah yang Saya lihat ketika jam kerja sudah masuk.
Tidak seperti saat masih kerja di Jakarta yaitu di Sunter Podomoro bareng dengan dua teman lainnya yang mana saat bekerja masih juga asik bermain sosial media.Â
Sehingga terkadang hanya masalah pekerjaan yang ringan seperti rekap ulang data pun tidak selesai sampai jam istirahat siang bahkan bisa sehari luar biasa sekali malesnya.
Berbeda disiplinnya dengan yang di Tangerang begitu berangkat jam 07.00 pagi dan sampai jam 08.00 kurang 1/4 menit. Saya langsung absen kehadiran di depan ruangan.
Kemudian masuk dan duduk dimeja kerja lalu jam kerja pukul 8 pagi pun berbunyi seketika itu sunyi sepi tidak ada suara apa pun kecuali batuk atau pun bersin dari tempat yang berbeda namun masih satu ruangan yang kebanyakan orang Kristen di perusahaan tersebut.
Ketika imlek kemarin tiba sebagaimana orang Islam yang suka bagi-bagi uang ke anak-anak kala main kerumah orang tua saat berkunjung silaturahmi lebaran.
Begitu pula orang China Indonesia yang beragama Kristen. Ia bagi-bagi angpao dan juga bingkisan makanan yang mirip dengan sembako.
Kemudian saat jam kerja di hari jumat juga di persilahkan bagi muslim untuk sholat jumat bahkan ditempat perusahaan tersebut di bangun Masjid khusus untuk muslim yang dibangun oleh orang Kristen sebagai bagian toleransi.
Itulah toleransi antar umat beragama yang cukup kuat dari lain agama yang damai dan indah.
Sedangkan pada kenyataannya di Indonesia khususnya di Jakarta orang Kristen ataupun orang China sangat tidak disukai oleh sebagian yang katanya beragama Islam.
Faktanya ketika Basuki Cahaya Purnama atau Ahok kalah dalam pemilihan gubernur dikarenakan hanya agamanya yang Kristen sehingga demi kepentingan segelintir orang, Agama dipolitisasi.
Begitupun saat lebaran datang begitu banyak teman-teman yang beda agama mengucapkan lebaran kepada Saya inilah yang membuat terharu dari Kisah Toleransi Beragama yang dipandang sebelah mata oleh sekelompok orang yang tidak menyukainya yang tidak mengenal dengan kata toleransi.
Saat bekerja di Tanggerang antara masjid dan Gereja hampir jaraknya sangat dekat sekali dan ini pun menandakan jika dilingkungan tersebut sangat menjunjung nilai dari pada toleransi beragama.
Warganya hidup dalam kegotong royongan satu sama lain saling bahu membahu sehingga bisa dikatakan tidak ada orang kekurangan karena semua memahami kehidupan yang damai dalam toleransi beragama.
Salam
Samhudi Bhai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H