Bab selanjutnya penulis menyampaikan tujuh point pembahasan mengenai Perceraian. Yang pertama, Kematian adalah hilangnya nyawa seseorang. Jika salah satu dari pasangan suami istri mengalami kematian, maka secara otomatis perkawinannya terputus. Kedua, Perceraian yaitu melepaskan ikatan perkawinan. Jika suami menceraikan dinamakan talak dan jika istri yang memintai bercerai dinamakan gugat cerai. Talak tidak sah apabila adanya paksaan, karena mabuk, ketika sedang marah, main-main dan keliru, serta saat tidak sadarkan diri. Â Putusnya perkawinan karena putusan Pengadilan dinamakan fasakh. Fasakh dapat terjadi karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada akad nikah atau karena hal-hal lain.
Penetapan hukum lian adalah jika suami menuduh istrinya berzina tetapi istri tidak mau mengakuinya dan suami tidak mau pula mencabut tuduhannya. Lian mengakibatkan putusnya perkawinan dan tidak ada jalan rujuk kepada istrinya. Iddah dalam hukum Islam menjadi nama bagi masa lamanya istri menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau berpisah dari suaminya. Rujuk artinya kembali kepada istri yang telah diceraiakan baik ketika masih dalam masa iddah  atau setelah istrinya dinikahi orang lain dan bercerai kembali. Suami yang ingin rujuk harus memenuhi rukun rujuk, ketika semua rukun dan syarat dipenuhi maka rujuk dinyatakan sah. Setelah perceraian biasanya putusan pengadilan membahas mengenai siapa yang berhak untuk mendapatkan hak asuh. Seorang ibu lebih berhak atas hak asuh selama tidak ada alasan yang mencegah ibu untuk mendapatkan hak asuh anak atau jika anaknya sudah mampu memilih dengan siapa ia ingin tinggal.
Bab selanjutnya Penulis menyampaikan empat point pembahasan mengenai Harta kekayaan dalam Hukum Perkawinan Islam. Point pertama mengenai Harta Asal dan Harta Bawaan. Di dalam KHI harta asal disebut dengan harta bawaan yaitu harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing. Point kedua yaitu Harta Bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan, di luar hadiah atau warisan. Ppoint ketiga yaitu Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama. Jika ada perselisihan mengenai harta bersama maka diajukan ke Pengadilan Agama. Point keempat Pembagian Harta Bersama pada Kasus Perkawinan Poligami. Poligami adalah suatu perkawinan yang terdsi dari satu suami dan beberapa orang istri. Pembagian harta bersama pada perkawinan poligami dijelaskan dalam pasal 94 KHI.
Bab selanjutnya Penulis menyampaikan delapan point pembahasan mengenai Hukum Waris Islam. Hukum Waris Islam adalah seperangkat aturan tentang proses pembagian harta peninggalan orang yang telah meninggal dunia dan menentukan ahli waris mana saja yang berhak mendapatkan harta warisan tersebut dan juga ilmu ini mempelajari bagian masing-masig dari harta peninggalan tersebut sesuai ketetapan ajaran islam. Poin kedua mengenai asas-asas Hukum Waris Islam. Ada 5 asas yang terkandung, yaitu asas ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang dan asas semata akibat kematian. Poin ketiga mengenai kewajiban ahli waris terhadap pewaris.
Ada 3 kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu mengurus jenazah pewaris, membayar hutang pewaris, dan melaksanakan wasiat pewaris. Poin keempat tentang rukun waris. Rukun waris ada 3 yaitu harta warisan, pewaris, dan ahli waris. Sebab-sebab kewarisan masuk dalam poin kelima. Sebab yang pertama yaitu hubungan keturunan (nasab) yang disebabkan oleh proses kelahiran. Sebab kedua yaitu hubungan pernikahan dengan arti suami menjadi ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan begitu juga sebaliknya. Poin keenam yaitu Halangan dalam mewarisi adalah tindakan atau hal-hal yang dapat mengugurkan hak mewarisi yaitu membunuh pewaris dan murtad.
Poin ketujuh tentang golongan ahli waris dan bagiannya. Golongan pertama yaitu Ashabul Furudh adalah ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan dalam Al-Quran. Golongan kedua ada Ashabah yaitu kerabat seseorang dari pihak bapak atau ahli waris yang bagiannya tidak disebutkan dalam Al-Quran. Ashabah dibedakan menjadi 3 golongan yaitu Ashobah bi nafsi, ashobah bil ghairi, dan ashobah mal ghairi. Golongan terakhir adalah Dzawil arham adalah kerabat jauh yang akan menjadi ahli waris jika tidak ahli waris dzawil furud dan ashobah. Lalu poin terakhir tentang penyelesaian kasus sengketa waris. Proses persidangan perkara waris memerlukan waktu yang cukup lama kira-kira butuh minimal satu tahun untuk satu perkara.
Bab selanjutnya tentang Penyelesaian Berbagai Kasus Hukum Waris Islam Di Indonesia. Dalam bab ini terdapat empat poin, yang pertama  Kewarisan anak adopsi dan anak tiri. Pengankatn anak berakibat hukum pada peralihan tanggung jawab beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan si anak tetapi tidak merubah nasab anak tersebut yang artinya anak angkat tidak mendapatkan waris tetapi bisa mendapatkan melalui adanya wasiat. Sedangkan anak tiri adalah anak dari pasangan suami atau istr yang berada dalam tanggungan. Anak tiri menjadi tanggung jawab orang tua tirinya jika salah satu orang tua kandungnya meninggal dunia. Anak tiri juga tidak bisa menerima warisan karena tidak ada nasabnya tetapi bisa mendapatkan melalui adanya wasiat. Wasiat untuk anak angkat dan anak tiri adalah wasiat wajibah. Wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksanaanya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemaua atau kehendak yang meninggal dunia.
Poin kedua mengenai Kewarisan Kasus Mafqud. Mafqud artinya orang yang hilang dari negerinya dalam waktu yang cukup lama dan tidak dikethui keberadaannyaa ia masih hidup atau wafat. Kewarisan mafqud ada dua kemungkinan, yang pertama bersama mafqud ada ahli waris lain terhijab hirman oleh mafqud yang bersangkutan. Yang kedua bersama mafqud ada ahli waris lain yang sama-sama berhak mewaris. Poin ketiga mengenai Kewarisan anak luar kawin, anak yang lahir tanpa perkawinan tidak berhak mendapatkan atau menjadi ahli waris dari bapaknya dan hanya bisa mendapatkan hak waris dari keluarga ibunya. Poin keempat Waris pengganti pada kajian KHI. Jika kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti di atur dalam pasal 185 ayat (1) dan (2).
Bab selanjutnya tentang Pelaksanaan Wasiat pada Hukum Waris Islam ada 8 point. Wasiat merupakan pernyataan keinginan seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya setelah meninggal dunia. QS. Al-Baqarah ayat 180 menjelaskan bahwa wasiat harus dihadiri oleh dua orang saksi. Syarat sah wasiat yaitu pewasiat, penerima wasiat, barang yang diwasiatkan, dan Ikrar. Kadar wasiat sebenarnya hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Wasiat dapat batal jika seorang pewasiat tidak cakap hukum atau pewasiat bukan pemilik barang yang diwasiatkan, atau jika barang yang diwasiatkan musnah sebelum barang itu diberikan kepada penerima wasiat, dan jika penerima wasiat meninggal terlebih dahulu di banding pewasiat.
Wasiat dapat dicabut di atur dalam KHI pasal 199. Bentuk wasiat dalam Hukum Islam ada dua yakni lisan dan tertulis, jika wasiat dilakukan secara lisan maka harus di ucapkan dengan ada dua orang saksi. Jika wasiat dilakukan secara tertulis maka seluruhnya harus ditulis sendiri oleh pewasiat maupun orang lain dengan disaksikan dua orang saksi dan diserahkan kepada notaris untuk dibuatkan surat pernyataan untuk dijadikan alat bukti sebuah wasiat. Wasiat tidak di perbolehkan kepada orang yang melakukan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang meemberikan tuntunan kerohaniaan sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya kecuali ditentukan dengan jelas untuk membalas jasa.
Bab terakhir membahas tentang Hibah dan Hubungannya dengan Hukum Waris Islam. Hibah adalah akad yang dijadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela. Didalam Al-Quran dan Hadist dijelaskan Allah dan rasul menganjurnakn umat islam untuk menolong sesame seperti hibah. Hal ini dijelaskan dalam QS.Al-Maidah ayat 2. Hibah dapat dilakukan secara lisan ataupu tertulis. Rukun hibah ada 4 yaitu pemberi hibah, penerima hibah, harta yang dihibahkan, dan sigat. Syarat pemberi hibah yaitu penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang dihibahkan, penghibah itu adalah orang yang mursyid, penghibah itu tidak berada dibawah perwalian orang lain, penghibah harus bebas dari tekanan pihak lain dan harus melakukan hibah atas pilihannya sendiri. Syarat harta yang dihibahkan yaitu barang hibah telah ada saat waktu hibah sudah dilaksanakan, barang dihibahkan itu adalah barang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran islam dan harta yang dihibahkan itu dalam kekuasaan yang tidak terikat pada suatu perjajian. Syarat penerima hibah harus benar-benar sudah ada. Syarat lafaz hibah harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak tanpa adanya unsur paksaan bisa dilaksanakan secara lisan atau tertulis.