Cerita Angkot
Part.1
Hujan turun sejak kemarin sore. Saat matahari lebih cepat bersembunyi ke peraduannya, hingga bulan dan bintangpun enggan hadir memperlihatkan pesonanya.
"Masih hujan deras!" gumam Alea mengintip ke jendela.
"Namanya musim hujan, Neng! Ayuk bangun!" ujar Ibunya, yang sudah berdiri di samping.
"Hmmm" gumam Alea malas.
Dia segera siap-siap berangkat ke sekolah. Jarak sekolah yang jauh, sebelum jam 05.00, Alea sudah harus berada di halte.
Ibunya selalu mengantarkannya hingga naik angkutan kota Amari (angkutan malam hari) Tak berapa lama, beberapa orang datang menunggu. Mereka menyapa Alea ramah.
Mereka sudah saling mengenal, karena setiap Alea berangkat sekolah, selalu bertemu. Tak berapa lama Amari itu tiba. Alea dan ke-empat penumpang lain naik.
Alea memperhatikan seorang bapak, dengan baju lusuh, duduk menyamping. Kursi yang harusnya bisa ditempati empat orang itu, menjadi sempit.
Untung aku duduk di sini, batin Alea sembari menyerahkan kartu untuk ditep. Tak berapa lama, angkutan kota (angkot) itu berhenti, dan masuklah dua orang lagi.
Dua orang wanita, yang baru naik itu, langsung menempati kursi di hadapan Alea. Namun si bapak itu tak mau merubah posisi duduknya. Dia menghabisi ruang kursi itu, hingga dua penumpang yang baru naik itu kesulitan untuk duduk.
"Posisi duduknya yang bener dong, Pak!" Nenek yang naik bareng Alea menegur.
"Makanya punya badan yang gemuk-gemuk, nyusahin orang aja!" bentak si bapak tanpa mau mengubah posisi duduknya.
Si nenek kesal, dia yang berada di samping bapak itu, mendorong si bapak, yang berada di ujung. Beruntungnya pintu angkutan kota saat ini tertutup dan ber-AC.
Si Nenek dan si Bapak itupun beradu argumen. Membuat mobil yang awalnya dingin, menjadi panas.
"Bisa diam, nggak? Atau saya berhentikan saja di sini?" tegur Pak Supir kesal, "Itu harusnya muat empat, Pak! Duduknya yang bener, dong! Kalo bikin nggak nyaman, bapak turun saja!" kata Pak Supir memperhatikan si bapak keras.
Bapak itu beringsut meluruskan duduknya, hingga kedua penumpang baru itupun bisa duduk dengan nyaman.
Matahari belum muncul. Namun hawa di angkutan umum itu terasa terik. Bapak itu melirik tajam si nenek, yang juga tak kalah garang.
Si bapak yang egois, tak menyadari kesalahannya. Wajahnya masam sekali.
"Bus stop ya, Pak!" ujar Alea.
Alea turun dengan dua penumpang lain yang tadinya naik bersamanya.
"Rame sekali tadi di belakang?" tegur Pak Rusdi yang duduk di samping supir.
"Hehe..., biasa!" sahut Pak Amin tersenyum, "Ada bapak-bapak yang egois!" lanjutnya lagi.
Alea tersenyum. Cerita di angkutan umum selalu ada saja.
Hari ini sepertinya matahari enggan hadir. Cuaca sangat mendung. Hujan masih turun, hingga Alea tiba di sekolah.
Jakarta, 09 Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H