Melihat hal itu Riyanto bukan lari untuk menyelamatkan diri, padahal andaikata ia ingin selamat ia bisa saja lari sejauh mungkin, Riyanto tahu itu bom sebab adanya kabel yang sudah memercikan api.
Namun tidak bagi Riyanto, ia justru mengambil bom tersebut yang didekapnya sambil berlari dengan maksud menjauh dari jemaat.
Tiaraaaaaaaap...! Begitu spontannya Riyanto mengkomando seluruh jemaat dari ratusan orang yang sedang menjalankan ibadah Natal.
Duarrrrr...! Bom yang didekapnya pun meledak seketika. Badannya mental sampai sejauh lebih dari 100 meter. Bahkan sangkin kuat suara bom tersebut hingga Gereja yang dipagar beton pun hancur beserta tubuh Riyanto yang terpisah-pisah. Jari, muka, kaki serta sekujur tubuhnya remuk berceceran terpental kemana-mana akibat bom.
Riyanto tewas seketika akan tetapi namun dengan seluruh teman sesama Banser dan jemaat yang beribadah, semuanya selamat.
Riyanto saat itu baru berumur 25 tahun dan mungkin masih jomblo sebab banyak anggota Banser yang masih sendiri mengabdikan diri.
Meski beda Agama, Riyanto Islam sedang Gereja yang dijaganya Kristen namun inilah arti sebenarnya dari toleransi beragama.
Riyanto tidak hanya pantas di acungi jempol. Lebih dari itu ia pantas mendapatkan apresiasi yang tinggi atas pengorbanannya menyelamatkan ratusan nyawa.
Oleh karena itu mari belajar dari Riyanto dari tragedi bom Gereja pada 24 Desember tersebut agar sebagai sesama manusia hendaknya harus saling tolong menolong, mengasihi dan menyayangi.
Gus Dur berkata "Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya".
Indonesia adalah mayoritas penduduknya sangat majemuk karena Indonesia terdiri dari beberapa suku, Agama, ras, adat dan budaya. Dari sinilah muncul keberagaman dalam Agama.