Mohon tunggu...
Salsabilah Sirait
Salsabilah Sirait Mohon Tunggu... Mahasiswa - Calon sarjana

20

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jual Beli Makanan Online Berdasarkan Perspektif Hukum Perdata

14 Maret 2022   17:30 Diperbarui: 15 Maret 2022   14:35 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai hasil dari adanya perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi, internet kian menjadi media untuk melakukan kegiatan usaha yang dikenal dengan sebutan e-commerce. Sistem elektronik ini memungkinkan customer untuk melakukan transaksi jual beli secara efisien karena tidak terbatas pada tempat dan waktu. 

Melalui e-commerce, transaksi yang bersifat konvensional tidak lagi ditemui, sehingga dapat dengan bebas mengumpulkan informasi dan melakukan perbandingan antar barang/jasa. 

Tak hanya terbatas pada pakaian dan kebutuhan tersier lainnya, saat ini e-commerce juga telah mencakup pada layanan pesan antar yang dapat digunakan sebagai media untuk membeli makanan secara online yang dapat dilakukan dengan metode pembayaran secara tunai ataupun nontunai. 

Transaksi jual beli online telah menjadi trend dikalangan generasi milenial saat ini yang pada prinsipnya bertumpu pada aspek kepercayaan kedua belah pihak. 

Hal ini dapat dilihat dari Iklan Data Analitik (ADA) yang menunjukkan bahwa disaat pandemi Covid-19, aktivitas jual beli online meningkat hingga 400% sejak bulan Maret 2020. Selain itu, data dari Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan transaksi melalui e-commerce pada Maret 2020 mencapai 98,3 juta transaksi. 

Apakah jual beli online berbeda dengan jual beli konvensional?

Pada dasarnya, transaksi jual beli secara online memiliki akad sama dengan akad jual beli konvensional dan merupakan perjanjian seperti pada umumnya. Berbagai pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli secara online tentu saja memiliki hak dan kewajiban sebagai pihak yang melakukan perjanjian. 

Perbedaannya dengan perjanjian jual beli konsvensional hanya terletak pada media yang digunakan dimana  pihak penjual dan pembeli harus bertemu langsung untuk menyepakati apa yang diperjualbelikan. 

Sedangkan dalam transaksi jual beli yang dilakukan secara online, proses kesepakatan yang terjadi membutuhkan akses internet sebagai media utamanya, sehingga terjadi proses perjanjian jual beli tanpa perlu pertemuan dan terjadi proses tawar menawar yang dapat dilakukan dimana saja. 

Suatu perjanjian jual beli disebut sebagai perjanjian yang sah apabila kedua belah pihak telah setuju mengenai unsur pokok dalam perjanjian jual beli itu sendiri. 

Unsur pokok tersebut mengenai harga dan barang yang telah ditentukan wujud dan jumlahnya ketika akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Bukan hanya sekedar kekuasaan atas barang tersebut yang harus diserahkan penjual ke pembeli, melainkan juga penyerahan (levering) secara yuridis. 

Pelaku usaha wajib menyertakan informasi yang benar dan sesuai mengenai barang/jasa yang ditawarkan serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan menjual barang/jasa yang dianggap halal dan sah secara hukum. 

Lantas bagaimana hubungan hukum yang timbul dari proses jual beli makanan online?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun