Bahasa gaul adalah bahasa yang digunakan oleh anak millenial pada masa kini baik dalam percakapan kesehariannya atau pun jika chat.
Sebagaimana nama istilah untuk anak Anak Jaksel (Jakarta Selatan) yang booming beud karena setiap ngomongnya itu tidak pernah lepas dari campuran Indonesia Inggris yang sudah dipakai sejak taun 2018.
Komunikasi yang digunakan pun terkesan unik bahkan sangkin kebanyakan campuran sampai lupa dalam penerapan penggunan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya lama tinggal di Jakut-Tanjung Priuk dari awal tahun 2000 sehingga sedikit ngerti bahasa Jaksel.
Misalnya gini: " gue bener-bener literally dah offended secara joki anak Jaksel ngomongnya mixed beud"
Contoh lain: "..gue tuh probably dah yang kek confused gimana gitu, kek skeptical gitu gak sih, ya which gue masih enter sandman yang behind dont look back in anger gitu2 lah pokoknya anak Jaksel.."
Nah, seperti gitu-gitu dah bahasa anak jaksel dalam ngobrol, Slamat menterjemahkan sendiri ya..? Haha..
Bahasa Anak Jaksel ini viral alias booming bin tenar pada tahun 2018 yang lalu. Bahasa yang digunakan oleh anak Jakarta Selatan ini juga sering disebut sebagai bahasa slang.
Jika mau membahas, sebenarnya setiap daerah memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda, itulah yang disebut gaul. Uniknya Indonesia ya seperti itu. Oleh karenanya menjadi kesepakatan para pendiri bangsa hingga menghasilkan bhinneka tunggal ika, meski berbeda dari suku dan bahasa namun tetap Indonesia.
Bagi sebagian orang mungkin sedikit aneh kedengarannya karena diselipi bahasa asing sehingga campuk aduk kadang ngerti kadang juga sama sekali ora mudeng.
Saya menamakannya bahasa goda-gado ngetop karena adanya bahasa dari anak Jaksel ini menjadi terkenal hingga dijuluki dengan bahasa gaul anak jaksel dan diperbincangkan para orang lain diluar yang ngetop.
Asal usul bahasa anak Jaksel ini muncul ketika sedang trending beberapa tahun yang lalu hingga kini pun anak jaksel masih menggunakannya. Sehingga baik warga atau masyarakat sekitar memberikan nama bahasa anak Jaksel karena jika ada yang menggunakan bahasa gaul tersebut itu bahasanya dari sana.
Versi lain ada yang mengisahkan satu keluarga asal dari Inggris pindah ke Jakarta sampai menjadi warga negara Indonesia sehingga awalnya keluarga tersebut belum menguasai bahasa Indonesia di Jakarta akhirnya menjadi bahasa campur aduk dengan Inggris.
Bahasa apa pun menurut Saya bisa dipelajari dan bisa terjadi dimana pun, semua bisa menguasai sebagai dialog hariannya tergantung pada tiap daerah dan bahasa apa yang digunakan oleh lingkungannya.
Saya saja orang Brebes Jawa Tengah bisa menguasai bahasa Jawa Timur yang tentu logatnya berbeda dan maknanya juga beda dengan bahasa ngapak brebes. Antara kalimat A brebes dan O Jatim.
Misale, bahasa Jawa Timur: mbok pentelengi. Bahasa Brebes: dipendeliki. Bahasa Indonesia: dipelototin. Satu kata sama artinya.
Pernah Saya ngobrol dengan orang wetan seperi Pati, Solo, Surabaya dan lainnya namun yang Saya pakai bahasa mereka sehingga orang tersebut mengira Saya bukan orang Brebes karena bahasanya.
Jika Saya menggunakan bahasa ngapak brebes mereka tidak akan mengerti bahasa daerah brebes yang ada diketawain atau mbengok perkoro hora mudeng ngomong opo.
Begitu pula sebaliknya orang wetan jika ngobrol dengan menggunakan bahasanya sendiru maka orang Jateng Brebes tidak semua ngerti secara menyeluruh karena tidak semua orang mengerti bahasa daerah jika tempat tinggal atau lingkungannya hanya menggunakan satu bahasa daerah saja.
Jadi ingkungan menjadi pengaruh utama adanya bahasa campuran. Jika lingkungannya para bule dipastikan bisa ngomong bule, jika lingkungannya orang Jawa bisa ngomong Jawa. Jika orang sunda pun bisa ngomong sunda. Seperti itulah macam ragam bahasa.
Nah, contoh nyata lagi adalah londo kampung yang terkenal diyoutube dalam video-videonya selalu asli menggunakan bahasa jawa timuran walaupun berasal dari barat tetapi begitu fasihnya menggunakan jowo. Ini karena di lingkungannya jowo.
Begitu pula pada bahasa anak Jaksel mereka tidak mungkin langsung bisa ngomong campuran jika tidak menguasai bahasa inggris.
Apa pun bahasanya yang terpenting jangan sampai lupa sama bahasa sendiri yaitu bahasa Indonesia yang sudah menjadi bahasa persatuan.
Silahkan saja memakai bahasa yang campur aduk, campur seplit atau pun campur semen. Hak mereka anak millenial yang berbicara. Konon ketinggalan jaman jika tidak menggunakan bahasa anak gaul. Yo wes aku rak popo.
Kalo menurut Saya jika bisa, lebih baik menggunakan bahasa Inggris saja secara menyeluruh jangan campur untuk komunikasi. Ini lebih baik, jadi nyambung gitu. Selain itu itung-itung mengasah kemampuan berbahasa asing sehingga terjadi keserasian komunikasi dan tidak aneh atau janggal mendengarnya.
Hanya karena ikutan biar dianggap gaul yang ada malah jadi bahan ketawa oleh lainnya karena salah pengucapan jadi orang ketawa atau bisa juga dianggap sok atau belagu.
Sudah banyak buktinya, bahasanya sendiri sampai hilang. Contohnya ketika Saya ngobrol sama teman yang baru ketemu. Bahasanya pun elu-elu, gue-gue gitu. Nah, ketika bertemu padahal sama-sama orang Jawa akan tetapi ketika ngobrol boso Jowone malah ilang tidak mau menggunakan bahasa Jawa dengan alasan lama tinggal di Jakarta. Ini yang blagu kek gini.
Terasa ingin menempiling karena tidak etis hidup dikalangan orang Jawa tapi yang digunakan bahasa Jepang, umpamane loh ya..hanya karena ingin dianggap gaul hingga bahasa daerah sendiri dihilangkan. Ojo nganti seng ngene iki.
Salam..
Samhudi Bhai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H