"Ibu juga tidak tahu kalo kamu ngarit sebab ibu belum pulang dari sawah tetangga, ibu saja tadi pas pulang kehujanan.." timpal ibu saya.
"..Ngak papa kok bu, ngak papa kok pa.." kata saya.
Jam menunjukan pukul 05.00 sore. Hujan diluar masih berlanjut hingga reda sehabis maghreb.
Malam itu badan saya kembali menggigil kedinginan dikamar dan saya pun dinyatakan oleh ibu meriang panas dingin. Pagi hari nya saya tulis surat dan saya titipkan sama teman untuk disampaikan pada guru disekolah. Surat itu ijin tidak masuk sekolah.
Sehari berlalu saya masih drop badan masih lemas tak bertenaga. Sekalipun telah minum obat bodrex dan sirup hemaviton kala itu. Namun tak kunjung sembuh hingga akhirnya pada hari ketiga saya dibawa kepuskesmas untuk penanganan lebih lanjut.
Nah disinilah peran ibu saya mulai nampak. Ketika saya terbaring selama tiga hari, ibulah yang merawat setiap hari. Sekaligus menggantikan posisi saya sebagai pencari rumput.
Ketika agak mendingan dihari ke empat. Siang itu jam 01.00 wib sehabis sholat duhur. Ibu pesan saya saya untuk tidak main kemana-mana.
"Kamu baru sembuh, ingat jangan main kemana-mana dulu sebelum sembuh total, sekarang ibu mau ngarit dulu.." ujanya. "Iya bu.. jawabku.
Biasa jika ibu pulang dari sawah orang jam 12.00 siang dan istirahat sebentar. Berangkat lagi kesawah untuk melanjutkan tandur pari. Dan Ayah jugq berangkat lagi untuk kerja bangunan.
Namun ketika saya sakit. Ibulah yang mencari rumput, Ibulah yang mengurusi saya. Sedang adiku masih kecil-kecil. Mereka belum bisa apa-apa.
Ketika hari itu sore jam 03.00 cuaca terang matahari juga sudah mulai berjalan menuju senja. Biasa ibu sudah pulang dijam itu. Namun tak kunjung pulang, maka saya beranikan diri untuk kesawah dengan maksud nengok ibu.Â