Sudah menginjak setahun lamanya pandemi Covid-19 menginfeksi indonesia. Sejak awal maret 2020 hingga awal 2021 pemerintah melakukan berbagai upaya penanggulangan, untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor, khususnya pada sektor perekonomian diberbagai negara termasuk di negara Indonesia.
  Keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sangat mengganggu aktivitas masyarakat, sehingga sangat berdampak pada proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya berimbas kepada perekonomian negara ini. Pandemi ini juga sangat berdampak pada kinerja ekspor, impor, angka kemiskinan, angka pengangguran, inflasi, nilai tukar rupiah hingga kinerja indeks Harga Saham Gabungan.
Pada laporan Badan Pusat Satatistik (BPS) bulan Agustus 2020 disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Yang sebelumnya pada kuartal I di laporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen, dan mengalami penurunan yang jauh dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama pada tahun 2019 yang lalu. Sehingga pertumbuhan perekonomian di Indonesia terpaksa harus masuk ke jurang resesi akibat tumbuh minus berturut-turut.
Menurut para ekonom, Indonesia tampaknya masih sulit keluar dari jurang resesi, karena sejak adanya pandemi ini ekonomi Indonesia terus-terusan berada di zona negatif. Hal ini di sebabkan oleh terbatasnya aktivitas masyarakat untuk melakukan kegiatan jual beli, sehingga melemahnya konsumsi rumah tangga atau melemahnya daya beli. Kita tidak tahu kapan kondisi ini akan berakhir dan kembali normal seperti sediakala. Sehingga di bidang investasi juga ikut melemah dan berakibat tehadap berhentinya sebuah usaha seseorang. Melemahnya ekonomi bisa berdampak pula pada ketenagakerjaan di Indonesia. Beikut ini adalah dampak yang ditumbulkan oleh pamdemi Covid-19 terhadap perekonomian negara, diantaranya yaitu:
Pengangguran meningkat
Karena pandemi ini kita dianjurkan pemerintah untuk tetap berada dirumah jika tidak ada keperluan mendesak. Keterbatasan aktivitas seperti sekarang ini sangat merugikan para pembisnis dan UMKM, sehingga adanya ketidak sanggupan untuk memberikan upah untuk para pekerja. Dan akhirnya para pekerja banyak yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan. Bahkan jutaan petani dan pekerja migranpun kehilangan sumber penghasilan mereka.
Berdasar pada laporan Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal memilih untuk dirumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya karena mengalami kerugian perusahaan. Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak dari pandemi ini. Secara terperinci ada, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan , sedangkan 137.89 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Dan untuk di sektor informal ada sebanyak 34.530 perusahaan dari 189.452 tenaga kerja yang terkena dampaknya.
Tim riset SMERU mengatakan bahwa angka tersebut belum menggambarkan keseluruhan tingkat pengangguran di Indonesia, karena data tersebut belum memasukkan pengangguran dai sektor informal dan angkatan kerja baru yang masih menanggur. Kemudian tim riset SMERU melakukan simulasi perhitungan peningkatan pengangguran secara total dan menghitung jumlah pengurangan penyerapan tenaga kerja ari masing-masing sektor usaha akibat terjadinya kontraksi ekonomi sampai akhir Maret 2020. Berdasarkan(quarter to quartan)catatan kebijakan SMERU, hasil simulasi menunjukan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat dari 4,99 persen pada bulan Februari 2020 menjadi sekitar 6,17 persen -6,65 persen pada bulan Maret 2020.
Indonesia resesi
Karena perekonomian di Indonesia masih berada di zona negatif, Indonesia terpaksa harus masuk ke jurang resesi. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen di sepanjang 2020. Hal ini menandakan bahwa Indonesia masih berada di jurang resesi akibat pertumbuhan ekonomi negatif selama tiga kuartal berturut-turut. Secara kekuartalan (quarter to quarter) pertumbuhan ekonomi di kuartal 2020 mengalami kontraksi 0,42 persen dibanding triwulan sebelumnya.
Meski sedikit mengalami pebaikan, pencapaian tersebut otomatis membuat Indonesia masih terjebak resesi sepanjang tiga kuartal. Karena pada kuartal II 2020 ekonomi Indonesia terkontraksi minus 5,32 persen, dan minus 3,49 persen pada kuartal III 2020.
Rupiah melemah
Sejak awal pandemi ini menginfeksi Indonesia Rupiah sangat terkena dampaknya, Rupiah tertekan hingga mencapai Rp 16.575 per dolar Amerika Serikat. Menguntip dari catatan Bank Indonesia dikabarkan bahwa sepanjang tahun 2020 nilai tukar rupiah melemah hingga mencapai 2,66 persen ke level Rp 14.525 per dolar Amerika Serikat. Sebab pada tahun 2019 nilai tukar Rupiah berada di level Rp 14.139 per dolar Amerika Serikat. "Secara keseluruhan tahun 2020, nilai tukar Rupiah melemah hingga mencapai 2,66 persen ke level Rp 14.525 per dolar AS, dari Rp 14.139 per dolar AS pada 2019," tulis Bank Indonesia dalam Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2020 yang diluncurkan pada Rabu, (27/1).
Kebijakan pembatasan sosial menjadi faktor utama penyebab berkurangnya produksi di indistri. Keterbatasan dalam proses produksi menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan-perusahaan yang menjadi penggerak utama dari perekonomian. Dengan turunnya perekonomian akibat Covid-19, pergerakan modal terus menerus keluar, sehingga membuat nilai rupiah mengalami penyusutan akibat dari pembelian mata uang lokal investor tersebut dengan rupiah yang dilakukan berukuran besar. Dan ditambah dengan pembelian mata uang asing dolar Amerika oleh orang Indonesia yang ingin mengamankan uangnya dengan menarik modal dari lokal ke luar negeri. Hal ini semakin membuat nilai rupiah melemah.
Diberitahukan oleh Bank Indonesia (BI) pada Maret, arus modal keluar dari Indonesia tercatat hingga Rp 121,26 triliun. Kita bandingkan dengan bulan April di mana rupiah mulai mengalami proses pemulihan, arus keluarnya hanya mencapai Rp 2,14 Triliun. Dari data ini menunjukan jika besarnya dampak arus modal pada rupiah.
Dalam masa pandemi ini tidak hanya mengalami kerugian di berbagai perindustrian, adapun perindustrian yang keuntungannya sangat signifikan karena pandemi ini seperti perengkapan dan layanan medis, teknologi informasi dan komunikasi, e-commerce, dan
di bidang pertanian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI