Mohon tunggu...
Salsabilla Putri Rahmandhany
Salsabilla Putri Rahmandhany Mohon Tunggu... Administrasi - Adiministrasi Publik FISIP UMJ

2019120096

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Evaluasi Kebijakan Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru

21 Juli 2021   20:36 Diperbarui: 21 Juli 2021   21:04 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut A.D Rooijakkers pengertian evaluasi ini merupakan suatu usaha atau proses didalam menentukan nilai-nilai. Secara khusus evaluasi atau penilaian tersebut juga diartikan sebagai proses pemberian nilai dengan berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan. 

Tujuan dari evaluasi sendiri yaitu sebagai umpan balik serta juga informasi penting bagi pelaksana evaluasi untuk dapat memperbaiki kekurangan yang ada yang dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan di masa mendatang dan tujuannya juga untuk menilai apakah tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau tidak. evaluasi juga berfungsi sebagai klasifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan,membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada proses kebijakan selanjutnya. 

Sejalan dengan berkembangnya zaman, kehidupan masyarakat semakin mengalami kemajuan sehingga peran pendidikan menjadi sangat penting. Pendidikan adalah salah satu faktor utama dalam membangun sumber daya manusia dengan cara memotivasi dan mendorong manusia untuk belajar. Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan juga sebagai penunjang kehidupan masyarakat itu sendiri. Setiap manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan yang baik. 

Salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional adalah memperluas akses pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan diperoleh pada sekolah yang berkualitas dan sekolah yang berkualitas akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas pula. Dewasa ini terdapat fenomena sekolah favorit yang menjadi tujuan. 

Fenomena ini muncul karena ada kebijakan untuk memasuki sekolah berdasarkan hasil Nilai Ebtanas Murni (NEM) jenjang sekolah di bawahnya. Akibatnya, siswa yang memiliki prestasi tinggi berkumpul pada sekolah favorit. Fenomena sekolah favorit menjadikan ketimpangan prestasi diantara para siswa semakin tajam. 

Fenomena tersebut menyentuh keadilan dalam pelayanan pendidikan. Meskipun latar belakang sosial peserta didik berbeda beda, namun mereka tetap menginginkan agar mendapatkan kedudukan dan kesempatan yang sama di dalam pendidikan Semua masyarakat berhak mendapatkannya tanpa membeda-bedakan status sosialnya. 

Pada kenyataannya realitas pendidikan di indonesia belum terdefinisi secara merata Oleh karena itu, sekolah yang bermutu akan semakin maju sedangkan sekolah yang tidak bermutu tidak dapat maju dan berkembang. Maka muncullah sekolah favorit dan tidak favorit. Sekolah favorit biasanya dimasuki oleh orang oleh orang-orang kaya sementara sekolah yang tidak favorit biasanya dimasuki oleh orang-orang miskin. Fenomena di atas merupakan penyebab awal terjadinya stratifikasi sosial.

 Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut di atas maka pemerintah melakukan berbagai upaya, tidak hanya pada saat pendidikan itu dilaksanakan akan tetapi mulai dari seleksi penerimaan peserta didik, pemerintah berupaya agar peserta didik mendapatkan haknya tanpa perlu merasa mendapat perlakuan diskriminatif. 

Didalam Permendikbud Nomor 14 tahun 2018 pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Penerimaan peserta didik baru (PPDB) adalah penerimaan peserta didik baru pada TK dan Sekolah. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa tujuan PPDB adalah untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. 

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaan yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sistem zonasi ialah tidak menekan pada nilai calon peserta didik namun pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah, sistem ini merupakan bentuk penyesuaian kebijakan rayonisasi. Sistem zonasi ini bertujuan untuk: 

  1. Mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di berbagai penjuru daerah Indonesia 
  2. Menghilangkan "stigma" yang terlajur bergulir dalam masyarakat tentang pengelompokan sekolah yang dianggap unggulan dan tidak unggulan 
  3. Siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata akan menyebar sesuai dengan zona yang ada di daerahnya masing-masing. Dengan ini pemerintah mengharapkan semua sekolah yang ada akan memiliki mutu dan kualitas yang sama

Peraturan pemerintah tentang sistem zonasi dalam melaksanakan PPDB dalam digunakan sebagai dasar pedoman untuk mengembangkan instrumen evaluasi. Instrumen yang dikembangkan untuk mengukur ketercapaian program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) No. 14 Tahun 2018 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat. Poin penting dalam regulasi ini, kriteria utama dalam penerimaan siswa adalah zonasi atau jarak antara rumah dengan sekolah. Sementara nilai ujian nasional yang diperoleh di jenjang pendidikan sebelumnya bukan lagi pertimbangan utama. Pasal 16

  • Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 % (Sembilan puluh persen) dari total jumlah peserta didik yang diterima.
  • Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam ) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
  • Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasarkan: ketersediaan anak usia disekolah di daerah tersebut, dan jumlah ketersediaan dayatampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.
  • Dalam menetapkan radius zona sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah.
  • Bagi sekolah yang berada provinsi/kabupaten/kota, di daerah ketentuan perbatasan persentase dan radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui kesepakatan secara tertulis antar pemerintah yang saling berdekatan
  • Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat menerima calon peserta didik melalui : 
    • Jalur prestasi yang berdomisili di luar radius zona terdekat dari sekolah paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, dan
    • Jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili di luar zona terdekat dari sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orang tua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, banyak 5% (lima persen) dari toatal paling jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Evaluasi Kebijakan zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru yaitu

Karena sistem zonasi ini sebenarnya merupakan salah satu upaya  pemerintah untuk memastikan proses pemerataan kualitas pendidikan berjalan dengan baik. Dengan sistem ini diharapkan praktik jual beli bagku sekolah dapat dihilangkan. Selain itu sistem zonasi akan memudahkan pemerintah melakukan pemetaan anggaran pendidikan,populasi siswa, dan tenaga pendidik

terkait pro kontra yang ada,solusi yang disarankan untuk kedepannya adalah : 

  1. Sebelum menerbitkan kebijakan, pemerintah perlu persiapan matang. Sosialisasi sistem zonasi harus dilakukan secara masif dan dalam waktu yang panjang sebelum diterapkan, agar pemerintah daerah dan masyarakat memahami kebijakan tersebut secara komprehensif. Sistem zonasi bukan hanya tentang jarak, namun lebih jauh lagi untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
  2. Mempertimbangkan ketersediaan jumlah sekolah di setiap zona. Saat ini jumlah sekolah negeri antara satu wilayah dengan lainnya belum merata. Ada satu zona yang terdapat banyak sekolah negeri, tetapi zona lain kekurangan sekolah negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kembali proyeksi lulusan sekolah. Dari data ini akan terlihat perbandingan jumlah lulusan sekolah dan ketersediaan sekolah yang akan digunakan untuk menentukan zonasi. Apabila ditemukan jumlah lulusan sekolah lebih sedikit dibandingkan ketersediaan penerimaan, maka sebaiknya dilakukan pelebaran daerah zonasi. Dengan cara ini, calon peserta didik yang saat ini masih berada di area blank spot akan teratasi.
  3. Kemendikbud dan Kemendagri perlu berkoordinasi sebelum menerapkan kebijakan baru, sehingga permasalahan SKTM palsu dapat diantisipasi. Penerbitan SKTM harus selektif mulai dari proses pembuatan SKTM yang transparan hingga verifikasi, apakah pemohon SKTM benar-benar dari keluarga ekonomi tidak mampu. Sanksi bagi calon peserta didik yang menyalahgunakan SKTM juga perlu ditegakkan.
  4. Persepsi orang tua tentang sekolah unggulan harus mulai diubah, bahwa ke depan semua sekolah dengan predikat unggulan tidak ada lagi seiring diberlakukannya sistem zonasi PPDB.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan zonasi dalam PPDB ini belum terlaksana dengan maksimal karena jumlah letak sekolah negri yang belum merata. Dan masih banyak terdapat pro dan kontra terhadap kebijakan ini, diharapakan pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan ini lebih tegas lagi agar tidak terjadi ketidak adilan kepada peserta didik baru yang ingin mendaftarkan di sekolah negri.Faktor yang menghambat implementasi kebijakan sistem zonasi yaitu: minimnya sosialisasi, regulasi penetapan zona yang belum jelas, tidak sejalannya pembukaan pendaftaran siswa baru antara sekolah yang berada dalam naungan Disdikbud dengan sekolah yang berada dalam naungan Depag, penyebaran guru yang belum merata, dan kurangnya episentrum hukum yang tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun