Sampai saat ini, perombakan PT masih terbentur secara legal. Gugatan masih terus masuk, tetapi Mahkamah Konstitusi berkukuh dengan putusannya terdahulu bahwa PT adalah norma konstitusional. Alhasil, perombakan PT hanya bisa dilakukan lewat proses legislasi amendemen UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum.
Jika melihat kondisi status quo, mungkin hanya PDIP yang paling berkepentingan mempertahankan PT. Bermodalkan 22% kursi DPR, hanya partai berlogo banteng moncong putih itu yang bisa mandiri mengusung calon presiden. Secara historis pun PDIP adalah inisiator PT ketika diterapkan menjelang Pilpres 2009.
Di isu cukup-populer-tapi-mandek inilah Luhut bisa memperlihatkan kelihaian berpolitik. Revisi PT dapat dilakukan via RUU usulan DPR. Bermodalkan Golkar, PKB, dan PAN, Luhut sudah mengamankan 32,5% kursi DPR. Jumlah kursi bertambah menjadi 50,5% karena kubu oposisi Demokrat dan PKS nyaring bersuara menghapus PT.
Walau sudah cukup 50% plus satu, panen dukungan bisa meluas lagi. Partai Nasdem yang sudah lengket dengan Gubernur DKI Anies Baswedan tentu lebih leluasa di 2024 kalau PT dilonggarkan. Hati kecil Gerindra yang mengusung kembali Prabowo Subianto pun pasti khawatir gigit jari jika gagal berkoalisi. Walau suaranya paling bontot, PPP tentu berharap pula bisa mengusung calon seperti 2004 silam.
Praktis tinggal PDIP sendiri yang kemungkinan menginginkan PT dipertahankan. Namun, kekuatan PDIP tentu bukan semata bangku di parlemen. PDIP adalah partainya Presiden Jokowi. Faktor ini lebih penting dari 100% kursi parlemen sekalipun. Mengapa?
Sebab konstitusi mengatur bahwa UU disusun bersama oleh DPR dan presiden. DPR boleh mengusulkan RUU, tetapi semua sia-sia kalau Istana tidak mengirimkan surat presiden. Sebaliknya, RUU usulan pemerintah bisa mentok kalau parlemen menolak.
Di sinilah Luhut bisa kembali bermain dengan kelihaiannya. Bagaimana meyakinkan Jokowi sang sohib untuk bersedia mengirimkan surat presiden membahas RUU usulan DPR. Jika ingin prosesnya cepat Jokowi bisa meneken peraturan pemerintah pengganti UU atau perppu. Nantinya, DPR tinggal voting untuk menyetujui.
Apakah Jokowi berani berbeda dengan partainya? Faktanya, Jokowi pernah menolak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri meski ditekan PDIP pada 2015 silam. Masuknya Luhut ke kabinet pun disebut-sebut melawan kehendak partainya. Terkait legislasi, pada pertengahan 2020 Jokowi menolak mengirimkan surat presiden pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila inisiatif Fraksi PDIP.
Sebelum mengambil langkah seberani itu, tentu Jokowi harus mendapatkan dukungan massa. Kalau soal ini, Luhut kembali bisa bergerilya. Mewacanakan isu mustahil saja mampu, mengapa soal revisi PT yang didukung mayoritas publik tidak bisa?
Jika PT berhasil dirombak, saya meyakini citra 'porak-poranda' Jokowi dan Luhut akan sedikit terperbaiki. Sebaliknya, PDIP akan menjadi pihak antagonis. Andai bertahan dengan sikap tersebut, PDIP harus siap terpojokkan sendirian.
Secara prinsip, Luhut pun sudah sepakat untuk mengakhiri pembelahan publik akibat pemilu. Itulah salah satu justifikasinya mengusulkan penundaan pemilu. Tentu salah alamat karena berapa tahun pun pemilu digeser polarisasi masih ada jika sumbernya, ambang batas pencalonan presiden 20%, terus eksis.