Identitas Buku
- Judul: Every Falling Star: The True Story of How I Survived and Escaped North Korea
- Pengarang: Sungju Lee dan Susan McClelland
- Penerbit: Abrams Books
- Tahun terbit: 2016
- Tebal halaman : 314 halaman
Pendahuluan
Every Falling Star adalah biografi singkat Sungju Lee, seorang bocah Korea Utara yang  pada usia dua belas tahun terpaksa hidup di jalanan dan mengurus dirinya sendiri. Sungju menceritakan bagaimana rasanya dipisahkan dari orang tuanya; hidup menyendiri; membuat keluarga baru dengan geng yang ia sebut "saudara laki-lakinya"; merasakan lapar setiap hari; dan dikejar rasa takut ditangkap, dipenjara, dan bahkan dieksekusi.
Dalam kisah nyata yang memukau ini, Lee, dengan Susan, mengungkapkan bahwa banyak kebebasan yang diterima begitu saja di barat tidak ada di negeri lain dan harapan seringkali menjadi satu-satunya hal yang bisa dipegang teguh. Seperti Lee yang memiliki harapan bertemu kembali dengan orang tuanya, dengan harapan itulah Lee berdoa setiap kali ia melihat bintang jatuh.
Isi Resensi
Sungju Lee lahir di Pyongyang, Korea Utara. Dia memiliki masa kecil yang indah dengan rumah yang baik, masa depan yang cerah, dan orang tua yang sangat menyayanginya. Tapi seperti yang dia gambarkan dalam biografi ini, hidupnya tiba-tiba terbalik dan menjadi lebih sulit daripada yang bisa dia bayangkan setelah ayahnya tidak disukai oleh pemerintah brutal negara itu.
Saat kecil, Lee tidak pernah mempertanyakan pemerintah atau pemimpinnya (pertama Kim Il-sung dan kemudian Kim Jong-il); cita-cita Lee sendiri adalah menjadi seorang jenderal dan melayani negaranya. Kemudian datang waktu saat ia diberi tahu bahwa keluarganya akan pergi untuk "liburan ke wilayah utara". Lee, yang berusia 11 tahun, pindah ke Gyeong-seong, di mana dia langsung dikejutkan oleh perbedaan antara ibu kota tempat dia dibesarkan dan apa yang dia lihat di wilayah lainnya.
Lee menggambarkan peristiwa ini dari perspektif masa kecilnya; Karena itu, dia hanya secara bertahap menyadari bahwa dia telah pindah ke daerah dimana kelaparan adahal hal yang sangat umum. Perubahan drastis dalam keadaan ini berarti bahwa, meskipun Lee mempunyai keinginan yang besar untuk belajar, tetap saja pada akhirnya Lee harus meninggalkan sekolah untuk membantu orang tuanya dalam pencarian makanan sehari-hari. Saat situasi keluarganya semakin memburuk, ayah Lee kemudian ibunya menghilang. Sebelum ia beranjak remaja, Lee ditinggal sendirian.
Untuk menghindari kelaparan, Lee bergabung dengan beberapa mantan teman sekelasnya dan membentuk geng, anggota geng  inilah keluarga satu-satunya Lee. Mereka bersama bergerak di sekitar pedesaan mencuri, berkelahi, dan menghindari polisi. Salah satu bagian yang paling sedih dari cerita Lee ialah saat gengnya berada di guhoso setempat, sebuah penjara bagi pemuda tunawisma yang nyatanya di penjara tersebut lebih sulit untuk bertahan hidup daripada saat hidup di jalanan.Â
Pembaca mengikuti perkembangan Lee saat-saat ketika perlahan dia kehilangan kepolosannya; Setiap momen "kedewasaan" nya semakin brutal, dari meninggalkan anjing kesayangannya di Pyongyang hingga menonton eksekusi dalam field trip kelas hingga menghadapi kematian salah satu saudara laki-lakinya. Terlihat dengan jelas bahwa anak-anak di dunia Lee yang tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi; ketika orang dewasa mencoba menyembunyikan kebenaran, tersisa anak-anak seperti Lee yang mencari cara bertahan hidup. Juga tidak butuh waktu lama bagi Lee untuk menyadari pandangannya tentang apa yang membuat seseorang "baik" tidak lagi berlaku begitu dia meninggalkan Pyongyang - seperti apa yang salah satu saudara laki-lakinya ucapkan, "moralitas adalah lagu yang bagus yang dinyanyikan seseorang ketika dia tidak pernah lapar."
Setelah lima tahun hidup sebagai yatim piatu jalanan, Lee ditemukan dan diselundupkan keluar dari Korea Utara oleh ayahnya, yang melarikan diri ke Korea Selatan dan kemudian menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melacak putranya. Â Mempertimbangkan semua yang telah Lee lalui, ia adalah orang yang luar biasa, setelah mendapatkan gelar sarjana dalam ilmu politik dan jurnalisme dari Universitas Sogang di Seoul, dia menerima kesempatan untuk magang dengan anggota parlemen Kanada Barry Devolin pada musim panas 2014, dan kemudian melanjutkan studi hubungan internasional di Inggris.
Kelebihan Buku
Lee menawarkan kepada kita sejarah Korea Utara yang bagi saya sendiri yang tidak begitu tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di Korea Utara sangat informatif. Iapun banyak menggunakan frasa budaya, bahasa, dan cerita rakyat yang menghirup kehidupan dan keaslian dari ceritanya. Penggambarannya tentang penderitaan rakyat Korea Utara tersampaikan dengan jelas. Tak hanya itu  buku ini juga dilengkapi dengan pengertian dari frasa-frasa yang digunakan oleh Lee yang mempermudah pembaca untuk memahami buku ini lebih baik.
Kekurangan Buku
Gaya penulisan buku ini menurut saya terlalu sederhana jika dibandingkan dengan bobot cerita yang berat, Meskipun saya merasakan berbagai emosi saat membaca buku ini, tulisan dari buku ini tidaklah begitu menarik dan ada kalanya saya sulit untuk melanjutkan membaca.Â
Selain itu, ada begitu banyak karakter, dengan kepribadian yang luar biasa dan memiliki kekhasannya masing-masing tetapi karakter mereka di buku ini tidak hidup.Â
Buku ini sangat bergantung pada dialog, jadi kepribadian dari sebagian besar karakter menjadi kabur, terlepas dari ketertarikan saya pada mereka, saya tidak merasa seperti saya kenal dengan tokoh-tokoh tersebut.
Penutup
Saya sangat merekomendasi buku ini kepada semua orang terlepas dari kekurangannya. Buku ini penuh dengan wawasan yang sangat informatif bagi orang yang baru saja memperlajari tentang sejarah dan apa yang terjadi di Korea Utara. Ceritanya membawa kita ikut menangis dan belajar akan salah satu situasi atas puluhan orang-orang yang memiliki nasib yang sama. Â Buku ini penuh dengan harapan, keberanian, dan kenyataan brutal tentang betapa beruntungnya kita semua. Kalimat terakhir saya untuk buku ini ialah, an eye-opening history that needs to be told.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI