Melihat gelagat Simbolon itu, Akhirnya pada tahun 1956 Pemimpin AD mengganti Kolonel  Simbolon dengan Kolonel  Zulkifli Lubis. Tapi, serah terima jabatan tidak pernah dilakukan. Dalam masa itulah terjadi kemudian peristiwa yang merupakan cikal bakal berdirinya PRRI, yaitu reuni Divisi Banteng.
Letnan Kolonel Ahmad Hussein, komandan Resimen 4 yang berkedudukan di sumatera tengah (sekarang meliputi Sumbar dan Riau) mengadakan reuni bersama kawan-kawan seperjuangannya di Divisi Banteng ketika revolusi kemerdekaan dulu. Reuni tersebut diadakan di Padang. Tapi, reuni tersebut bukan reuni biasa. Reuni tersebut dilatarbelakangi keprihatinan atas situasi sosial politik .
Reuni itu menghasilakn keputusan antara lain: 1) Mendesak pemberian otonomi seluas-luasnya, 2) Pembentukan dewan banteng, 3) Penghapusan sistem pemerintahan sentralistik. Â Kemudian Ahmad Hussein melaporkan hal tersebut kepada atasannya, Kolonel Simbolon. Di Medan, Simbolon medukung pendirian dewan banteng. Malah ia kemudian mendirikan Dewan Gajah. Tidak hanya itu, ia juga mengeluarkan keputusan pada tanggal 22 Desember 1956 yang tidak mengakui kabinet dan mengambil alih komando pusat oleh TT I BB.
Pemerintah pusat bukan tidak merespon kemelut daerah itu. Tapi, peristiwa penggaranatan Cikini terhadap Bung Karno pada 1957mengurungkan penyelesaian secara damai. Pada 10 Februari 1958 tokoh politik yang kebanyakan berasal dari Masyumi dan PSI serta perwira-perwira menengah seperti  Simbolon, Ahmad Hussein, Zulkifli Lubis mengadakan pertemuan di sungai dareh Sumatera Barat.
[caption id="attachment_74819" align="aligncenter" width="336" caption="sungai dareh lingkar merah (portal.vsi.esdm.go.id)"][/caption]
Pertemuan tersebut menghasilkan ultimatum yang berisi: 1) Presiden Sukarno mencabut mandat kabinet juanda paling lama 5 x 24 jam. 2) Menugaskan Bung Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk zeken kabinet. 3) Jika tidak maka akan diambil kebijakan sendiri. Tentu pusat tidak merespon ultimatum tersebut dan membebastugaskan Kolonel Simbolon dan kawan-kawan.
PRRI lalu dideklarasikan pada tanggal 15 Februari. Syafrudin Prawiranegara yang pernah memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika agresi militer belanda II menjabat Perdana Menteri. Menlu dijabat oleh Simbolon, Menhan oleh mantan PM Burhanuddin Harahap, dan Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri perhubungan. Segera setelah itu di Sulawesi Letnan Kolonel DY Somba menyatakan bergabung dengan PRRI lewat piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Bukan Separatis
Jika kita perhatikan, "pemberotakan" Simbolon dan kawan-kawan itu bukanlah sebagai bentuk tindakan separatisme yang hendak mendirikan negara sendiri dan memecah-mecah NKRI. Apa yang dilakukan itu hanyalah bentuk rasa ketidakpuasan atas situasi politik yang berkembang. Naiknya PKI, pecahnya dwitunggal yang merupakan representasi Jawa-Luar Jawa turut memperburuk keadaan. Bung Karno nyaris tidak bisa berbuat banyak sebab Bung Karno hanya sebgai kepala negara bukan kepala pemerintahan. PRRI sendiri hanyalah pemerintahan, bukan negara. Karena itu tidak ada kepala negara PRRI. Mereka tetap mengakui Bung Karno sebagai Presiden.
Para tokoh PRRI juga bukan sembarang tokoh. Mereka bahu-mebahu memperjuangkan kemerdekaan RI. M. Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro tidak diragukan lagi komitmennya. Mereka tidak ingin memecah NKRI. Ketika Simbolon didatangi agen CIA dan menyarankan untuk meledakkan ladang minyak Caltex supaya Amerika punya dalih untuk menerjunkan pasukannya ditolak oleh Simbolon. Dia tidak ingin Indonesia pecah seperti korea. Keterlibatan AS hanya sampai pada bantuan persenjataan saja. Hal itu dapat dibuktikan saat operasi tegas di Riau. Pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Benny Moerdani mendapati persenjataan Amerika di Bandara Simpang tiga yang belum dipakai.
Simbolon juga tidak hendak memfederalkan Indonesia. Ketika Natsir, Syafruddin, dan Burhanuddin Harahap mengajukan usul pendirian Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang federalistik agar mendapat dukungan lebih luas, Simbolon menolak sebab itu hanya akan memecah bedasarkan suku dan agama saja. Akhirnya solusi RPI digugurkan oleh Simbolon.