Mohon tunggu...
Salsabilah Djap
Salsabilah Djap Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswi UIN Malang angkatan Tahun 2022. Semoga dengan akun ini, kita bisa saling berbagi inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Teori Belajar Pavlov, Thorndike dan Skinner

11 Desember 2022   13:25 Diperbarui: 11 Desember 2022   14:00 3818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Belajar (theAsiaparents.com)

Pernakah pembaca berada di posisi tidak mengetahui sesuatu atau tidak memahami sesuatu namun akhirnya menjadi tahu dan paham dengan hal tersebut?

Iya, tentu saja seluruh pembaca pernah mengalaminya. Sebuah transformasi (perubahan) dari ketidaktahuan menjadi tahu. Ataupun dari ketidakbisaan menjadi bisa.

Misalkan seorang anak yang lahir dalam keadaan tidak memahami apa-apa. Namun, akhirnya mengetahui berbagai hal secara bertahap karena diperkenalkan dan dibimbing oleh orang-orang disekitarnya.

Proses ini yang disebut dengan proses mencari tahu (Belajar). Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Dalam Dunia akademisi, sudah cukup banyak pakar dan peneliti yang telah melakukan observasi dan pengamatan hingga turut serta memberi kesimpulan berupa teori Belajar.

Dalam tulisan kali ini, penulis ingin mengulas 3 (tiga) teori belajar dari 3 pakar yang cukup terkenal yakni Teori belajar Pavlov (Conditioning theory), Thorndike (Connectionism theory) dan Skinner (Behaviorisme theory).

1. Teori Belajar Pavlov (Classic Conditioning theory)

Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Dalam penelitian ini, Pavlov berhasil menemukan hukum-hukum belajar yakni, Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Serta Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Dari hukum yang ditemukan oleh Pavlov ini, dirinya menyimpulkan bahwa Belajar mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan, hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Kendati demikian, teori ini mengalami kelemahan karena pembelajaran sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, Perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif. Guru tidak memperhatikan individual-differences.

Namun, teori ini cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk- bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

2. Teori Belajar Thorndike (Connectionism theory)

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbantuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respon (R). Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

Teori belajar Thorndike dikenal dengan "Connectionism" (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan "Trial and error" dalam menilai respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu.

Dengan menggunakan media Kucing, Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum Kesiapan, Latihan dan Akibat.

Teori yang dihasilkan oleh Thorndike, ada 7 (Tuju) poin yang wajib diperhatikan dalam belajar yakni; Pertama, Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas. Kedua, Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.

Ketiga, Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Keempat, Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.

Kelima, Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki. Keenam, Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat. Ketuju, Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.

Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, teori ini nyaris tidak memiki kekurangan karena anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Teori Belajar Skinner (Behaviorisme theory)

Teori Belajar Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, ketika keluarnya teori S-R, Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.

Secara garis besar, Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah sebuah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi.

Terdapat 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Adapun 4 (empat) diantara 6 asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Belajar itu adalah tingkah laku. Kedua, Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan. Ketiga, Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama. Keempat, Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

Jika Teori Belajar Pavlov menggunakan anjing sebagai media penelitiannya dan Teori Belajar Thorndike menggunakan Kucing sebagai media penelitiannya, maka, B.F Skinner bereksperimen menggunakan 2 (dua) hewan yang berbeda dalam penelitiannya yakni terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati.

Penelitian B.F Skinner ini akhirnya menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya; Pertama, Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. Serta yang kedua yakni, Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Kelebihan teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.

Kendati demikian, teori inipun mengalami pelemahan dimana berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.

Kesimpulan

Dengan tiga teori belajar di atas, tentunya pembaca dapat memahami dan menyesuaikan kondisi pembelajaran sebagaimana kondisi peserta didik.

Hal ini sangat dianjurkan karena, dengan menguasasi teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik setidaknya pembaca ataupun para guru dapat memahami apa dan bagaimana sebenarnya proses belajar itu terjadi pada diri peserta didik, sehingga guru dapat mengambil tindakan pedagogik dan edukatif yang tepat bagi penyelenggaraan pembelajaran.

Salsabilah Djap

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun