Bahwa ternyata, siswa di kelas pun ada yang bisa membantunya menjawab pertanyaan siswa lainnya. Dengan ini, guru tidak menjadi si serba tahu dan serba benar. Namun, dengan ini pula, beban mengajar guru menjadi terasa lebih ringan. Di sini penting untuk menjadi guru yang moderat, tidak ekstrim ke kanan atau pun ke kiri.
Lahirnya Generasi Malas Berfikir
Sebagian guru bahkan memberi label siswa yang banyak bertanya sebagai siswa yang bodoh. Padahal pertanyaan adalah indikator daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan. Sehingga, lahirlah generasi masa kini yang enggan memberikan pertanyaan di kelas karena takut pertanyaannya salah dan dianggap bodoh. Lahirlah generasi masa kini yang tidak mampu berfikir kritis terhadap realita kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, jika itu bukan ranahnya, mereka tak mau pusing.
Sehingga timbullah sikap apatis, tidak peduli pada lingkungan sekitar, selama belum menjadi masalahnya. Bahkan, kalaupun sudah menjadi masalahnya, tak jarang yang tetap merasa masa bodoh. Tidak peduli bagaimana ia menjalani hidupnya, untuk apa, dan mau bagaimana nanti. Yang penting baginya tidak ada cap negatif dari orang. Padahal belum tentu cap negatif itu benar adanya.
Di sisi lain, pola ini membuat siswa yang punya daya nalar kuat dan kritis justru malah menjadi terhambat. Semakin banyak bertanya, maka semakin dianggap bodoh dan dikucilkannya. Bahkan, tidak sedikit siswa yang dianggap pembangkang akibat terlalu kritis di kelas.
Siswa-siswa kritis ini malah merasakan betapa menjenuhkannya suasana di kelas. Rasa jenuh di kelas membuat mereka mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang dianggapnya lebih menarik. Atau bahkan sengaja berulah di kelas demi mendapat perhatian gurunya.
Di sini, mustinya guru dapat lebih sensitif dengan apa yang dirasakan siswa di kelas. Bukan malah mengecap mereka sebagai pembangkang. Murid yang mencari perhatian hanya butuh didengarkan pendapatnya. Bukan ditinggalkan karena dianggap sebagai perusuh kelas.
Munculnya perusuh-perusuh kelas ini akibat guru yang tidak mau peduli dengan fenomena perilaku siswa yang menjadi biang rusuh. Menjadi guru bukan sekedar menyampaikan pengetahuan. Tapi lebih dari itu, menjadi guru juga mengelola psikologis siswa agar nyaman mengikuti pembelajaran di kelas.
Berdayakan Kemampuan SiswaÂ
Guru pun diharapkan jadi lebih tanggap dan menghargai kemampuan siswa didiknya. Guru musti siap dikritik dan terima bahwa selalu ada kemungkinan siswa bisa lebih unggul darinya. Atau mungkin siswanya biasa saja tapi ada sedikit kelebihan dari siswa-siswa tersebut yang bisa diakui dan diambil ilmunya. Kelas dan workshop pun menjadi tempat saling berbagi ilmu.