Mohon tunggu...
Salwa Qotrun Nafiah
Salwa Qotrun Nafiah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang mencari bekal yang baik untuk kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sang Pencari Kebenaran

30 Juni 2024   17:25 Diperbarui: 30 Juni 2024   17:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap manusia di muka bumi ini memiliki fitrah untuk mencari sebuah kebenaran. Ada salah satu kisah menarik dari seorang pencari kebenaran, yang Rosulullah saja mengatakan kepada pemilik kisah ini, bahwa beliau suka apabila kisah ini diceritakan. Ya, kisah siapa lagi jika bukan kisah Salman Al Farisi. Seorang sahabat mulia yang sangat dicintai Nabi . Bahkan beliau pernah mengatakan " Salman bagian dari kami, ahlu bait."

Salman berasal dari sebuah kota bernama Asfahan di Persia, tepatnya di kampung Ji. Ayahnya adalah kepala suku di daerah tersebut dan ia memiliki lahan yang sangat luas. Ayah Salman sangat mencintai Salman, sampai-sampai ia dikurung di rumah layaknya seorang gadis pingitan. Ada pula yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang pendeta majusi dan ia ingin menjadikan Salman sebagai penerusnya, sehingga Salman tidak diperbolehkan pergi selain ke tempat pembakaran api agar Salman tak terpengaruh oleh agama lain.

Suatu hari, ayah Salman sibuk dengan pembangunan sehingga tidak sempat mengurusi kebunnya. Ia pun menyuruh Salman untuk pergi ke kebun, dan ini adalah kali pertama ayahnya menyuruh Salman pergi selain ke tempat pembakaran api. Sebelum tiba di kebun, Salman sempat melintasi sebuah gereja milik orang-orang nasrani dan ia mendengar mereka sedang mengerjakan ritual ibadah. Salman pun kagum dengan ibadah mereka dan ia bertanya tentang asal agama tersebut yang ternyata berasal dari negeri Syam. Ketika Salman pulang, ternyata ayahnya telah menyuruh beberapa orang untuk mencari Salman. Ayahnya yang merasa khawatir bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi hari ini dan Salman pun menceritakannya. Lantas sang ayah mengurungnya dan mengikat kakinya dengan rantai besi. Salman tidak diam begitu saja. Ia mengutus seseorang untuk pergi ke gereja dan menanyakan kapan akan ada rombongan pedagang dari Syam dan kapan mereka akan kembali ke sana. Salman pun menunggu rombongan tersebut. Tatkala ia mendengar kabar tentangnya, ia melepas ikat rantainya dan kabur ke Syam bersama rombongan itu.

Sesampainya di Syam, Salman bertanya kepada orang-orang nasrani "Siapakah pemeluk agama ini yang paling baik?". Maka mereka mengarahkannya kepada seorang uskub di gereja. Salman pun mendatanginya dan mengatakan bahwa ia ingin tinggal bersamanya, mengabdi kepadanya dan mengambil ilmu darinya. Namun ternyata uskub itu bukanlah orang yang baik. Ia menyuruh para jamaah untuk bersedekah, tapi ia justru  menyimpannya untuk dirinya sendiri, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh peti emas dan perak. Salman membenci uskub tersebut. Tatkala ia meninggal dunia, Salman mengatakan kepada orang-orang bahwa ia bukanlah orang yang baik dan ia memberi tahu mereka tempat harta mereka disimpan. Maka mereka pun mengambil kembali harta mereka dan mereka tidak mau menguburkan uskub tersebut. Mereka malah menyalibnya dan melemparinya dengan batu. Dari sini kita bisa melihat betapa bersihnya hati seorang Salman. Ia bisa saja mengambil harta tersebut dan tidak memberi tahu orang-orang, tapi ia memilih untuk mengembalikannya dan tidak mengambil sepeser pun.

Setelah itu, orang-orang mengangkat uskub baru. Kali ini ia adalah seorang laki-laki sholeh yang gemar beribadah sepanjang hari, bersikap zuhud dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia. Salman mencintai dan membersamainya hingga tiba ajal sang pendeta tersebut. Sebelum ia wafat, Salman meminta wasiat darinya agar ia menunjukkan kepada siapa Salman harus berguru. Maka ia memerintahkan Salman untuk berguru kepada seorang pendeta di Moshul (salah satu kota terpencil di Irak dan Salman harus menempuh perjalanan selama satu bulan). 

Salman pergi menemui pendeta tersebut dan hidup bersamanya. Pendeta tersebut adalah orang yang sholeh seperti pendeta sebelumnya. Selang beberapa lama, pendeta tersebut wafat. Sebelum ajal menjemput, Salman meminta petunjuk darinya. Maka ia memerintahkan Salman untuk berguru kepada seorang pendeta di Nashibain (daerah pesisir irak).

Ia pergi menuju pendeta yang keempat dan ia menemuinya sebagai orang yang sholeh, seperti halnya pendeta kedua dan ketiga. Namun, tak lama kemudian mereka harus dipisahkan oleh maut. Ketika ajal sang pendeta menjelang datang, Salman meminta petunjuk darinya. Maka ia menunjukkannya seorang yang sholeh di daerah Amuriyah.

Salman hidup bersama orang tersebut sambil bekerja hingga ia mempunyai sejumlah sapi dan kambing. Ketika ajal hendak menjemput pendeta tersebut, Salman meminta wasiat darinya. Pendeta tersebut berkata "Wahai anakku, Demi Allah aku tidak tahu ada seorang manusia pun yang masih menjalankan ajaran yang kami jalankan ini sehingga aku memerintahkanmu untuk mendatanginya. Akan tetapi, telah tiba padamu sebuah zaman dimana seorang nabi akan diutus dengan membawa ajaran Ibrahim. Ia akan muncul di tanah Arab lalu hijrah ke tanah yang terletak di antara harrotain (bukit berbatu) yang di antara keduanya terdapat banyak pohon-pohon kurma (Madinah). Ia memiliki tanda-tanda yang tidak tersembunyi; makan dari harta pemberian atau hadiah, tidak makan dari harta sedekah dan di antara kedua bahunya ada cap kenabian. Jika kamu mampu mendatangi negeri itu maka lakukanlah."

Setelah pendeta tersebut wafat dan dikuburkan, Salman masih tinggal di Amuriyah, hingga melintaslah pedagang dari Bani Kalb. Salman meminta mereka untuk mengantarkannya ke jazirah Arab dengan imbalan semua sapi dan kambing miliknya. Namun, tatkala mereka tiba di Wadi Al Qura (lembah dekat Makkah), mereka menjual Salman kepada seorang yahudi sebagai budak. Ia pun dibawa oleh yahudi tersebut. Ketika Salman melihat pohon-pohon kurma, ia berharap tempat tersebut adalah negeri yang disebutkan oleh sang pendeta.

Kemudian datang putra dari paman orang yahudi itu yang merupakan penduduk Bani Quraidzah. Ia membeli Salman dan membawanya ke Madinah. Tatkala Salman melihat Madinah, ia langsung tahu bahwa tempat itu adalah Madinah, dengan ciri yang disebutkan pendeta dulu. Maka Salman pun tinggal di sana sebagai seorang budak.

Lalu Allah mengutus Rasul-Nya di Makkah. Salman tidak mendengar kabar tentang hal ini karena ia disibukkan oleh pekerjaannya. Hingga suatu hari Nabi hijrah ke Madinah. Saat itu Salman sedang bekerja dan ia berada di atas pohon kurma milik majikannya, sedangkan majikannya duduk di bawah pohon. Tatkala sepupu majikannya datang, ia membawa kabar tentang seorang yang mengaku nabi datang ke Quba. Tubuh Salman gemetar, lalu ia turun dari pohon kurma dan bertanya kepada majikannya untuk memastikan kabar itu. Namun, majikannya malah memukul dan memarahinya.

Pada sore hari, Salman membawa makanan yang telah ia kumpulkan menuju Rasulullah yang sedang berada di Quba. Salman memberikannya kepada Nabi dan para sahabatnya sebagai sedekah, karena ia mengingat perkataan sang pendeta. Maka Nabi membagikan kepada para sahabat dan beliau tidak memakannya. Dalam hati ia berkata bahwa ini adalah tanda kenabian yang pertama.

Dua hari kemudian, Nabi pindah ke Madinah. Salman kembali mendatanginya sambil membawa makanan yang telah ia kumpulkan. Kali ini ia memberikannya sebagai hadiah. Nabi pun memakannya bersama para sahabat. Dan ini adalah tanda yang kedua.

Kemudian Salman datang kepada Nabi tatkala beliau sedang berada di Baqi. Beliau mengantarkan jenazah salah satu sahabatnya. Salman mengucapkan salam kepadanya lalu memutar untuk melihat punggung beliau. Tatkala Rasulullah melihatnya berputar ke belakangnya, beliau tahu bahwa Salman sedang menyelidiki dan mencari kepastian. Maka beliau menurunkan selendangnya sehingga Salman melihat khotam itu. Salman pun tahu bahwa beliau adalah nabi yang selama ini ia cari. Maka Salman mendekap Rasulullah seraya menciumnya dan menangis. Lalu Salman menceritakan kisahnya kepada Nabi .

Sungguh ini adalah kisah yang sangat luar biasa dari seorang pencari kebenaran. Ia rela meninggalkan rumah, keluarga, hingga kedudukannya. Bahkan ia sempat menjadi budak, padahal ia adalah anak seorang kepala suku. Semoga Allah selalu menanamkan dalam diri kita semangat dalam berjalan menuju kebaikan, layaknya semangat yang ada pada diri Salman Al Farisi Radhiyallahu Ta'ala 'anhu.

Sumber : https://youtu.be/t5KBQjEPaFk?si=mWkwibra5LRPbK-Q

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun