Identitas Buku
Judul Buku: Terjemahan: Ikan Adalah Pertapa
Identitas Buku
Judul Buku: Terjemahan: Ikan Adalah Pertapa
Pengarang: Ko Hyeong-ryeol
Penerjemah: Nenden Lilis Aisyah dan Kim Young Soo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 2023
Tebal: 282 halaman
Tentang hidup dan segala elemen yang hidup dan mati di dalamnya. Itulah suasana atau interpretasi yang saya rasakan ketika membaca kumpulan puisi karya penyair Korea Ko Hyeong-ryeol. Ada sesuatu yang selalu menarik perhatian tatkala membaca karya puisi dari negeri Gingseng ini. Kumpulan puisi berjudul Ikan Adalah Pertapa karya Ko Hyeong-ryeol diterbitkan pada tahun 2023 oleh Kepustakaan Populer Gramedia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah.
Ko Hyeong-ryeol adalah seorang penyair asal negeri Korea Selatan yang lahir di Sokcho, Gangwon-do, pada 8 November 1954. Sebelum dikenal menjadi penyair, Ko pernah bekerja di kuil hingga pabrik roti. Pada tahun 1974 ia kemudian merintis karir sebagai pegawai pemerintah eselon rendah di utara pantai timur Korea. Karir menulisnya dimulai 5 tahun setelahnya, yaitu tahun 1979. Saat itu ia memulai debut dengan karya puisi berjudul Chuangtzu di sebuah majalah sastra Hyundaemoonhak. Ia kemudian menerbitkan karya pertamanya berjudul Perkebunan Semangka Puncak Daechong (1985), Bunga Embun Beku, dan Buddha Salju.
Latar belakang kehidupannya yang dekat dengan alam membuat karya-karya yang Ko penuh dengan tema tentang alam dan kehidupan. Hal tersebut tercermin dalam kumpulan puisi bertemakan ekologi lingkungan alam berjudul Bagaimana Kabarnya Kota Seoul. Dikenal sebagai penyair yang memandang kehidupan sebagai suatu misteri yang menyedihkan sekaligus indah, Ko mendapatkan beberapa penghargaan sastra atas karya-karyanya. Pada tahun 2003 ia mendapat Jihun Literature Award, Ilyeon Literature Award, Baeksok Literature Prize, dan Republic of Korea Culture and Arts Award pada tahun 2006. Lalu yang terbaru pada tahun 2009, mendapatkan penghargaan Contemporary Literature (Hyndae Munhak) Award.
Kumpulan puisi ini terdiri dari empat bagian, masing-masing memiliki keunikannya sendiri. Pada bagian pertama, yaitu Bagai Kenangan Milik Cahaya yang Sangat Dekat terdapat 15 puisi. Puisi-puisi tersebut memiliki judul dan tema yang sangat menarik, terutama pada gaya bahasa yang digunakan oleh Hyeong-ryeol.
Cahaya menarik pekik lalu pergi
Cahaya mekar dan lenyap
Cahaya melarikan diri ke dalam mata tertutup
(Ikan adalah Pertapa_Hyeong-Reol, 2023)
Di bagian pertama, Hyeong-ryeol seakan bercerita tentang kehidupan dari kacamata objek alam, seperti laut, cahaya, matahari, awan hingga bebatuan. Terkadang Hyeong-Ryeol menggunakan objek alam sebagai perumpamaan atau persamaan terhadap kehidupan. Salah satu puisi yang menurut saya sangat menyentuh adalah puisi Memandang Dahan dan Bintang. Puisi tersebut seakan-akan menggambarkan saat laut, air terjun, dan matahari sedang memainkan drama kehidupan yang apik. Makna akan kehidupan begitu terasa saat sudut pandang tidak lagi berada di manusia, melainkan objek dan fenomena alam yang terkadang luput dari pandangan.
Puisi-puisi di bagian pertama, seakan memaksa saya untuk kembali tersadar akan waktu yang terus berjalan dan dunia yang terus berputar. Dalam larik  Kehidupan tak dapat dikomunikasikan/dan kematian tak dapat dihapuskan/ (Ikan adalah Pertapa, Ryeol 2023) seakan-akan berbicara pada saya. Dari situ saya memahami, bahwa puisi-puisi ini bukan hanya tentang indahnya hidup, tetapi tentang segala yang hidup dan segala yang mati.
Biseondae Dan Puisi Prosais Setelah Makan Mie Dingin menjadi bagian selanjutnya dari kumpulan puisi ini berfokus pada kehidupan sehari-hari. Ko juga membahas tentang konsep waktu, tentang bagaimana kehidupan itu berjalan cepat hingga kita lupa bahwa kita kehilangan masa muda kita. Bahwa setiap manusia pada suatu saat akan menjadi tua dan hidup sebagai orang tua.
Berbeda dari puisi-puisi di bagian kedua yang lebih banyak bercerita tentang tempat dan objek alam, bagian ketiga berfokus pada kisah sang pelaku kehidupan, yaitu manusia. Dalam bagian tiga bernama Gerombolan Manusia Debu, Ko berpuisi tentang manusia dan segala hal kompleks yang meliputinya. Tentang bagaimana manusia terbentuk, tentang representasi manusia sebagai "debu", tentang betapa kecilnya manusia. Dalam bagian ini begitu terasa pesan-pesan kemanusiaan yang berusaha disampaikan oleh sang penyair. Dalam puisi berjudul Pakaian Penyair Yang Telah Meninggal  diceritakan secara apik bagaimana mahakarya seorang penyair akan terasa lebih hidup ketika penyairnya menutup nafasnya. Hal ini bukan berarti puisi tersebut tidak memiliki nilai saat pertama kali dibuat, namun yang berusaha disampaikan Ko adalah bahwa manusia akan dilupakan saat mereka meninggal. Tetapi karyanya, tulisannya, hasil jari-jarinya akan terus dikenang. Satu-satunya cara manusia diingat adalah apa yang mereka tinggalkan.
Bagian keempat dari kumpulan puisi ini berjudul Ada Kenyataan Yang Belum Terbongkar berisi puisi-puisi tentang hal-hal misteri yang tersimpan dari kehidupan. Sama seperti puisi di bagian-bagian sebelumnya, Ko bercerita tentang kematian, kehidupan dan segala yang berada di antaranya.
Melalui buku ini pembaca dibawa mendalami kembali makna kehidupan dan segala yang berkaitan dengannya. Setiap puisi memiliki diksi yang mengalir dan membuat pembaca tenggelam dalam keindahannya. Hal ini juga tidak jauh dari upaya penerjemahan yang baik. Mengingat menerjemahkan bahasa terutama puisi sangat berbeda dari menerjemahkan teks lainnya. Perlu keahlian interpretasi yang rapih. Sebab jika tidak hati-hati bisa jadi makna tersebut menguap dan hilang. Dalam kumpulan puisi ini, makna puisi yang ditulis Ko sangat dijaga kesuciannya. Makna dan interpretasi atas puisi Ko dihantarkan dengan sangat baik oleh Nenden, sehingga sampai pada pembacanya.
Kelebihan lainnya terletak pada bagaimana Ko menggunakan simbol objek alam, benda mati, dan manusia untuk menceritakan tentang kehidupan dan hal-hal di dalamnya. Melalui permainan diksi yang sederhana, namun mengasyikkan mampu menghantarkan pembaca pada pemaknaan yang lebih mendalam tentang hidup.
Buku ini sangat cocok untuk pembaca lamban atau slow reader yang menyukai kumpulan puisi dengan makna terselubung. Hal tersebut karena puisi-puisi Ko akan lebih bisa dimaknai jika dibaca dan diresapi secara perlahan. Di sela-sela waktu kontemplasi diri, saat sore menjelang malam. Sehingga kumpulan puisi ini kurang cocok jika dinikmati oleh orang yang membaca dalam sekali duduk.(SALSABILA IZZATI ALIA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H