Mohon tunggu...
salsabila
salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

HARAGEI: 'Seni Perut' dalam Komunikasi Masyarakat Jepang

20 Oktober 2022   22:46 Diperbarui: 23 Oktober 2022   09:00 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jepang merupakan salah satu Negara maju yang terletak di kawasan Asia Timur.  Orang Jepang dikenal sangat berhati-hati dalam berbicara karena mereka tidak ingin menimbulkan perdebatan atau konflik. 

Oleh karena itu, mereka lebih suka berkomunikasi secara nonverbal. Komunikasi nonverbal sering dilakukan orang Jepang untuk menyampaikan isi hati mereka yang sesungguhnya tanpa menyakiti perasaan orang lain. 

Seringkali orang Jepang menggunakan tindakan-tindakan dalam berkomunikasi. Meskipun demikian, orang Jepang dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh lawan bicaranya. Mengapa? 

Masyarakat Jepang adalah masyarakat Homogen, mereka memiliki banyak kesamaan sehingga mampu memahami apa yang dipikirkan oleh lawan bicara tanpa harus dikatakan secara terus terang.

Orang Jepang memiliki cara yang unik untuk membuat seseorang memahami apa yang ingin disampaikan sebenarnya tanpa harus mengucapkannya secara langsung. 

Cara ini dikenal dengan Haragei. Haragei terdiri dari dua kata yaitu Hara (腹) yang berarti perut dan Gei (芸) yang berarti seni. Secara harfiah, Haragei diartikan sebagai “Seni Perut”.

Makna Hara (Perut) bagi Orang Jepang

Kata Hara sering dikaitkan dengan salah satu idiom Jepang yaitu Harakiri dan Seppuku. Kedua kata ini memiliki makna literal ‘memotong perut’. 

Harakiri atau pada zaman samurai lebih dikenal sebagai Seppuku merupakan sebuah ritual bunuh diri yang dilakukan oleh samurai secara sukarela yang lebih memilih mati secara terhormat daripada jatuh ke tangan musuh, atau sebagai bentuk hukuman mati untuk samurai yang telah melakukan pelanggaran berat, atau dilakukan sendiri karena telah melakukan perbuatan memalukan yang merusak harga diri (Szczepanski, 2017). 

Harakiri dilakukan dengan memotong atau menusukkan pedang ke perut. Cara ini merupakan sebuah simbolis, sebenarnya ada banyak cara lain yang mungkin lebih mudah dan mematikan. 

Namun, dengan cara ini seseorang tidak akan seketika mati sehingga mereka akan merasakan kesakitan terlebih dahulu. Lalu, mengapa perut? Mengapa bukan bagian tubuh lainnya?

Bagi orang Jepang, Hara adalah sebuah wadah. Secara metaforis Hara memiliki kemiripan dengan sebuah wadah baik dari segi fungsi dan bentuknya. 

Wadah merupakan sebuah tempat untuk menaruh, menyimpan, atau memuat sesuatu. Begitu pula dengan Hara yang di dalamnya terdapat organ-organ penting manusia terutama yang berfungsi sebagai alat pencernaan.

Apabila dilihat dari sejarah budaya Jepang, pada zaman samurai, Kehidupan di Jepang banyak dipengaruhi oleh Cina. Ajaran yang berkembang pada saat itu adalah Budha-zen. 

Dalam ajarannya, perut diyakini sebagai pusat kehidupan, kekuatan, dan terdapat sesuatu yang sakral di dalamnya. Bahkan, dalam pengobatan tradisional Jepang, perut menjadi sumber pengobatan utama. 

Oleh karena itu, dengan memotong perut berarti membedah suatu wadah untuk mengeluarkan sesuatu yang ada di dalamnya. 

Orang Jepang meyakini bahwa apa yang ada di dalam perut merupakan sebuah entitas penting untuk kehidupan. Sehingga, apabila isi dari perut dikeluarkan maka unsur-unsur kehidupannya akan hilang.

Haragei sebagai bagian penting dalam komunikasi di Jepang

Haragei dapat dijelaskan sebagai tindakan verbal atau fisik yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan potensi pengalaman dan keberanian yang berlimpah. 

Dapat juga dijelaskan sebagai tindakan yang berhubungan dengan orang lain atau situasi formalitas ritual dan akumulasi pengalaman, perasaan, dan pikiran secara implisit di kalangan orang Jepang (dikutip dalam Matsumoto, 1988).

Konsep Haragei sulit untuk dipahami oleh orang asing. Hal ini karena dalam penggunaan Haragei sangat mengandalkan ekspresi wajah, gestur, kata-kata yang memiliki makna tersembunyi, dan keheningan. Sehingga, untuk memahaminya tentu saja membutuhkan pengalaman, kesabaran, dan kepedulian. 

Haragei memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep komunikasi Jepang yang lainnya, seperti Amae, Honne dan Tatemae

Selain itu, terdapat konsep lain yang hampir mirip dengan Haragei yaitu Ishin Denshin. Menurut Matsumoto, Ishin Denshin didefinisikan sebagai pemahaman intuitif, tanpa menggunakan kata-kata maupun tanda-tanda, berupa bentuk komunikasi telepati khas Jepang sebagai hasil dari hubungan yang akrab. 

Namun, terdapat perbedaan antara dua konsep tersebut. Ishin Denshin terjadi secara tidak sengaja, sehingga tidak membutuhkan usaha untuk memahaminya. 

Biasanya hal ini bisa terjadi karena baik pembicara maupun lawan bicara pernah mengalami hal serupa sehingga mereka dapat saling memahami. Sedangkan, Haragei terjadi atas kehendak seseorang untuk mengomunikasikan maksudnya.

Haragei menjadi hal yang sangat penting dalam melakukan komunikasi di Jepang. ‘Seni Perut’ ini dilakukan untuk mengetahui perasaan dan emosi dari lawan bicara. 

Di Jepang banyak idiom yang menggunakan kata Hara untuk menggambarkan perasaan atau emosi seseorang. Misalnya, Hara ga ieru yang artinya ‘kemarahannya mereda’, Hara ni Osameru artinya ‘menahan marah’. 

Adapula ungkapan Hara wo saguru yang berarti ‘usaha menemukan maksud yang sesungguhnya’, contoh nyata dari idiom ini dapat dilihat dalam komunikasi orang Jepang, misalnya ketika seseorang berusaha untuk mengetahui apa yang diinginkan atau dipikirkan oleh lawan bicaranya secara diam-diam tanpa mengucapkan atau bertanya secara langsung. Ketika seseorang dapat menebak atau membaca Hara orang lain maka dia telah memahami makna Haragei

Daftar Pustaka

Roger J. Davies and Osamu Ikeno (ed). 2002. The Japanese Mind. US: Turtle Publishing.

Saifudin, Akhmad. (2018). Konseptualisasi Citra Hara ‘Perut’ dalam Idiom Bahasa Jepang. Japanese Research on Linguistics, Literature, and Culture, 1(1), 65-78.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun