Mohon tunggu...
Salsabila Azizah
Salsabila Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hobi rebahan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Miracle in Cell No. 7 (2022): Kasih Sayang, Perjuangan, dan Permainan Hukum

20 November 2022   22:52 Diperbarui: 20 November 2022   23:09 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Miracle in Cell No. 7 adalah film drama keluarga Indonesia tahun 2022 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, merupakan adaptasi dari film Korea Selatan tahun 2013 dengan judul yang sama. Film ini didasarkan pada kisah kehidupan nyata seorang pria yang disiksa dan mengaku bersalah di bawah tekanan atas pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis berusia 9 tahun pada 27 September 1972 di Chuncheon sebelum akhirnya dibebaskan pada November 2008.

Pada versi aslinya, film ini termasuk film Korea yang sangat dicintai oleh masyarakat Korea maupun luar negeri, dan termasuk dalam kategori "The Biggest Korean Film in 2013". Tentu saja hal tersebut menjadi 'beban' yang begitu besar bagi negara-negara yang ingin mengadaptasi, termasuk Indonesia. 

Dengan menanggung banyak ekspektasi dari para pecinta film tersebut, Hanung Bramantyo membuktikan bahwa ia berhasil membawakan film Miracle in Cell No. 7 dengan versinya sendiri. Disajikan dengan alur yang 'manut' dengan versi aslinya, konflik utama yang diangkat dalam film sedikit berbeda dengan versi aslinya, serta penyesuaian versi lokalnya dikemas dengan cukup baik.

Ansambel cast yang kuat merupakan pendongkrak utama dalam film ini. Chemistry yang sangat kuat antara Pak Dodo dengan Kartika, membuat para penonton ikut merasakan hubungan yang sangat erat antara bapak dan anak tersebut. 

Selain itu, persahabatan yang lucu sekaligus mengharukan antara Pak Dodo dengan napi lainnya membuat film ini tidak membosankan. Celotehan dan leluconan mereka yang terlihat natural selalu berhasil membuat para penonton tertawa, bahkan mereka berhasil membangun suasana komedi di sela-sela momen sedih. Karakter yang kuat juga berhasil dipertontonkan oleh tokoh Hendro Sanusi sebagai kepala lapas.

Kasih Sayang

Film ini bercerita tentang seorang bapak penjual balon keliling yang menyandang disabilitas dan anaknya yang tumbuh pintar dan hebat meski tanpa bimbingan dari seorang ibu. 

Hidup dengan segala kekurangan, tetapi mereka tetap bisa bahagia dengan caranya sendiri, selalu bisa menjalani dan memaknai setiap hal dengan sukacita. Sang bapak yang selalu berusaha menjadi ayah terbaik untuk anaknya, selalu perhatian dan menghibur walau memiliki keterbatasan, serta sang anak yang sangat menyayangi dan mampu merawat bapaknya. Mereka berdua saling melengkapi satu sama lain. 

Karakter Pak Dodo berpegang teguh pada pesan dan janji kepada mendiang istrinya, untuk tidak menjadi orang jahat dan merawat Kartika dengan baik. Ia juga senantiasa mengingat pesan istrinya, bahwa kelak Kartika harus menjadi dokter.

Sampai suatu hari sang bapak dituduh melakukan pembunuhan dan pelecehan seksual kepada gadis kecil bernama Melati Wibisono---putri dari petinggi partai, yaitu Willy Wibisono---yang membuat dirinya harus mendekam di sel. Pak Dodo dibawa ke sebuah lapas dengan sipir bernama Hendro Sanusi. Kedatangannya disambut dengan cukup buruk, di mana ia diperlakukan secara kasar dan dipukuli oleh petugas dan sipir, karena dianggap melawan dan terbelakang. 

Ia dimasukkan ke sel nomor tujuh yang sudah dihuni oleh Japra "Forman", Zaki, Yunus "Bewok", Atmo "Gepeng", dan Asrul "Bule". Pada awal kedatangannya, Pak Dodo dirundung oleh penghuni sel tersebut, sampai ada kejadian yang membuat semua penghuni sel nomor tujuh respek dan merasakan ketulusan Pak Dodo. Mereka pun menyayangi Pak Dodo dengan segala keterbatasannya, dan mau membantu Pak Dodo untuk bertemu anaknya lagi.

Momen yang sangat berkesan bagi saya, ketika Pak Hendro mulai luluh dan menyadari kejanggalan kasus dari Pak Dodo, sehingga mengajukan banding di persidangan. Selain itu, yang tidak kalah menyentuh hati adalah momen ketika para napi yang sangat totalitas dan tulus membantu Pak Dodo untuk mencari tahu tentang kebenaran kasus dan kronologisnya. 

Mereka juga tak bosan untuk melatih Pak Dodo untuk menghadapi persidangan. Rasa kebersamaan dan haru sangat terasa pada bagian ini, karena tidak hanya para napi di sel nomor tujuh yang membantu Pak Dodo, akan tetapi seluruh napi ikut berkontribusi. 

Film ini menunjukkan bahwa kasih sayang tak hanya datang dari seseorang yang memiliki hubungan darah dengan kita, tetapi juga datang dari orang-orang sekitar yang peduli dan tulus dengan kita. Secara garis besar, film ini mengajarkan bahwa kasih sayang tak terbatas oleh ruang dan waktu, tak juga terbatas kepada siapa kita ingin menunjukkan kasih sayang kita.

Perjuangan

Film ini menceritakan perjuangan seorang bapak dan anak yang ingin selalu bersama, walaupun dengan sang bapak yang berada di sel. Hal itu, didukung oleh para napi yang senantiasa siap membantu bapak dan anak ini dengan segala akal cerdiknya. Bekerja sama dengan petugas lapas pun mereka lakukan demi menyatukan bapak dan anak ini.

Selain perjuangan untuk tetap bersama, ada pula perjuangan para tokoh dalam melawan ketidakadilan yang dialami oleh Pak Dodo. Begitu banyak hal yang dilakukan para tokoh untuk mengungkap kasus Pak Dodo ini. 

Mulai dari cara yang sesuai dengan hukum sampai dengan cara kotor, seperti karakter Asrul yang diam-diam mencuri lalu mencetak data dan bukti-bukti menggunakan perangkat komputer pekerja lapas. 

Dengan dibantu oleh data tersebut, para penghuni sel---khususnya penghuni sel nomor tujuh---membantu Pak Dodo untuk melakukan adegan reka ulang yang sebenarnya, yang akan digunakan untuk menyangkal tuduhan-tuduhan tak berdasar dari penggugat di persidangan. Selain itu, penandatanganan petisi pun sampai dilakukan oleh seluruh penghuni lapas yang ternyata hal itu berujung sia-sia.

Puncak mengharukan dari perjuangan para tokoh untuk membebaskan Pak Dodo dari kasusnya, adalah dengan menciptakan balon udara yang akan digunakan Pak Dodo serta Kartika 'kabur' dari lapas. Walaupun hal tersebut juga berujung sia-sia, akan tetapi kebersamaan mereka dalam memperjuangkan kebebasan Pak Dodo tentu sangatlah berkesan.

Permainan Hukum

Segala upaya yang dilakukan para tokoh untuk membebaskan Pak Dodo berakhir di persidangan. Ingatkah kalian, saat saya menyinggung soal para napi yang melatih Pak Dodo untuk menghadapi persidangan? Dengan segala persiapan yang sangat baik, para penonton pasti memiliki harapan untuk sidang banding terlaksana dengan pihak Pak Dodo sebagai pemenangnya. 

Akan tetapi, ternyata pengacara Pak Dodo malah berkhianat dan menyerang mental Pak Dodo---dibentak dan dipukuli---pada saat mereka diminta untuk berdiskusi. Tak hanya sang pengacara, Willy Wibisono---ayah Melati Wibisono---juga menyerang Pak Dodo tepat sebelum sidang banding dimulai. Ia mengancam akan mengincar dan membunuh Kartika apabila Pak Dodo melawan di persidangan. Ia memberikan dua pilihan yaitu, Pak Dodo yang berkorban atau Kartika yang akan mati.

Willy Wibisono yang merupakan petinggi partai, tentu saja menggunakan jabatannya untuk memanipulasi dan 'menyetir' jalannya proses hukum. Ia hanya ingin membalaskan dendam kepada Pak Dodo atas kematian gadis kecil semata wayangnya, dengan menutup mata oleh apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya. Tentu hal itu sangat mudah baginya, memaksa Pak Dodo melakukan apa yang sebenarnya tidak ia perbuat.

Pada saat persidangan, tentu saja seorang Dodo Rozak yang hatinya bersih, tidak akan tega membiarkan anaknya berada dalam ancaman. Ia pun terpaksa mengakui perbuatan yang sama sekali tidak dilakukannya terhadap Melati, yaitu membunuh dan melecehkan gadis kecil itu. Pak Hendro, sang istri, dan Kartika yang menghadiri persidangan tersebut tentu merasa sangat terkejut dengan pengakuan dari Pak Dodo. Akan tetapi, mereka juga tidak bisa melakukan apa pun, melontarkan protes pun terasa sia-sia. Pak Dodo tetap dijatuhi hukuman mati.

Berpisah dengan sosok ayah dengan cara yang sangat kejam, dengan segala ketidakadilan yang didapatkannya, membuat Kartika sangat bertekad dan tumbuh menjadi sosok yang kuat. Saat dewasa, akhirnya ia menjadi seorang pengacara. Ia mengingkari pesan dari mendiang ibu dan bapaknya untuk menjadi seorang dokter, demi kembali ke ruang pengadilan, untuk berjuang membersihkan nama baik sang ayah.

Film ini tentunya memiliki iringan-iringan backsound yang sangat mendukung untuk membangun emosi di sepanjang film. Apalagi aransemen lagu "Andaikan Kau Datang" versi Andmesh Kamaleng berhasil membawakan emosi penonton untuk turut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh sepasang bapak dan anak ini.

Dibalik kesuksesan film ini, tentunya masih ada beberapa hal yang 'luput'. Beberapa adegan terasa terlalu didramatisasi, terdapat beberapa plot hole dibanding versi aslinya. 

Selain itu tone warna di beberapa adegan yang 'kekuningan', mungkin cukup mengganggu bagi beberapa penonton. Akan tetapi, secara keseluruhan, bagi saya hal-hal tersebut tidak terlalu mengganggu alur dan emosi dari film tersebut. Terbukti dengan banyaknya penonton yang menikmati dan bahkan menangis saat menonton film tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun