Di sinilah saya kemudian teringat dengan apa yang persis dilakukan Saleh pada tahun 2008 lalu. Dia mencalonkan orang yang sama yakni Dahlan Iskan sebagai pengganti ketum yang sekarang.
Saya langsung berpikiran bahwa Nyalla betul-betul seorang epigon (peniru) sejati. Bahkan mungkin sangat terobsesi dengan apa yang dilakukan Saleh Mukadar. Nyalla mungkin mengira betapa hebatnya satu orang dari Jatim bisa membuat perubahan yang begitu drastis dalam sepak bola Indonesia. Ini tentu bisa menambah popularitas, tidak hanya di pentas lokal, tapi yang lebih penting lagi adalah seluruh Indonesia. Bahkan supaya persis sama, dia pun ingin menguasai Persebaya dengan menginduk pada perusahaan miliknya, PT Mita Muda Inti Berlian, yang kini main di Divisi Utama PT LI.
Namun, kita perlu bertanya terlebih dahulu, apakah Dahlan bersedia dicalonkan?
Saya yakin tidak. Dahlan bukanlah orang yang suka merebut kekuasaan. Dalam tulisan-tulisannya baik di buku-buku ataupun artikelnya di Jawa Pos, saya menemukan bahwa segala jabatan yang dipegang Dahlan tidak pernah diperoleh dengan cara-cara menjurus kotor.
Salah satu contoh, Dirut Jawa Pos yang dipegang Dahlan, didapat ketika pemimpinnya Eric Samola sakit dan kemudian meninggal dunia. Juga jabatan Dirut BUMD Jawa Timur yang pernah disandangnya bukanlah karena dia rakus jabatan. Pemprov Jatimlah yang memintanya.
Begitupun tatkala Dahlan dipercaya sebagai Dirut PLN, itu tidak diperolehnya dengan main politik. SBY lah yang secara langsung "memohon" dengan memanggilnya ke Istana. Masih belum cukup, di bidang ormas, Dahlan bahkan menolak ketika Jakob Oetama tak sanggup lagi memimpin Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Â dan dengan terpaksa menerima tongkat estafet ke tangannya.
Puncaknya tentu saja jabatan Menteri Badan Usaha Milik Negara. Dia mengganti Mustafa Abubakar pada 20 Oktober lalu karena yang bersangkutan menderita sakit. Bahkan ketika upacara serah terima jabatan pun Mustafa hanya senyum-senyum digantikan oleh mantan wartawan itu. Itu pertanda ikhlas!
Dari contoh-contoh tersebut, bisalah kita simpulkan bahwa seorang Dahlan Iskan mungkin digariskan langit untuk menjadi pemimpin. Nyaris tanpa perebutan berarti dan tanpa ada orang yang tersakiti karena digantikan olehnya.
Untuk konteks PSSI sekarang, kita bisa melihat KLB, kalaulah bakal terjadi (semoga tidak), penuh muatan ketamakan. Sudah jelas, masa jabatan ketum adalah empat tahun dan alasan-alasan KLB pun dibuat-buat seolah pengurus PSSI melanggar Statuta.
Itu artinya, kalau sampai terjadi, hanya akan menyakiti pihak pengurus sekarang, dalam hal ini Djohar Arifin. Dengan pengalamannya yang saya tulis di atas, proses seperti ini bukanlah yang dikehendaki oleh Dahlan Iskan. Dia pasti paham, orang-orang ini berebut jabatan itu dengan aneka cara. Pun tidak ada kekuatan (semisal menteri atau presiden) sebagai pemegang otoritas untuk memintanya menjadi ketua. Sebab anggotalah pemilik suara.
Sedangkan kita tahu, pemilik suara sekarang adalah orang yang penuh kepentingan belaka. Mereka bisa berubah wujud dalam sekejap, dari serigala menjadi domba, atau sebaliknya. Dahlan jelas tidak cocok dengan situasi ini. Dia yang pernah menjadi pengurus Golkar tentu paham kondisi "partai PSSI" seperti ini.