Tika hanya mengangguk sedih, dengan air mata berlinangan.
Cerita tentang "bercandaan" si ayah Tika, memang sering kudengar. Saat aku kelompok belajar di rumahnya, aku sering mendengar, si ayah dengan santai berkata; "Nanti ada mama barunya Tika! Ha....ha...".
Beliau berkata dengan nada guyon. Padahal itu terdengar bukan hal yang nyaman untuk dijadikan guyonan.
Dari sini, guyonan itu jadi pertanyaan besar. Apa guyonan itu memang suatu pesan tersirat sejak lama, atau terlontar spontan saja.
Yang pasti, ada janji yang dilanggar. Janji sucinya pada istri, atau ibu Tika.
Tidak ada perempuan yang ingin diduakan, kan?
Sudahlah, itu bukan poin dari cerita ini!
Janji si ayah, setelah beristri dua, yang akan tetap bertanggung jawab penuh pada anak istripun, mulai lalai.
Seiring waktu Tika mulai kehilangan figur sang ayah. Sang ayah yang lebih condong ke istri muda dan anak-anak barunya, meninggalkan luka batin mendalam di hati Tika.
Lidah memang tak bertulang. Namun akan lebih baik, jika kita si tuan lidah tak bertulang itu, mampu mengontrol setiap ucapan yang keluar dari mulut kita.
Ingat ya teman-teman, ucapan yang keluar dari mulut kita itu seperti doa. Mulai sekarang kita harus mengatakan hal-hal yang positif saja, ya!
Jangan berucap hal yang membuat kita kehilangan semangat, ataupun sumpah serapah. Itu tidak baik. Jika hal itu dilontarkan kepada orang lain, itu tetap akan berefek pada diri kita juga.