Nama : Salwa Jinan Azzahra
Prodi : Kedokteran
Garuda : 19
Ksatria : 14
Mosi : Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur di Tingkat Daerah (SDG 4)
APAKAH BENAR ZONASI BERDAMPAK BAIK?
Sistem zonasi mulai diberlakukan oleh pemerintah pada tahun 2016 dan mulai secara aktif diterapkan pada tahun 2017. Muhajjir Efendi, selaku Menteri pendidikan saat itu berharap dengan adanya sistem zonasi dapat mereformasi sekolah secara menyeluruh baik dalam segi percepatan pemerataan akses dan juga kualitas layanan pendidikan. Secara definisi, sistem zonasi adalah implikasi perlunya penyiapan sekolah yang sama dan setara mutunya dengan sekolah lainnya yang dianggap unggul. Sistem zonasi ini diimplementasikan pada seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Sistem zonasi memiliki dua jenis yaitu berbasis batas administrasi dan berbasis tema atau substansi. Zona berbasis batas administrasi adalah upaya untuk mengembangkan wilayah yang didasarkan dengan pelayanan pendidikan dari pusat sampai ke daerah. Zona berbasis tema atau substansi merupakan upaya mengembangkan suatu wilayah berdasarkan indicator geografis dan demografis.
Kementrian Pendidikan memberlakukan sistem ini dikarenakan bentuk respon dari terjadinya perbedaan yang signifikan dari satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. Dengan kata lain, menghapus sebutan “sekolah favorit dan unggulan” untuk suatu sekolah.
Dalam pelaksanaannya sistem zonasi sekolah dibagi menjadi beberapa kriteria yaitu jarak tempuh dari rumah ke sekolah, kapasitas sekolah itu sendiri, dan batas geografis tertentu. Jika seorang siswa mendaftar ke sekolah, alamat rumah adalah salah satu faktor utama yang dinilai. Siswa akan memilih sekolah yang berada se-zona dengan daerah tempat tinggalnya. Tetapi jika nanti saat penerimaan kapasitas sekolah tidak mencukupi, maka diberlakukan faktor lain yaitu dengan melihat peringkat atau sistem undian.
Dengan sistem zonasi, akses siswa menuju ke sekolah menjadi lebih mudah. Hal ini tentu memudahkan orang tua untuk andil dalam pengawasan. Selain itu juga, siswa dapat menghemat pengeluaran dan juga biaya transportasi. Sistem zonasi ini membuat ruang lingkup pertemanan lebih luas dan mampu bersosialisasi dengan teman yang se-daerah dengan peserta didik.
Sistem zonasi ini juga membuat sekolah tidak lagi dapat menerima siswa dengan jumlah melebihi kapasitas, sehingga kelas dapat kondusif dan siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan efektif dan optimal. Jika kelas kelebihan kapasitas, maka kegiatan belajar mengajar (KBM) juga akan terganggu karena penyampaian materi yang kurang maksimal. Kelas yang cukup juga membuat guru dapat optimal dalam mengawasi siswa siswi nya dan mampu melihat perkembangan muridnya.
Sistem zonasi ini membuat semua sekolah dianggap sama rata, artinya siapapun harus mendapat pendidikan dengan porsi yang sama dan baik. Dengan begitu, pemerintah dapat mengetahui jumlah dan porsi yang dibutuhkan suatu sekolah, sehingga pemerataan fasilitas juga ikut terjadi. Penerapan sistem zonasi ini bukan hanya berimbas untuk siswa saja melainkan juga untuk guru yaitu terjadinya pertukaran guru yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan setiap sekolah.
Menghilangkan juga stigma jual beli bangku di beberapa sekolah unggulan. Dengan sistem ini maka tidak ada lagi yang dapat membeli bangku dikarenakan semua berdasarkan sistem karena terhubung dengan data pribadi dan alamat pribadi.
Dengan sistem zonasi ini mengurangi adanya gesekan dan kompetisi dengan sesama siswa karena sekolah difokuskan hanya untuk belajar. Dengan zonasi, siswa dapat fokus pada sekolah yang berada di zona sekitar rumah masing-masing. Oleh karena itu, sistem zonasi sebenarnya berdampak baik tetapi masih butuh beberapa evaluasi untuk terus mengembangkan dan mengefektifkan penggunaan sistem ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H