Mohon tunggu...
Salwalani Faisal
Salwalani Faisal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemotongan Pajak Rumah 16 Persen, Kita Usahakan Rumah Itu

17 Desember 2024   12:03 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:48 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pajak Pembelian Rumah Dihapus (Sumber : Diolah oleh Penulis)

Apapun kebijakannya, peluang dan tantangan adalah dua hal yang memang saling mengiringi. Dalam hal ini, optimisme terkait keberhasilan tentu harus dikawal dengan optimalisasi implementasi kebijakan tersebut. Adapun dengan menggunakan pendekatan secara komprehensif, kebijakan ini harusnya dapat menjadi salah satu motor utama dalam menciptakan ekonomi berkelanjutan yang inklusif di Indonesia. Adanya tantangan dan peluang harus dijadikan acuan untuk monitoring implementasi terkait keberlanjutan suatu kebijakan.  Dengan menilik setiap peluang maupun tantangan tekait kebijakan ini, diperlukan koordinasi yang lebih mendalam karena usulan kebijakan ini tentunya bukan hanya tentang peluang tekait stimulus ekonomi, melainkan tentang bagaimana suiatu kebijakan untuk dapat fokus dalam hal memberikan keadilan dan kesempatan bagi mereka yang paling membutuhkan.

Salah satu potensi risiko yang dihadapi adalah berkurangnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang selama ini menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Namun demikian, kebijakan ini diproyeksikan akan memberikan efek domino yang lebih besar bagi perekonomian, terutama melalui multiplier effect dari sektor properti. Lonjakan aktivitas di sektor ini dapat menghasilkan pajak dari sektor lain, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dari pekerja konstruksi, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang masih dibebankan setiap tahun.

Selain itu, dampak sosial dan ekonomi juga tidak dapat diabaikan. Penurunan pajak rumah akan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki hunian yang layak. Dengan berkurangnya biaya awal untuk membeli rumah, permintaan akan properti diharapkan akan meningkat, yang secara langsung dapat menggairahkan sektor konstruksi. Peningkatan ini tidak hanya akan membuka lapangan kerja baru, tetapi juga membantu mengurangi backlog perumahan nasional yang mencapai sekitar 12,75 juta unit.

Namun, kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan pendekatan yang selektif. Misalnya, insentif pajak dapat diarahkan secara lebih spesifik pada segmen rumah dengan harga tertentu yang sesuai dengan kebutuhan MBR. Jika tidak, ada risiko bahwa kebijakan ini akan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat yang memiliki daya beli tinggi, yang dapat mengurangi efektivitas program dalam menyelesaikan krisis perumahan.

Dalam jangka panjang, implementasi kebijakan ini juga dapat memperkuat komitmen pemerintah untuk mencapai target pembangunan 3 juta rumah per tahun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan perumahan yang layak bagi masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dengan mengarahkan insentif ke sektor perumahan yang paling membutuhkan, pemerintah tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih kuat.

Jadinya, Putus atau Terus?

Pemangkasan pajak properti ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, pemangkasan pajak properti berpotensi menggerakkan sektor properti dan mendukung pemulihan ekonomi; di sisi lain, pemangkasan pajak properti menjadi tantangan bagi pemerintah untuk memastikan penerimaan negara tidak terganggu.

Kebijakan ini perlu dievaluasi dan disesuaikan secara cermat, agar dampaknya tidak hanya dirasakan sesaat, tetapi dapat mendukung stabilitas fiskal jangka panjang. Di era ketidakpastian ekonomi saat ini, strategi yang adaptif dan berbasis data menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang efektif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk memastikan kebijakan ini tepat sasaran, pemerintah perlu memperkuat regulasi, meningkatkan transparansi, dan mengarahkan insentif kepada segmen masyarakat yang paling membutuhkan. Sektor properti tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, tetapi juga menjadi solusi krisis perumahan yang selama ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

Dengan pendekatan yang tepat, kebijakan pemotongan pajak properti dapat bertindak sebagai katalisator bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Efek pengganda ekonomi yang dihasilkan, seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan konsumsi, diharapkan dapat mengimbangi potensi hilangnya pendapatan negara dalam jangka panjang.

Authors: Alya Raihan Luthfiyah & Salwalani Faisal, Mahasiswi Prodi D4 Manajemen Keuangan Negara, Politeknik Keuangan Negara STAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun