Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Terpaan Era Digital "Zaman Now"

7 Juni 2018   11:15 Diperbarui: 7 Juni 2018   15:26 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: newbusinessage.com)

Pada masa sekarang internet bukan hal yang langka lagi, era digital semakin hari semakin berkembang jauh. Seseorang bisa dengan mudah menginginkan apa yang dibutuhkannya dengan sambil duduk atau sedang baring-baring. Kalau butuh makan tinggal pesan, kalau butuh ojek atau taksi tinggal pesan, kalau butuh barang tinggal beli, semua hal sekarang jadi begitu mudah diakses di era digitalisme zaman now ini.

Jika seseorang tidak bisa dengan mudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi sekarang dia akan tertinggal jauh dengan orang lainnya. Agar tidak tertinggal seseorang harus belajar dan mengikuti perkembangan zaman tentang bagaimana mengakses informasi dalam dunia digital. Tidak menutup kemungkinan di masa depan yang sebentar lagi, seorang yang bergelut di bidang teknologi dan program menjadi orang yang paling dicari dan dibutuhkan di masa depan.

Untuk pemuda yang hidup di zaman now, dikenal juga dengan generasi milenial yang kebanyakan adalah masyarakat yang lahir pada tahun 2000an. Generasi milenial inilah para aktor-aktor utama dalam perkembangan digitalisme saat ini. Media-media sosial yang ada hingga industri-industri kreatif banyak dijalankan oleh generasi ini.

Era digital telah memberi perubahan yang besar dalam beberapa aspek kehidupan seperti perdagangan, transportasi, pemerintahan dan juga pendidikan. Efek dari era digital membuat perubahan yang sangat drastis, di pendidikan saja saat ini digitalisasi telah membuat warna pendidikan akan lebih bersifat kompetitif, multidisipliner, dua arah, dan produktivitas yang tinggi.  Penggunaan media teknologi seperti infocus, laptop, internet, dan lain-lain membuat akses yang digunakan menjadi lebih maju dibandingkan pelaksanaan pendidikan yang terdahulu.

Kebutuhan akan digital menjadi sesuatu hal yang 'pokok' selain sandang, pangan dan papan. Kehadiran dunia digital merupakan wacana yang menarik tetapi juga memiliki sisi yang negatif. Apalagi saat internet mulai masuk ke dalam ranah kehidupan setiap orang yang muncul ke dalam beberapa pilihan yang sangat mudah diakses hanya dengan smartphone. Dahulu internet tidak semudah sekarang dalam mengakses segala macam informasi.

Bisa dikatakan internet berkembang saat koneksi antar komputer ditemukan pada tahun 1962, yang mana kala itu persona bisa mengakses mesin komputer yang lain dari tempat duduknya. Sekarang di tahun 2018 ini, kecanggihan internet sudah tak bisa dibendung lagi. Setiap orang di seluruh dunia bisa terhubung satu sama lain hanya dengan satu kelikan.

Apalagi saat ini marak media sosial seperti facebook, instagram, twitter, whatsapp, dan lain-lain membuat info  dari orang terjauh sekalipun menjadi mudah. Teknologi digital mempertontonkan kemajuan dunia data dari yang dulu hanya gigabyte kini telah sampai ke yotabyte. Informasi-informasi yang dulu sangat sulit didapatkan kini dengan mudah pula ditemukan.

Pendidikan, kesehatan, informatika, tata boga, agama, sains terapan, sipil, dan keilmuan lainnya bisa ditemukan melalui internet. Seseorang jadi tidak perlu ke perpustakaan lagi dan mencari beratus-ratus buku untuk menemukan informasi yang dia inginkan. Gara-gara hal tersebut perpustakaan atau buku-buku yang dicetak sekarang sudah sepi peminat.

Para stakeholder dalam hal ini pemerintah, tidak boleh hanya diam saja melihat perkembangan digital saat ini. Pemerintah perlu mengkaji dan mengambil peran dalam perkembangannya dan mengambil tindakan secepatnya agar masyarakatnya tidak tertinggal dalam penggunaannya. Dengan arahan dari pemerintah, masyarakatnya akan lebih baik dan positif dalam menyikapi perkembangan digital saat ini.

Jika pemerintah tidak antipati dari awal maka akan sangat banyak efek negatif yang akan masuk dengan mudahnya ke masyarakat, misalnya adalah situs-situs porno. Jika situs-situs porno tersebut tidak diblokir maka anak mudanya yang masih belia bisa dengan mudah mengaksesnya dan bisa jadi otak mereka akan diisi oleh kejahatan-kejahatan yang akan merugikan masa depan untuk negara.

Era digitalisasi saat ini dikenal juga dengan era revolusi industri 4.0., yang mana pemerintah harus menekankan era ini ke pola digital economy, artifical intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya. Untuk menghadi era tersebut perusahaan yang ada di Indonesia maupun para pegawainya harus menyesuaikan diri. Ada beberapa perusahaan yang cepat menangkapi perubahan tersebut seperti ojek digital (go-jek, grab, dll), atau toko online (shopee, bukalapak, tokopedia, dll). Tapi ada perusahaan yang sulit untuk untuk berkembang di era digital karena beberapa sebab.

Digitalisme memang penuh dengan hal yang positif tapi tentu ada juga efek negatifnya, seperti yang paling sering dialami adalah ketagihan. Tidak sedikit ditemukan seorang masyarakat merasa hidupnya kosong jika satu hari saja tidak dapat mengakses internet. Parahnya lagi demi meningkatkan byte internetnya supaya tidak lelet, seseorang tersebut rela membayar harga yang lebih tinggi dibandingkan biaya hidupnya sehari-hari.

Seseorang yang ketagihan dengan internetnya, dia akan mengakses media sosial, berita, atau game sudah seperti aktivitas rutin yang lebih banyak daripada waktu ibadahnya. Bahkan setiap dia membuak media sosial, pasti akan selalu ada status yang dia tulis untuk memberitahu secara tidak langsung dia eksis.

Efek negatif dari merajalelanya internet adalah tersebarnya hoax dengan sangat pesat dan tak terbendung lagi. Bayangkan saja ada satu saja hoax yang tertulis, langsung direspon ratusan orang lainnya hanya dalam hitungan menit dan langsung tersebar begitu saja tanpa ada filter. Bayangkan saja hanya hitungan hari bahkan jam, hoax tersebut telah dibaca jutaan hingga milyaran orang di dunia. Boro-boro disaring, membandingkan berita yang dia dapat dengan berita lainnya saja tidak dilakukan maka tak ayal, hoax menjadi sesuatu yang tak tersingkirkan.

Dalam bermedia sosial, mayoritas penggunanya 'lupa' atau tidak sadar bahwa dia telah menyebar informasi yang sebenarnya adalah rahasia pribadi. Kejahatan sekarang bukan hanya terjadi di dunia nyata tapi juga di dunia maya, sudah tak terhitung pelecehan seksual yang terjadi di dunia maya. 

Pengguna internet kurang 'membentengi' akun sosialnya agar tidak mudah dibobol. Kadang kala pembobolan bermotif game atau informasi, saat dibuka ternyata virus. Jadi jangan heran saat seseorang ternyata menyimpan video atau foto vulgarnya di hp atau komputernya ternyata bisa diakses oleh orang lain dan buruknya semua itu tersebar.

Media sosial membuat seseorang semakin jarang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Chating yang dilakukan antara satu orang dengan orang lainnya bisa jadi mengandung dialog yang 'sunyi', tak ada tatapan muka hanya lontaran kata sehingga kita tidak bisa berinterkasi sosial dengan baik saat berjumpa secara langsung dengan orang yang bersangkutan. Sehingga rasa solidaritas, kepekaan, dan kepedulian seseorang semakin hari semakin tergerus.

Masyarakatpun kini tidak takut untuk mencibir orang lain karena dia bisa membuat akun palsu dan tak takut ketahuan. Padahal kalau kita lihat dari segi kemanusiaan, tidak ada orang yang di dunia ini yang mau terus dikritik padahal dia berusaha menjadi orang yang lebih baik.

Dalam mencegah kecanduan yang berlebihan terhadap era digitalisme, masyarakat harus flasback ke belakang disaaat dimana mereka masih bisa hidupa ataupun begitu banyak kebahagiaan lain yang bisa dicari walau tanpa ada internet. Kita tidak bisa sepenuhnya meninggalkan internet saat ini karena hal tersebut merupakan kekuatan terbesar yang ada di dunia.

Tapi tidak ada yang salah saat kita meninggalkan sejenak hp, lalu berpetualang di tempat-tempat yang tidak ada embel-embel sinyal disana. Begitu banyak keindahan yang ada di alam yang tidak hanya bisa di like atau di lihat dari layar kaca. Akan ada rasa yang berbeda saat seseorang melihat secara langsung keindahan yang telah diciptakan Tuhan yang tersebar ke segala macam penjuru di dunia ini.

Oleh : Salvatika Tri D.

Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun