Mohon tunggu...
Salshabilla Pratiwi
Salshabilla Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka meningkatkan personal branding

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengupas Imunitas Kedaulatan, Prinsip dan Realitas Hukum Internasional

3 Desember 2024   08:48 Diperbarui: 3 Desember 2024   09:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam hubungan internasional, kedaulatan negara adalah prinsip dasar yang dihormati oleh semua pihak. Salah satu bentuk konkret dari penghormatan terhadap kedaulatan adalah sovereign immunity atau imunitas kedaulatan. Prinsip ini memberikan perlindungan kepada negara agar tidak dapat dituntut di pengadilan negara lain tanpa persetujuannya. Namun, penerapan prinsip ini sering kali menjadi topik yang kontroversial.

Prinsip Dasar Imunitas Kedaulatan

Imunitas kedaulatan berakar pada doktrin par in parem non habet jurisdiction, yang berarti bahwa subjek hukum yang setara tidak memiliki yurisdiksi satu sama lain. Pada intinya, ini menegaskan bahwa sebuah negara tidak dapat diadili oleh pengadilan negara lain, karena status mereka yang setara dalam hukum internasional.

Prinsip ini terbagi menjadi dua bentuk utama:

Imunitas Mutlak (Absolute Sovereign Immunity)
Dalam prinsip ini, negara tidak dapat dituntut di pengadilan asing, baik untuk tindakan resmi maupun komersial. Prinsip ini dulu diterapkan secara luas pada abad ke-18 dan ke-19, dengan tujuan menjaga hubungan diplomatik yang harmonis.

Imunitas Terbatas (Restrictive Sovereign Immunity)
Seiring waktu, pendekatan ini berkembang. Imunitas hanya berlaku untuk tindakan resmi negara (jure imperii), sementara tindakan komersial atau sipil (jure gestionis) tidak lagi dilindungi. Contoh kasus penting yang mencerminkan perubahan ini adalah The Schooner Exchange v. McFaddon.

Kasus-Kasus Penting dalam Imunitas Kedaulatan

Salah satu kasus terkenal terkait imunitas kedaulatan adalah perselisihan antara Jerman dan Italia di Mahkamah Internasional. Dalam kasus ini, Mahkamah menegaskan bahwa tindakan resmi yang dilakukan oleh Jerman selama Perang Dunia II, meskipun kontroversial, dilindungi oleh prinsip jure imperii. Hal ini menunjukkan bahwa hukum internasional tetap memberikan imunitas terhadap tindakan resmi negara, terlepas dari dampaknya.

Sebaliknya, kasuskasus yang melibatkan tindakan komersial sering kali memperlihatkan hasil yang berbeda. Pada kasus Luther vs. Sagor, tindakan nasionalisasi perusahaan diakui sebagai tindakan resmi negara, tetapi proses pengadilan menunjukkan batasan penerapan imunitas dalam konteks tertentu.

Dilema Imunitas Kedaulatan

Meskipun bertujuan melindungi kedaulatan negara, imunitas kedaulatan sering kali dipertentangkan dengan prinsip keadilan global. Tindakan komersial negara yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain tidak selalu mendapatkan perlindungan, karena dianggap sebagai aktivitas yang menyerupai tindakan individu atau perusahaan swasta.

Bahkan, dalam konteks perlindungan hak asasi manusia, doktrin ini dapat menjadi penghalang. Ketika sebuah negara terlibat dalam pelanggaran berat seperti genosida atau kejahatan kemanusiaan, prinsip Responsibility to Protect (R2P) memungkinkan komunitas internasional untuk campur tangan dan, dalam beberapa kasus, menantang prinsip imunitas.

Imunitas dan Kapal Negara

Prinsip imunitas juga diterapkan pada aset negara, seperti kapal perang dan kapal dagang. Kapal perang menikmati imunitas penuh, bahkan saat berada di perairan negara lain. Namun, kapal dagang yang dimiliki negara sering kali tunduk pada aturan yang berbeda, terutama jika digunakan untuk tujuan komersial.

Kesimpulan

Imunitas kedaulatan adalah elemen penting dalam menjaga harmoni antarnegara. Namun, dalam dunia yang semakin terhubung, prinsip ini harus diterapkan secara bijak. Pembagian antara tindakan resmi (jure imperii) dan komersial (jure gestionis) menjadi langkah awal untuk menyeimbangkan kedaulatan negara dengan keadilan internasional. Dengan demikian, hukum internasional dapat menjadi alat untuk tidak hanya melindungi, tetapi juga memastikan akuntabilitas global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun