Salahkah Menko Luhut B. Pandjaitan ketika menggaungkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden? Bukan sekadar mewacanakan, malah Luhut dituding telah bergerilya untuk mengegolkan ide tersebut.Â
Bagi kita yang meyakini bahwa demokrasi dan pembatasan masa jabatan adalah sepaket, tidak perlu ragu menjawab 'salah'. Pembatasan masa jabatan presiden memang hanya salah satu norma UUD 1945 hasil amendemen. Meski demikian, periodisasi presiden adalah jantung Reformasi 1998. Sebuah gerakan yang turut membuahkan demokrasi langsung. Tanpa demokrasi langsung, mustahil seorang saudagar mebel seperti Joko Widodo menjadi RI-1.
Wajar kiranya para pecinta demokrasi bak tersambar petir mendengar wacana penundaan pemilu berseliweran di sekitar Istana. Luhut, sejumlah menteri, dan pentolan partai dengan entengnya mengemukakan penundaan pemilu. Ketika rakyat menunggu komentar Presiden Jokowi, yang ada kata-kata bersayap.
Minggu kemarin, 10 April 2022, Jokowi akhirnya secara resmi memastikan Pilpres 2024 berlangsung sesuai jadwal. Kata-kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut jauh lebih terperinci dibandingkan saat rapat kabinet beberapa hari sebelumnya. Dengan ketegasan ini, wacana tersebut mati dengan sendirinya.
Penolakan Jokowi baru diucapkan ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara terbuka menolak amendemen UUD 1945. Amendemen merupakan salah satu pintu masuk untuk melonggarkan masa jabatan presiden. Partai lain kemudian segendang sepenarian dengan sikap PDIP.
Bolehlah dikatakan bahwa PDIP menjadi pahlawan dari drama ini. Jika PDIP sebagai pemenang maka Luhut berada di barisan pihak yang kalah. Sebuah noda bagi seorang pejabat yang pernah mengatakan 'belum ada operasi saya yang gagal'. Caci maki kepada Luhut pun masih deras dibarengi dengan desakan pencopotannya dari kursi menteri. Termasuk disuarakan mahasiswa ketika berdemonstrasi hari ini, Senin, 11 April 2022.
Drama penundaan pemilu boleh dikatakan mati. Akan tetapi, saya melihat ada sebuah misteri yang semakin terbuka. Ini masih soal Luhut.
Selama ini, Luhut kerap disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Jokowi. Jejak pertemanan keduanya bermula dari dunia bisnis. Andil Luhut dalam pemenangan Jokowi sudah bukan rahasia lagi.
Selain mengisi pos menteri di dua periode pemerintahan Jokowi, Luhut pun sering mendapatkan tugas tambahan. Salah satu yang paling vital adalah sebagai Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali guna meredam pandemi Covid-19.
Para pengkritik kerap menyebut kewenangan Luhut sebagai menteri terlalu kuat. Olok-olok vulgar melabelinya 'presiden yang sebenarnya' yang sama saja mengatakan Jokowi sekadar boneka. Sindiran agak sopan menyebutnya 'perdana menteri'---setidaknya masih mengakui ada presiden di atasnya.
KENDALI PARTAI