Anak kecil usia TK dengan memakai kostum hitam-hitam lengkap dengan penutup wajah beserta senjata mainan tak ubahnya mirip kelompok teroris. Bebas sepanjang jalan meneriakan yel-yel takbir. Mengenaskan..
Sedang dibarisan depan adalah para orang tua dewasa dan remaja. Mereka membawa bendera HTI dengan kalimat laa ilaha ilallah Muhammadarasulullah sambil dikibar-kibarkan. Seakan dunia ini milik mereka bebas berbuat sesuatu sedang yang lain ngontrak.
Peristiwa seperti ini sebenarnya sudah dapat dijadikan oleh semua orang bahwa ajaran radikalisme memang ada di Indonesia. Sasarannya ialah anak-anak.
Kelompok radikalisme memang dimanapun berada tetap bersikekeh keras kepala selalu dan selalu mencari jalan supaya mereka dalam beraksi menemui kemudahan dan berjalan mulus.
Pada saat mencari mangsa orang dewasa khususnya mahasiswa namun kelompok ini mengalami hambatan dan rintangan mereka justru malah memilih anak-anak yang dijadikan sasaran ajarannya.
Berbagai macam cara ia lakukan mulai penitipan anak, mendirikan yayasan pendidikan, sekolah TK, dan PAUD.
Umumnya doktrin mereka selalu dibalut dengan Agama. Sehingga ada kesan menarik sebagai framing dari ajarannya. Hal inilah yang terjadi dimasa sekarang
Bocah cilik yang sudah tentu belum nalar belum mengerti apa-apa selain menangis dan jajan cilok tentu mudah sekali otaknya dicuci sehingga hal demikian akan gampang didoktrin sesat sampai menyerap dalam otaknya hingga dewasa.
Guru sebagai tenaga pengajar untuk usia TK sudah tentu di ikuti oleh anak didiknya sebab sikecil pasti percaya saja jika sudah gurunya yang menyuruh.
Bukankah anak seusia TK akan lebih baik jika setiap hari diajari adab, etika, kesopanan dan akhlaq pada orang tua dan sesama temannya? Atau nyanyi Garuda Pancasila atau balonku ada lima juga bisa.
Bukan diberi wejangan dongeng tentang kalahnya Palestina dengan Israel. Ini kan doktrin teroris sesat mereka.