Mohon tunggu...
Salwalani Faisal
Salwalani Faisal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemotongan Pajak Rumah 16 Persen, Kita Usahakan Rumah Itu

17 Desember 2024   12:03 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:48 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pajak Pembelian Rumah Dihapus (Sumber : Diolah oleh Penulis)

Berdasarkan data terakhir, dari BPS (Susenas tahun 2021 - 2023), bahwa Indonesia masih memiliki kesenjangan yang mencolok terkait akses terhadap hunian layak antara perkotaan dan pedesaan. Total untuk data terakhir BPS yaitu hanya sekitar 63,15% rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak.  

Data tersebut menjadi pengingat tersendiri terkait fokus tujuan dari kebijakan ini yaitu dalam hal memenuhi kebutuhan dasar penduduk di Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, tentunya kebijakan terkait pemotongan pajak rumah sebesar 16% ini menjadi sebuah usulan dalam hal menangani urgensi akses masyarakat terhadap rumah layak huni. Kebijakan tersebut harus mampu diarahkan pada segmen rumah, khususnya untuk masyarakat menengah ke bawah serta pembangunan hunian di wilayah pedesaan. Pemetaan lebih lanjut sangat diperlukan dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat serta memastikan alokasi sumber daya yang tepat sasaran. 

Selain itu, kebijakan ini juga disambut sangat baik oleh Menteri BUMN, bapak Erick Tohir. Dalam hal ini, Erick Thohir mendukung langkah tersebut dengan optimalisasi aset BUMN, termasuk pemanfaatan tanah tidak produktif milik perusahaan pelat merah. Dikutip dari website Market Bisnis, dalam jumpa pers di Gedung DPR pada tanggal 8 November lalu, pak Erick Tohir mengungkapkan sinergi yang akan dilakukan dalam mendukung program ini. "Hal ini juga sejalan dengan program besutan Presiden Prabowo yaitu pembangunan 3 juta rumah, yang mana pada nantinya hunian direncanakan berkonsep Transit Oriented Development (TOD) yang terintegrasi dengan transportasi publik." ungkap Menteri BUMN, Erick Tohir. 

Menteri Perumahan Maruarar Sirait juga menegaskan pentingnya pemetaan peluang dan masalah untuk memastikan kesiapan program di lahan BUMN yang saat ini kurang dimanfaatkan. Sinergi antara kebijakan pajak properti dan optimalisasi aset BUMN sangat penting karena memberikan solusi konkret terhadap kekurangan hunian layak sambil memberdayakan aset negara yang sebelumnya tidak termanfaatkan. Dengan mengintegrasikan insentif pajak dan pembangunan berbasis TOD, kebijakan ini tidak hanya mempermudah akses masyarakat terhadap perumahan tetapi juga meningkatkan efisiensi transportasi, menciptakan lingkungan yang lebih tertata, serta mendukung pembangunan berkelanjutan.

Analisis Risiko dan Implikasi Kebijakan : Efek Multiplier Sektor Properti

Usulan terkait kebijakan pemotongan pajak rumah ini tentunya memunculkan kekhawatiran terhadap dampaknya ke penerimaan negara. Poin utama terkait dengan kekhawatiran ini yaitu terkait risiko terhadap keberlanjutan fiskal, termasuk pada potensi besarnya defisit anggaran. Hal ini menjadi sangat wajar karena kebijakan pemotongan pajak tersebut secara langsung memang dapat mengurangi miliaran rupiah pendapatan dari sektor perpajakan yang seharusnya dapat digunakan untuk mendanai program pemerintah.

Kinerja kebijakan yang belum pasti ini pun, hasilnya bisa saja bervariasi dan tergantung pada respons pasar. Terlebih lagi, kabarnya kebijakan ini hanya berlaku untuk jangka pendek yaitu sekitar satu sampai tiga tahun. Periode yang terbatas ini juga perlu dijadikan perhatian khusus karena dampak pada penerimaan negara membutuhkan waktu yang lebih lama jika harus menghadapi adaptasi ataupun pemulihan. Tak lupa juga berkaitan dengan risiko peningkatan beban pada anggaran negara. Dalam implementasinya, jika insentif pajak ini diberikan, maka pemerintah perlu mencari sumber pendapatan alternatif atau dengan menekan pengeluaran di sektor lain. Tentunya, hal tersebut akan memicu ketidakseimbangan dalam pengelolaan anggaran, apalagi jika insentif ini tidak menghasilkan peningkatan ekonomi secara signifikan dalam jangka pendek. 

Walaupun begitu, kekhawatiran ini dapat diatasi jika dirancang dengan target yang jelas, misalnya dengan fokus pada rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau properti di wilayah dengan backlog yang tinggi. Pengurangan pajak properti juga dapat memicu multiplier effect yang berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti konstruksi, perbankan, dan manufaktur. Stimulus di satu sektor akan dapat menghasilkan efek secara berantai ke sektor - sektor yang lain yang akan memperkuat daya dorong ekonomi secara menyeluruh. Alur pada efek ini misalnya dimulai dari meningkatnya minat investasi di sektor properti yang kemudian permintaan bahan bangunan serta tenaga kerja konstruksi juga akan meningkat. Untuk selanjutnya, akan dapat menggerakkan juga sektor lain meliputi keuangan dan layanan. Efek multiplier ekonomi yang dihasilkan tesebut, seperti penciptaan lapangan kerja hingga peningkatan konsumsi, diharapkan dapat mengkompensasi potensi kehilangan pendapatan negara dalam jangka panjang.

Selain itu, dalam konteks pemotongan pajak properti ini tidak hanya menguntungkan investor dan pemilik properti, tetapi juga menciptakan efek luas yang mendukung konsumsi domestik dan investasi swasta. Oleh karena itu, kebijakan ini dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mempercepat pemulihan ekonomi, terutama jika dikombinasikan dengan strategi-strategi penguatan daya beli masyarakat.

Oleh karena itu, kunci keberhasilan dalam hal ini adalah perihal pemerintah yang perlu mencapai keseimbangan yang tepat. Pemotongan pajak yang berlebihan dapat mengurangi penerimaan negara secara signifikan. Oleh karena itu, penting untuk mengukur apakah kenaikan aktivitas ekonomi yang dihasilkan mampu mengimbangi penerimaan pajak properti yang hilang.

Stimulus Ekonomi atau Tantangan Ekonomi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun