Mohon tunggu...
Samhudi Bhai
Samhudi Bhai Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kompasianer Brebes Community (KBC)-68 Jawa Tengah -Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menelisik Kehidupan Petani Cabai di Jawa Tengah

4 April 2021   19:02 Diperbarui: 8 April 2021   16:31 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cabai (KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)

Harga cabai rawit belakangan ini sedang menjadi buah bibir bagi para pembeli maupun para pedagang baik di pasar, perumahan atau pun perorangan. Mahalnya harga cabai rawit menjadi persoalan pribadi bagi sebagian orang.

Para petani saat ini sedang mengalami kesulitan untuk merawat dan memelihara tanaman cabai yang kerap diserang hama. Oleh karena itu cabai semakin dicari oleh para pedagang sebagai kebutuhan pokok bumbu dapur atau pun dijualnya kembali. Hal ini menyebabkan stok menjadi langka.

Melambungnya harga cabai rawit mampu menandingi harga daging dipasaran yakni 120 ribu/kilogram daging. Sedang cabai semakin hari semakin menjadi perbincangan bagi para pembeli khususnya kaum emak-emak.

Bahkan di Jakarta hampir sepekan ini harga cabai rawit sudah tembus menjadi 150 ribu/perkilogram. Hal ini mengkibatkan para pembeli menjadi keberatan hingga mencari yang murah sekalipun kwalitas cabainya tidak bagus. 

Saya dikampung kebetulan mempunyai sedikit tanaman cabai rawit disawah. Bisa dipastikan hampir setiap hari Saya memetik cabai tersebut baik untuk kebutuhan sendiri maupun dijual ketika ada tetangga yang memesannya harga berkisar sampai 120 ribu/kg. Tergantung negosiasinya dari pembeli.

Harga cabai rawit mahal/foto: samhudi
Harga cabai rawit mahal/foto: samhudi
Menamam cabai rawit kini sangatlah susah. Pasalnya, hama pada tanaman yang bernama wereng tersebut sangatlah ganas. Sehingga menyulitkan para petani.

Selain terkena serangan hama wereng juga masalah faktor cuaca pun mempengaruhi. Cuaca sangat kurang kondusif sehingga berpengaruh terhadap tanaman cabai rawit bagi para petani.

Ketika cabai sudah mulai memerah maka telat sedikit saja bakalan busuk atau rusak dimakan wereng pada esok harinya jika tidak segera dipetik.  Inilah penyebab utama harga cabai rawit menjadi mahal.

Tananam cabai rawit jika kelebihan air karena faktor cuaca maka berpengaruh pada buah tersebut. Misalnya cuaca setengah hujan setengah panas, itulah dampak utama pada busuknya cabai rawit yang Saya punyai disawah.

Cabai rawit siap panen/foto: samhudi
Cabai rawit siap panen/foto: samhudi
Saya pernah melihat cabai sudah sedikit memerah tetapi tidak langsung dipetik di esok harinya menjadi rusak. Alhasil tidak dapat memetiknya. Serangan hama wereng begitu dahsyat akhirnya busuk. Kalaupun dipetik belum menyentuh pun sudah jatuh. Begitulah susahnya dimusim sekarang ketika menam cabai rawit.

Jika pada tahun sebelumnya memanen cabai rawit dapat hasil 3 kwintal per karung namun untuk tahun ini hanya beberapa karung saja yang layak terjual.

Cabai rawit siap jual/foto: samhudi
Cabai rawit siap jual/foto: samhudi
Selain dijual sebagian untuk konsumsi pribadi sehingga menghemat pengeluaran biaya ekonomi seperti bumbu dapur dan lainnya. Lumayan kan?dari pada beli 2 ribu dapat sepuluh biji.

Mengingat masih banyaknya cabai rawit yang belum siap dipanen dan rata-rata masih hijau Saya pun antusias dengan tanaman ini walaupun sedang dilanda musibah hama namun tetap bersyukur.

Menanam cabai sebetulnya lumayan hasilnya untuk membantu perekonomian keluarga. Jika satu kilo saja dikampung Saya dihargai dari 120 ribu dan luar jawa pun rata-rata sampai 120 ribu maka tinggal dikalikan saja satu kwintal. Satu kwintal 100 kg. Berapa duit itu? Itung dewe wae, haha..

Cabai rawit 150 ribu/kg/foto: samhudi
Cabai rawit 150 ribu/kg/foto: samhudi

Sebagai kerja sampingan menanam cabai rawit sangat berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi pada setiap petani. Daerah Saya hampir setiap petani menanam tananam cabai rawit. Sebab sudah tahu hasilnya maksimal jika lagi mahal.

Sebagaimana orang tua Saya juga sudah tahunan menanam cabai yang kini diturunkan pada Saya. Ya lumayan lah sebagai tambahan untuk beli kopi dan rokok. Namun ternyata pada tahun ini tanaman cabai sedang mengalami gangguan sedikit yakni sensitif terhadap cuaca.

Salah satu mata pencaharian para petani adalah padi, disamping padi juga berbagai macam tanaman petani dari mulai jagung, kacang dan juga cabai pun ikut ditanam petani sebagai kerja sampingan yang kini bersamaan dengan musim panen padi, cabai pun ikut panen. 

Kerja sampingan bukan hanya memfokuskan pada padi saja ataupun cabai belaka. Banyak kerja sampingan dari petani mulai dari menanam berbagai sayuran seperti kangkung, timun, kacang panjang juga sangatlah menjanjikan dan sudah terbukti memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat sekitar. 

Misalnya para pedang sayur keliling menjajakan dagangannya rata-rata didapat dari hasil pertanian sendiri. Seperti timun, kangkung, kacang panjang, daun singkong dan apa lagi cabai sudah pasti pasti selalu ada.

Selain itu dapat dilakukan sistem barter. Misalnya Saya mau beli timun satu kilo bisa bayar dengan cabai rawit pada pedagang sayur keliling tersebut karena pedangang sayur pun bakal dijual kembali. Inilah enaknya kerja sampingan sistim petani dikampung Saya.

Terkadang para pedagang sayur juga menjelaskan kepada para pembelinya terkait mahalnya harga cabai. Salah satu faktor utama adalah disamping banyak petani yang gagal panen padi juga banyak cabai yang busuk akibat cuaca yang kurang bersahabat.

Cabai rawit hasil memetik disawah sendiri/foto: samhudi
Cabai rawit hasil memetik disawah sendiri/foto: samhudi

Hal tersebut dialami oleh para petani dikampung Saya Brebes Jawa Tengah. Mengeluh disamping obatnya mahal, terkena hama, dan juga buahnya selalu busuk sebelum dipanen. Akibatnya cabaipun mengalami lonjakan tinggi.

Tidak semua para petani penanam cabai rawit mengalami kesejahteraan dan keskuksesan. Berbeda dengan tahun lalu. Sebab para petani tidak langsung dapat menjualnya ke pasar. Hal ini terjadi karena jauhnya lokasi pasar dan juga masih sedikitnya kendaraan beroperasi akibat wabah pandemi Covid-19.

Cabai rawit masih hijau/foto: samhudi
Cabai rawit masih hijau/foto: samhudi
Saya biasa jika menjual melalui pengepul lalu dari pengepul tersebut baru dapat di distribusikan kembali kepasar. Prosesnya juga lama sebab harus melalui perjanjian untuk memanen. Jika siap ya jadi dijual.

Cabai rawit yang bagus kwalitasnya harganya juga akan bagus begitu pula sebaliknya. Jadi dilihat dari kwalitas cabai pun dapat mempengaruhi harga. Hingga kini para petani cabai banyak mengalami kerugian akibat gagal panen karena cabai tersebut sudah busuk sebelum dipanen.

Harapan Saya semoga kondisi demikian kembali normal dengan sediakala sehingga para petani bangkit untuk kembali menanam cabai demi mensejahterakan keluarganya. Salam..

Samhudi Bhai

Kompasianer Brebes Community (KBC) 68 Jawa Tengah-Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun