Privilege
Karya; Salwa Amalia Kaysan
Awalnya tidak berpikir itu sangat penting. Ternyata pemikiran itu mulai bergeser, seiring bertambahnya usia. Orang hanya memandang nama besar, kedudukan dan juga jabatan. Itu relate sekali, kan? Banyak orang berpikir dalam suatu hubungan, harus ada timbal baliknya, menguntungkan atau tidak? Apalagi dalam hubungan sebuah bisnis.
Kini, dibuka banyak pekerjaan yang disebut affiliate. Salah satu persyaratannya adalah minimal 1000 pengikut. Bahkan di sebuah group komunitas di aplikasi hijau, setiap hari Kamis, ada dibagikan informasi brand, yang mencari affiliate.
Beberapa anggota tertarik, tapi terbentur dengan minimal pengikut. Yah, sangat masuk akal, sih! Jika sebuah brand mencari seseorang untuk mengiklankan produknya, harus dengan banyak pengikut. Secara otomatis produknya dilihat banyak orang, minimal dilihat oleh 1000 pengikutnya.
Namun untuk mendapatkan followers tidak mudah. Mereka hanya mengikuti seseorang sesuai ketertarikan pada konten, nama besar, profil dan lain sebagainya. Semua memerlukan yang disebut privilege.
Untuk anak kecil, yang lahir dari keluarga artis terkenal, pengusaha terkenal, pejabat atau sultan, amat mudah mendapatkan pengikut. Tinggal buat akun, langsung diikuti.
Namun, itu tidak berlaku untuk anak-anak kebanyakan, maupun orang kebanyakan. Mereka sulit sekali mencari pengikut. Di sini perlunya berjejaring. Mengenal banyak orang dan mau terus upgrade diri.
Ada cerita dari seorang anak, yang mempunyai mimpi tinggi. Kita sebut saja, namanya Mentari. Mentari berasal dari anak kalangan menengah ke bawah, dan mungkin lebih bisa disebut dari kalangan bawah.
Dia anak yatim, dari seorang ibu buruh cuci serabutan. Dia mempunyai mimpi ingin menjadi dokter. Namun, banyak orang di sekitarnya menilai, jika mimpinya itu ketinggian.
"Neng, tahu diri sedikit, deh! Ibu kamu hanya kuli cuci dan sudah tua! Nanti cari sekolah yang bisa langsung kerja saja! Jangan mikir mau kuliah segala, dipikir kuliah nggak mahal, apa? Apalagi dokter, hedeuh..., mimpi itu jangan ketinggian, biar kalo jatuh dan tidak terwujud, kamu tidak menjadi stress!"
Saran yang seakan memberi perhatian, tapi sangat menjatuhkan, kan? Namun Mentari tetap berusaha mengejar mimpinya. Jiwa sosialnya sangat tinggi. Dalam keterbatasan keadaan, dia menjadi relawan literasi.