Mohon tunggu...
SALWA ANDRIANI
SALWA ANDRIANI Mohon Tunggu... Lainnya - Hubungan International FISIP Universitas Tanjungpura

Mahasiwa Hubungan Internasional FISIP Universitas Tanjungpura. Tertarik terhadap sejarah dunia dan budaya-budaya asing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketegangan Iran-As Merambat, Ancaman Perang atau Jalan Diplomasi?

16 Mei 2024   00:11 Diperbarui: 16 Mei 2024   00:18 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Washington terus mendakwa Iran secara aktif mendukung kelompok-kelompok militan bersenjata di Irak, Yaman, Lebanon, dan Gaza yang kerap menyerang dan mengusik kepentingan AS serta negara-negara Arab bersahabat. 

Selain itu AS juga sama sekali tidak yakin bahwa program pengembangan nuklir Iran sepenuhnya hanya untuk tujuan damai seperti yang selalu diklaim oleh pemerintah di Tehran.

Esensinya, AS di bawah kepemimpinan Trump cenderung melihat Iran sebagai negara pendukung terorisme dan disruptif yang mengancam stabilitas kawasan, sementara Iran melihat AS sebagai negara penduduk adidaya di wilayah mereka. Benturan kepentingan inilah yang memicu ketegangan dan saling menggertak antara kedua negara yang berujung pada meningkatnya ancaman pecahnya perang terbuka.

Namun ancaman perang tentu saja bukan satu-satunya jalan keluar yang tersedia untuk menyelesaikan krisis ini. Paradoksnya, baik AS maupun Iran sama-sama tidak siap dan tampaknya tidak berniat untuk terlibat dalam perang terbuka dalam jangka panjang.

Bagi Iran, negara ini sudah pasti tidak cukup kuat untuk menghadapi kekuatan militer AS yang jauh lebih hebat baik dari segi persenjataan modern, kekuatan udara, kemampuan logistik, maupun mesin ekonomi yang mumpuni. 

Iran mungkin masih dapat mempersulit gerakan-gerakan AS di awal konflik dengan melibatkan kelompok-kelompok proksi dan milisi yang mereka backing di kawasan. Namun dalam konflik bersenjata berkepanjangan skala besar, Iran bakal kesulitan bertahan menghadapi kekuatan militer AS yang masif.

Di lain pihak, Trump dan para pembantu kepresidensiannya juga tahu betul bahwa terlibat perang dengan Iran akan menjadi malapetaka politik bagi agenda pemilihan ulang kepresidenan tahun depan bagi Trump sendiri yang tengah mengarungi masa-masa kampanye yang krusial. 

Penduduk Amerika secara umum sudah lelah dan jenuh dengan pengerahan pasukan di luar negeri setelah kekacauan perang di Irak dan Afghanistan yang telah menghabiskan banyak sekali sumber daya dan anggaran negara dalam beberapa dekade terakhir.

Yang akan terjadi dalam skenario terburuk, kemungkinan besar hanyalah pertempuran terbatas dan kecil yang memicu aksi pembalasan dari masing-masing pihak. Namun rasanya sulit terjadi perang terbuka dalam skala besar dalam waktu dekat ini, mengingat konsekuensi luar biasa yang akan ditanggung baik oleh AS maupun Iran jika benar-benar terseret dalam konflik militer berkepanjangan.

Situasi semacam ini yang masih menyisakan ketegangan namun belum sepenuhnya membahayakan, sesungguhnya masih membuka ruang bagi diplomasi untuk meredakan ketegangan dan mengatasi konflik di antara kedua negara. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dari para pemimpin di Tehran dan Washington untuk menghentikan saling menggertak dan mengembalikan kepercayaan dalam proses perundingan dan negosiasi.

Iran di satu sisi mesti menunjukkan itikad baiknya dengan kembali menaati aturan-aturan dalam kesepakatan nuklir sebelumnya sebagai langkah baik untuk mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan dengan pihak Barat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun