Menurut saya, dunia diuntungkan dengan visi antiperang AS di masa Trump. Bisa jadi itu ada kaitan dengan latar belakang dirinya sebagai pengusaha hotel. Bisnis tersebut, misalnya, tidak mungkin jalan bila ada gangguan keamanan, lebih-lebih perang berkepanjangan.
Â
Entah apa pun alasannya, saya berpandangan perdamaian adalah obsesi seorang Trump. Bagaimana tidak dibilang obsesi jika dia sampai ikut campur mendamaian Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, Maroko. Bahkan Indonesia pun menjadi salah satu negara objek perdamaian dengan Israel.
Saya semakin meyakini perdamaian adalah obsesi Trump ketika mendengar responsnya atas kerusuhan di Gedung Capitol, Washington DC, Rabu, 6 Januari 2021. Sebagaimana dicuplik dari isi video Twitternya, Trump mengutuk aksi para pendukungnya itu.
"Seperti semua orang Amerika, saya marah dengan kekerasan, pembangkangan hukum, dan kekacauan," kata Trump.
Sebagaimana kita ketahui, massa yang mengobrak-abrik Gedung Capitol adalah orang-orang yang pada siang harinya berkumpul mendengarkan pidato Trump di depan Gedung Putih. Mereka sama-sama memprotes kecurangan Pilpres 2020.
Pada saat bersamaan, DPR dan Senat AS mengadakan sidang penetapan hasil Pilpres 2020. Para demonstran menuntut agar para legislator menolak pengesahan hasil pemilihan di sejumlah negara bagian yang memenangkan rival Trump, Joe Biden.
Dalam negara demokrasi seperti AS, demonstrasi adalah saluran aspirasi. Kendati motivasi mereka dicibir oleh para musuh politik, unjuk rasa adalah sah. Namun, hal itu menjadi ilegal bila disertai dengan kekerasan. Terlebih, mengobrak-abrik gedung vital negara.
Media-media massa di AS, yang umumnya memang beraliran liberal, menuduh Trump menghasut kerusuhan di Gedung Capitol. Faktanya, pidato maupun video Twitter Trump saat dan sesudah demonstrasi justru mengingatkan aksi damai.
"Saya meminta siapa pun yang ada di Capitol untuk tetap penuh damai. Tidak ada kekerasan. Ingatlah, kita [Republik] adalah partai hukum dan ketertiban," ujarnya.
Hukum dan ketertiban (law and order) adalah pesan yang berulang kali disampaikan Trump kala kerusuhan melanda seantero AS setelah tewasnya pria kulit hitam George Floyd di Kota Minneapolis, Minnesota, pada 25 Mei 2020.
Demonstrasi setelah kematian Floyd didalangi oleh kelompok Black Lives Matter (BLM). Unjuk rasa mereka tak jarang berujung aksi anarkis. Secara ideologi, para demonstran terafiliasi dengan Partai Demokrat.
Trump lantas memojokkan Demokrat, termasuk Joe Biden, sebagai pendukung kerusuhan. Sebagai pembeda, Trump mengklaim sebagai pengusung 'hukum dan ketertiban'. Jargon tersebut diyakini cukup ampuh memantik antusiasme pemilih yang alergi dengan kerusuhan.