Mohon tunggu...
Salwadia Zahrah
Salwadia Zahrah Mohon Tunggu... Lainnya - A learner I Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

State University of Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Citraku Pada Pilkada Serentak 2020: Dramaturgi Goffman Terhadap Para Calon Kepala Daerah

15 November 2020   07:58 Diperbarui: 15 November 2020   09:30 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/photos/Nicholas Green

Tak jarang kita temui kampanye membawa tagline “mensejahterakan rakyat” yang dimana hal tersebut menjadi panggung depan calon kepala daerah. Keindahan untaian kata, perubahan sikap secara tiba-tiba, dan masih banyak lagi sudah biasa terjadi menjelang pemilu. Pengemasan aktor yang baik biasanya dilakukan melalui drama blusukan atau yang kita kenal dengan turun kejalan, mengunjungi rakyat-rakyat yang terpinggirkan, dan masih banyak lagi. Drama tersebut sebenarnya telah dipersiapkan mereka di panggung belakang melalui skenario-skenario yang ada. Tidak bisa dielakan memang, dimana pun dan bagaimana pun itu terjadi pasti seorang individu akan melakukan drama. Perubahan sikap yang mendadak terkadang ampuh untuk menarik minat masyarakat dalam lingkup dukungan. Manner menyesuaikan lingkungan sosial. Ketika calon kepala daerah mampu beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya, maka front stage yang dihasilkan juga akan maksimal. Pentingnya manner  secara tidak langsung berdampak pada appearance.

Seperti yang dijelaskan di awal tadi bahwa pandemi ini mampu menghambat sektor-sektor di Indonesia. Demi menjaga protokol kesehatan, beberapa dari calon kepala daerah memilih untuk merambahi dunia media sosial. Mereka mencoba memperkenalkan visi, misi, dan tujuannya dengan cara membuat video. Mengambil contoh calon Wali Kota Solo yaitu mas Gibran, ia menggunakan metode daring “virtual box campaign” siaran langsung facebook. Cara uniknya ini sangat menarik perhatian masyarakat terutama pada mereka yang tidak memiliki gawai. Kemudian virtual box campaign dijadikan sebagai media panggung depannya melalui sosialisasi kampanye tersebut. Selain itu calon kepala daerah lain juga ada yang memilih untuk terjun di media sosial youtube dan twitter. Tweet yang dikeluarkan biasanya lebih bersifat santai atau tidak formal. Mereka yang mengambil jalan ini cenderung menargetkan anak muda. Disisi lain proses dramaturgi yang disajikan sebaiknya disesuaikan dengan momentum yang terjadi. Karena jika sampai salah waktu maka yang didapatkan adalah nihil.

Para calon kepala daerah menampilkan karakter terbaik mereka sesuai dengan harapan masyarakat. Apa yang mereka tampilkan sebenarnya tidak sepenuhnya bagian dari jati diri mereka sendiri melainkan hanya sampul. Mereka menggunakan front stage dengan maksud membuat citra yang baik sehingga seolah-olah yang mereka tampilkan adalah diri sebenarnya. Penyuguhan drama politik sepertinya tidak begitu muncul dimasa kampanye seperti ini. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh keadaan yang mengharuskan untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Appearance juga perlu diperhitungkan. Pasalnya atribut khas yang menjadi ciri tetap digunakan oleh para calon kepala daerah pada saat melakukan kampanye daringnya. Atribut tersebut dapat berupa ikat kepala, tema warna, model pakaian, sampai kepada latar belakang video. Segala hal betul-betul dipersiapkan para calon di belakang panggung. Mereka akan menyembunyikan karakter asli dibelakang panggungnya. Tidak ada yang tahu persis bagaimana mereka menyiapkan segala kebutuhan panggung depan kecuali aktor itu sendiri. Sama saja seperti individu pada umumnya, mereka selalu memberikan penampilan terbaik. Semakin unik dan berbeda cara calon kepala daerah ini, maka semakin mudah untuk diingat oleh masyarakat. Jadi, pencitraan yang dilakukan oleh calon kepala daerah ini bukan termasuk sesuatu yang buruk. Semua itu dikembalikan lagi kepada individu aktor sebagai pemilik motif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun