Pierre Bourdieu lahir di Prancis pada 1930. Bourdieu hidup dan besar di keluarga dengan perekonomian menengah kebawah. Pierre Bourdieu menempuh pendidikan di sekolah prestisius di Paris pada awal tahun 1950-an. Pada masa pendidikannya Bourdieu aktif dalam menentang orientasi komunis yang menyebabkan lingkungan sekolahnya menerapkan sistem otoriter.Â
Bourdieu menjalani pendidikan militer pada 1956 dan kembali ke Perancis pada 1960 lalu bekerja menjadi asisten di Universitas Paris selama satu tahun. Bourdieu memiliki peran penting di Paris, Perancis dan lingkaran intelektual.Â
Karyanya memiliki pengaruh terhadap berbagai bidang, seperti pendidikan, antropologi dan sosiologi. Pemikiran Pierre Bourdieu banyak dipengaruhi oleh pemikiran Marxian dan Marxis. Adapun pemikiran lain yang mempengaruhi karya-karya Bourdieu yaitu pemikiran Weber dan Emile Durkheim.Â
Namun Bourdieu menolak untuk disebut sebagai Marxian, Weberian, Durkheimian dan lain sebagainya karena menurutnya hal ini seperti memberi batasan terhadap karya-karya yang ia tulis.
Saya memahami teori habitus dari jurnal yang berjudul "Pierre Bourdieu Dan Konsep Dasar Kekerasan Simbolik" karya Nur Ika Fatmawatidan dan Ahmad Sholikin dalam jurnal MADANI, Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan.Â
Pada jurnal ini menjelaskan bahwa teori habitus menurut Pierre Bourdieu merupakan sebuah sistem yang berupa gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai (values), watak (disponsitions), dan sebuah harapan (espectation) yang diinternalisasikan sehingga mewujudkan sebuah kebiasaan dalam suatu kelompok sosial.
Habitus terbentuk dari beberapa faktor, Pertama, habitus lahir dari struktur sosial di sekitar aktor dan disisi lain habitus juga membentuk sebuah struktur sosial. Kedua, habitus juga dapat terbentuk dari sejarah atau dibentuk oleh pembelajaran di masa lalu. Dari pengaruh masa lalu habitus dapat digunakan sebagai strategi dalam menyelesaikan dan menghadapi perubahan situasi di sekitar.Â
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa sebuah tindakan tidak hanya dilatarbelakangi oleh paksaan struktur atau norma yang ada melainkan habitus memberi arahan pada aktor dalam bertindak di lingkungan sosialnya. Habitus juga merupakan struktur mental atau kognitif seorang aktor dalam bertindak di lingkungan sosialnya. habitus dapat berfungsi sebagai penyelesaian suatu sosial baru dengan menciptakan kebiasaan sosial yang baru.Â
Sebagai contoh, penerapan kebiasaan protokol kesehatan di era new normal pasca pandemic. Menurut pemahaman saya, teori habitus merupakan teori yang menjelaskan suatu kebiasaan aktor dalam bertindak di lingkungan sosialnya dengan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya ataupun kognitif yang dimiliki aktor tersebut. Habitus mengarahkan tindakan aktor dalam kehidupan sosialnya.Â
Menurut pemahaman saya, habitus melahirkan perbedaan gaya hidup dan tindakan sosial aktor dalam berinteraksi karena setiap individu memiliki pengalaman masing-masing dan kemungkinan besar dalam mencerna pengalaman yang dialami tiap individu berbeda-beda.
Saya akan memberikan beberapa contoh kasus dengan analisa perspektif Habitus Pierre Bourdieu. Pertama, dalam habitus atau kebiasaan yang dipengaruhi oleh kognitif tokoh dapat di contohkan dengan kebiasaan menunduk saat berjalan di depan orang yang lebih tua dari kita.Â
Hal ini merupakan adat Jawa yang mengajarkan mengenai tata krama dalam kehidupan sosial masyakarakat Jawa. Karena hal tersebut diajarkan sejak dini dan ditaati hingga individu dewasa hal yang tadinya sebuah norma kebudayaan menjadi sebuah kebiasaan karena sudah diinternalisasikan dalam diri seorang individu.Â
Kedua, habitus yang dipengaruhi oleh struktur di sekitar aktor dapat dicontohkan dengan kebiasaan seorang individu dalam beragama. Jika seorang individu hidup dalam lingkungan yang sadar dan ketat akan penerapan norma beragama maka ketika ia berada dalam lingkungan sosial ia akan menerapkan kebiasaan dari ajaran yang dibawa dari lingkungan tempat ia berasal.
Sebagai contoh, Nina hidup di keluarga yang mengajarkan untuk melaksanakan shalat sunnah. Hal tersebut diajarkan oleh kedua orang tua Nina sejak ia masih kecil. Karena pembiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya saat ia memasuki dunia kerja pun ia masih menerapkan kebiasaan shalat sunnah ditengah kesibukannya karena kebiasaan ini telah terinternalisasi dalam diri Nina.Â
Ketiga, habitus yang dipengaruhi oleh pembelajaran dari masa lalu dapat dicontohkan dengan kehidupan Bangsa Indonesia sebelum dan sesudah Merdeka. Pada kehidupan masa lalu masyarakat Indonesia tidak memiliki pedoman atau dasar negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Â
Setelah mengalami penjajahan banyak pelajaran yg dipetik oleh masyarakat Indonesia salah satunya yaitu mengenai persatuan dan kesatuan antar masyarakat. Dalam hal ini untuk menjaga keseimbangan dan kedamaian bangsa maka antar masyarakat harus membentuk sebuah solidaritas sosial yang dibiasakan dengan tindakan saling tolong menolong dan menghormati satu dengan yang lainnya.Â
Salah satu contohnya yaitu dengan kegiatan musyawarah. Musyawarah dilakukan untuk menyelesaikan sebuah masalah dengan mengedepankan keadilan, untuk mencapai keadilan tersebut maka dilakukanlah voting. Kebiasaan musyawarah khususnya voting ini menjadi hal yang terus menerus diterapkan oleh masyarakat Indonesia dam menyelesaikan masalah sekecil apapun itu.
Bibliography
Fatmawati, N. I. (Februari 2020). PIERRE BOURDIEU DAN KONSEP DASAR KEKERASAN SIMBOLIK. Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan, 47-51.
Ritzer, G. (2004). TEORI SOSIOLOGI MODERN Edisi Keenam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H