Mohon tunggu...
Salsabila
Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia Cibiru. "Education is imporant, but character is more"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelestarian Budaya terhadap Keanekaragaman Budaya Sunda di Era Digitalisasi

9 Januari 2023   16:13 Diperbarui: 9 Januari 2023   16:23 3065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ai Nurasyiah, Salsabila

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Cibiru

ainurasyiah98@upi.edu , salsabila872@upi.edu

Abstrak

Setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda. Akibat pesatnya kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta derasnya arusnya globalisasi di era digitalisasi ini menyebabkan turunnya nilai-nilai kebudayaan di kehidupan masyarakat. Namun, hal tersebut menjadi tantangan bagi kita sebagai masyarakat Indonesia agar bisa mempertahankan nilai-nilai budaya dan melestarikan budaya tersebut agar tidak mudah terpengaruh oleh budaya luar dan perkembangan IPTEK di tengah derasnya era digitalisasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh suku Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman budaya Sunda dalam salah satu upaya pelestarian kebudayaan di era digitalisasi. Keanekargaman budaya Sunda yang meliputi tarian daerah, kesenian tradisional, makanan daerah, lagu daerah, serta perilaku masyarakat Sunda masih melekat menjadi pewarisan nilai budaya. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan instrumen studi literatur mengenai keanekaragaman budaya sunda. Temuan penelitian ini yaitu nilai-nilai budaya Sunda saat ini masih ditanamkan dan dikembangkan oleh masyarakat Sunda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh masyarakat Sunda masih mempertahankan dan menanamkan nilai-nilai budayanya di tengah era dgitalisasi.

Kata kunci: Pelestarian budaya, Budaya Sunda, Era digitalisasi

Abstract

Every region in Indonesia has different cultural diversity. As a result of the rapid progress and development of science and technology (IPTEK) and the swift flow of globalization in this digitalization era, cultural values have decreased in people's lives. However, this is a challenge for us as Indonesian people to be able to maintain cultural values and preserve this culture so that we are not easily influenced by foreign culture and the development of science and technology in the midst of the swift era of digitalization. In this study, researchers took the cultural diversity possessed by the Sundanese. This study aims to determine the diversity of Sundanese culture in an effort to preserve culture in the digitalization era. The diversity of Sundanese culture which includes regional dances, traditional arts, regional food, folk songs, and the behavior of the Sundanese people is still inherent in the inheritance of cultural values. This research method uses qualitative methods using literature study instruments about Sundanese cultural diversity. The findings of this study are that Sundanese cultural values are still instilled and developed by the Sundanese people. The results of this study indicate that the cultural diversity possessed by the Sundanese people still maintains and instills their cultural values in the midst of the digitalization era.

Keywords: Cultural preservation, Sundanese culture, Digitalization era

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang majemuk karena terdiri dari beragam suku. Suku adalah kelompok etnis dan budaya masyarakat yang terbentuk secara turun temurun pada generasi selanjutnya. Suku Sunda menempati suku terbesar kedua setelah suku Jawa, dengan proporsi 15,50% dari jumlah penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2022). Suku Sunda memiliki banyak keragaman budaya seperti tradisi, tarian derah, lagu daerah, maupun makanan khasnya. Setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing, namun masih tetap memiliki satu kepaduan yang utuh. Maka dari itu, perlu adanya pelestarian budaya di era digitalisasi agar budaya tetap ada dan bisa diturunkan kepada generasi selanjutnya.

Di era digitalisasi ini, perkembangan dan kemajuan IPTEK sangat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Derasnya arus globalisasi menggeserkan nilai-nilai budaya lokal menjadi budaya luar. Tak jarang jika masyarakat Indonesia banyak yang mengikuti budaya luar sehingga lupa terhadap nilai-nilai budaya lokal yang dimilikinya. Gejala westernisasi dewasa ini sudah mewarnai budaya masyarakat (Alfadhil, 2021). Perkembangan globalisasi budaya yang sangat pesat melalui sarana media masa dan teknologi di dalam menampilkan budaya-budaya luar kepada masyarakat mengakibatkan banyak masyarakat yang lebih memilih untuk mengadopsi budaya-budaya luar (Fitriyani, 2015). Hal tersebut mejadi tantangan bagi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. Budaya Sunda memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sunda yang melekat dalam pameo, silih asih (saling mengasihi), silih asah (saling memperbaiki diri), dan silih asuh (saling melindungi).

Kebudayaan Sunda merupakan kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang dengan pola kehidupan masyarakat Sunda yang pada umumnya berdomisili di tanah Sunda (Ekadjati, 1993, hlm.7). Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakan dari kebudayaan lainnya. Orang-orang Sunda dikenal sebagai individu yang ramah, dan religius. Kecenderungan tersebut melekat pada pameo Sunda yang telah disebutkan di atas. Dalam budaya Sunda ada beberapa nilai yang dijunjung tinggi dalam keberlangsungan hidupnya yaitu cageur, bageur, bener, singer, dan pinter (Jaenudin, 2019, hlm.5).

Masyarakat Sunda merupakan bagian dari masyakat suku bangsa lainnya yang hidup di Indonesia. Suku Sunda adalah orang-orang tinggal di daerah Jawa Barat dan Banten yang dulu dikenal sebagai Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Secara kultural ekologis, pada umumnya masyarakat Sunda hidup pada daearah pegunungan tersebut, sehingga tidak jarang orang Sunda dikenal sebagai "orang gunung" (Indrawardana, 2012). Keanekaragaman yang dimiliki oleh masyarakat Sunda masih melekat ditanamkan dan dilestarikan oleh masyarakat tersebut. Seperti upacara tingkeban, nilai pamali, macam-macam lagu daerah, tradisi tujuh bulanan, sawer dalam pernikahan, dan lainnya.

Berdasarkan pada pemaparan pada permasalahan tersebut, maka pada artikel ini peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai keanekaragaman budaya Sunda dalam upaya pelestarian kebudayaan di era digitalisasi.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan instrumen studi literatur mengenai keanekaragaman budaya sunda di era digitalisasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai data dari jurnal, artikel, dan internet serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai keanekaragaman budaya Sunda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai-Nilai Budaya Sunda

Istilah nilai berasal dari bahasa Inggris yaitu value. Nilai menurut KBBI adalah sifat-sifat atau suatu hal yang penting yang berguna untuk kemanusiaan. Sedangkan nilai sebagai kata kerja diartikan suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai dan melakukan penilaian (Kaelan, 2001, hlm. 174). Hakikat nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu objek.

            Kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah segala sesuatu yang berhubungan dan tidak bisa lepas dari budaya. Budaya berasal dari kata budi sebagai jiwa yang telah matang. Budaya merupakan buah budi manusia (Ki Hadjar Dewantara, 1967, hlm.85).

Keanekaragaman Budaya Sunda

Keanekaragaman budaya Sunda menjadi warisan budaya yang melekat pada masyarakat Sunda. Nilai-nilai yang ada dalam budaya Sunda masih mempertahankan nilai norma, nilai tradisi, dan nilai agama. Keanekaragaman budaya tersebut berupa tradisi, adat istiadat, lingkungan alam, paririmbon, bahasa Sunda, dan perilaku masyarakat Sunda.  

Tradisi dan adat istiadat

Kehidupan masyarakat Sunda yang masih terikat pada tradisi adat biasanya cenderung masih terikat dengan alam di lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat adat memiliki sistem kepercayaan yang terikat. Diantara tradisi dan adat istiadat tersebut antara lain:

Tingkeban

Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil menginjak masa kehamilan tujuh bulan. Acara tujuh bulanan ini dimaksudkan agar bayi dalam kandungan ibu hamil nanti selamat sampai melahirkan, dengan mengadakan susunan acara syukuran dan do'a. Perlengkapan dalam acara tujuh bulanan adalah gubuk siraman, kelapa gading, telur kampung, kain batik tujuh buah, belut, golok, duit-duitan, dan souvenir.

Wayang

Wayang merupakan hasil dari kebudayaan Sunda yang dapat ditempuh di dalam penggalian makna budaya Sunda silih asah, silih asuh, dan silih asah. Makna yang didapat dari nilai budaya Sunda melalui pertunjukan wayang merupakan hasil dari interaksi dalang dengan masyarakat yang hadir dengan simbol-simbol tertentu (Sauky, dkk, 2021). Dalam hal ini, boneka wayang dan penggunaan bahasa Sunda menjadi simbol agar masyarakat yang hadir menyaksikan dapat memberikan penafsirannya masing-masing mengenai wayang tersebut. Di samping pertunjukan wayang hadir sebagai tontonan, wayang tersebut juga hadir sebagai tuntunan. Hal tersebut tidak hanya sekedar memberikan hiburan bagi penonton, namun melalui lakon dalam cerita yang disajikan oleh dalang dapat memberikan ajaran moral dan nilai-nilai utama kehidupan. Hikmah dibalik cerita yang terdapat dalam lakon pewayangan tersebut, dapat membuat penonton meneladani hal-hal yang baiknya, serta dapat bercermin kepada hal-hal keburukan dan kejahatan yang diperankan oleh tokoh-tokoh wayang antagonis (Susetya, 2019).

Ngadulag

Tradisi ngadulag biasanya dilakukan oleh pemuda masyarakat Sunda dengan memukul bedug di masjid-masjid, termasuk mengarak bedug berkeliling kampung saat malam bulan suci Ramadhan dan malam takbiran Idul Fitri. Para penabuh tersebut akan membunyikan dulag dengan pola tertentu yang sarat akan pesan kebaikan. Dikutip dari liputan6.com, ngadulag berasal dari tradisi akar rumput masyarakat desa di wilayah Jawa Barat untuk memeriahkan malam-malam bulan Ramadhan.

Khitanan

Tradisi khitanan atau sunatan pada masyarakat Sunda dilakukan satu hari sebelum hari mengkhitan anak. Sehari setelah dikhitan, anak laki-laki akan diarak keliling desa dan sering disebut sebagai pengantin sunat (Adithia, 2018). Rombongan pengantin sunat ini keliling desa ditemani dengan kesenian Sunda yang meriah. Ada yang menggunakan kesenian tanjidor, kesenian sisingaan, dan kesenian kuda renggong. Setelah pesta arakan, pada malam harinya diadakan acara syukuran untuk anak yang akan dikhitan. Setelah dikhitan, digelar lagi pesta untuk pengantin sunat agar ia melupakan rasa sakit setelah dikhitan.

Sawer Pengantin

Upacara sawer pengantin dilakukan setelah akad nikah, pasangan pengantin dibawa ke tempat penyaweran atau tempat terbuka. Selanjutnya, penyawer melantunkan syair sawer, sambil menabur beras yang berjampur irisan kunir dan uang receh ke penonton (Kusmayadi, 2018).

Lingkungan alam

Pada hakikatnya, masyarakat Sunda menganggap bahwa lingkungan alam bukanlah sesuatu yang harus ditundukkan, melainkan sesuatu yang harus dihormati, dipelihara, dan dirawat. Sikap masyarakat Sunda dalam hubungannya dengan alam, cenderung lebih bersifat menyesuaikan diri dengan alam (Indrawardana, 2012). Hal ini dapat dilihat dalam hal bertani seperti yang dikatakan oleh Keontjaraningrat (1981) bahwa masyarakat petani Indonesia hidup selaras dengan alam sebagai suatu konsepsi yang lazim dalam petani Indonesia. Keterikatan masyarakat Sunda dengan lingkungan alam terkadang memposisikan manusia sebagai seseorang yang tunduk terhadap alam, padahal yang terjadi adalah secara tidak langsung alam membentuk mentalitas masyarakat Sunda. Alam dijadikan sebagai tempat perumpamaan bagi perilaku manusia, melalui ungkapan dalam bentuk bahasa perbandingan, ataupun kias. Beberapa nama tokoh Sunda masa lalu banyak menggunakan nama unsur alam seperti: Prabu Lingga Buana, Gelap Nyawang, Gajah Lumantung, Ciung Wanara, dan sebagainya. Tidak hanya itu, terdapat nama perilmuan untuk kesaktian masa lalu, seperti: Bayu Bajra, Guntur Bumi, Kidang Kancana, Pa Macan, dan sebagainya.

Paririmbon

Paririmbon adalah metode perhitungan kuno untuk memprediksi tentang aspek kehiduapan manusia mulai dari sikap manusia, rumah tangga, perjodohan, peruntungan, karir, hari baik-buruk, dan lain sebagainya. Ramalan dari paririmbon tidak sepenuhnya secara mutlak dipercaya oleh masyarakat karena belum tentu kebenarannya (Emon, 1992). Seluruh kehidupan suku sunda Sebagian besar dipengaruhi oleh filosofi hidup dan cara berpikir mereka. Secara geografis, masyarakat Sunda beranggapan bahwa tanah yang didirikan dan ditempati oleh mereka akan memiliki nama, kondisi, dan karakter tersendiri. Paririmbon tertuang dalam Kitab Primbon Sunda yang memuat tentang ramalan-ramalan.

Bahasa Sunda

Bahasa digunakan sebagai alat interaksi di dalam lingkungan sosial karena bahasa dapat menjadi ruang bagi tumbuhnya nilai sosial, dan terjadinya interaksi antar manusia (Farady & Sierjames, 2018). Meskipun suku Sunda telah menduduki berbagai daerah, akan tetapi logat atau dialek yang mereka gunakan mengikuti dialek atau logat yang sesuai dengan tempat yang mereka tempati. Hal ini dikarenakan adanya faktor "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", serta dari faktor leluhur suatu daerah.

Pamali

Pamali sebagai salah satu sistem pengetahuan masyarakat adat Sunda. Pamali masih dipertahankan dalam kebudayaan masyarakat adat Sunda (Rohaeni, dkk, 2013). Pamali terus dipelihara dalam masyarakat adat Sunda secara turun temurun. Latar belakang munculnya pamali memberikan alasan logis dan sebagai ungkapan budaya menjaga adat sunda dari dampak digitalisasi dan globalisasi dan pengarauh luar. Contoh pamali seperti, (1) Ulah kaluar imah sareupna. Pamali ini terkait adanya anjuran dalam agama Islam untuk tidak berkeliaran di waktu Magrib sampai Isya. (2) Ulah cicing di lawang panto. Pamali ini merupakan pamali yang sering didengar oleh masyarakat, yang bermakna bahwa berdiri atau duduk di dekat pintu adalah perbuatan yang menganggu mobilitas orang lain.

Arsitektur tradisional Sunda

Menurut Suharjanto konsep dasar rancangan aksitektur tradisional Sunda yaitu menyatu dengan alam. Alam sebagai potensi yang seyogyanya dapat dimanfaatkan secara tepat dalam kehidupan sehari-hari. Bumi sebagai sebutan untuk tempat tinggal bagi orang Sunda (Suharjanto, 2014). Karakteristik arsitektur tradisional Sunda pada umumnya mengandung perlambangan yang dipercaya, memiliki penekanan pada bentuk atapnya, memiliki ornamen-ornamen pada bangunannya, serta bentuk bangunannya yang cenderung simetris. Dengan demikian, wujud arsitektur tradisional Sunda terdiri dari empat wujud diantaranya adalah wujud ornamen, wujud pembagian tiga, wujud atap, dan karakter estetika arsiktektural (Anisa, dkk, 2019, hlm.9).

Perilaku masyarakat Sunda

Masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, itulah mengapa masyarakat Sunda dikenal sebagai pribadi yang someah. Filosofi hidup masyarakat Sunda yaitu Someah Hade ka Semah, yang memiliki makna ramah, bersikap baik, menjaga, menjamu, dan membahagiakan setiap tamunya (Hendriana & Setiyadi, 2018). Nilai-nilai budaya someah sudah melekat sebagai ciri khas, dan brand personality suku Sunda. Masyarakat suku Sunda yang dikenal someah juga direpresentasikan melalui pribadi yang humoris (Hidayat & Hafiar, 2019). Mereka dikenal sebagai pribadi yang hidup dengan selera humor tinggi. Tidak mengenal usia, pendidikan, maupun jabatan, selera humor ini senantiasa ditemukan pada setiap komunikasi.

Era Digitalisasi 

Perkembangan dan kemajuan IPTEK menjadikan kehidupan saat ini dikenal sebagai era digitalisasi. Perkembangan teknologi pada era digitalisasi ini memberikan pengaruh pada setiap tatanan kehidupan dan mempunyai dampak positif juga dampak negatif yang salah satunya adalah dapat mereduksi nilai-nilai kebudayaan (Hamdani, 2021). Dalam era digitalisasi menjadi kekuatan dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Seperti masuknya budaya barat yang saat ini diidentikan dengan modernitas (moderenisasi) (Nahak, 2019). Maka diperlukan penanaman nilai-nilai budaya pada masyarakat agar dapat melakukan filterisasi budaya dan agar tidak mudah terpengaruh oleh budaya luar yang masuk ke Indonesia di tengah derasnya arus digitalisasi. Zaman yang serba digital ini menggeser nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat sehingga perlu bagi kita untuk tetap melestarikan dan mempertahankan kebudayaan yang ada di Indonesia.

Pelestarian Budaya Sunda

Melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia saat ini lebih memilih kabudayaan luar yang mereka anggap lebih menarik membuat kebudayaan lokal banyak yang luntur akibat dari kurangnya generasi penerus yang memiliki minat untuk belajar dan mewarisinya (Nahak, 2019). Hal tersebut menjadi tantangan bagi kita untuk tetap melestarikan budaya Sunda. Namun berdasarkan pemaparan mengenai keanekaragaman budaya Sunda diatas, dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman budaya Sunda masih dilestarikan oleh masyarakat suku Sunda di tengah derasnya era digitalisasi. Seperti saat masyarakat Indonesia saat ini kental dengan pengaruh digitalisai dan globalisasi, masyarakat suku Sunda lebih memilih percaya akan nilai pamali sebagai pewarisan budaya dari leluhurnya.

Selain itu, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat suku Sunda agar mereka bisa terus mempertahankan budayanya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Culture Experience 

Culture Experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan sebuah pengalaman kultural. Contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk alat kesenian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai alat kesenian tersebut. Dengan demikian, kebudayaan lokal akan selalu dijaga kelestariannya.

Culture Knowledge

Culture Knowledge merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu informasi dan pengatahuan mengenai kebudayan yang bertujuan sebagai edukasi untuk pengembangan kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian, masyarakat dapat memperkaya pengetahuannya mengenai kebudayaan. Permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat adalah terkadang mereka tidak merasa bangga terhadap produk atau kebudayaannya sendiri, sehingga mereka lebih memilih untuk menggunakan produk luar dan mengikuti kebudayaan luar. Oleh sebab itu, pentingnya bagi kita semua untuk memiliki kesadaran terhadap kebudayaan yang dimiliki. Peran pemerintah juga berperan penting dalam melestarikan kebudayaan.

PENUTUP

Kesimpulan

Perkembangan dan kemajuan IPTEK menggeser nilai-nilai kebudayaan yang ada di kehidupan masyarakat. Derasnya arus globalisasi dan digitalisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebudayaan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi kita semua agar tetap dapat melestarikan kebudayaan. Seperti halnya dengan kebudayaan Sunda. Keanekaragaman budaya Sunda yang berupa tradisi dan adat istiadat, lingkungan alam, paririmbon, bahasa sunda, arsitektur tradisional sunda, dan perilaku masyarakat Sunda menunjukkan bahwa masyarakat suku Sunda masih lekat dan kental terhadap pelestarian kebudayaannya. Selain itu, perlu dilakukan berbagai upaya oleh masyarakat dan pemerintah sebagai pelestarian kebudayaan agar tidak mudah luntur dan terbawa oleh pengaruh kebudayaan dari luar di tengah era digitalisasi.

Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah :

  • Bagi masyarakat Sunda, agar tetap mempertahankan dan melestarikan budayanya agar tidak mudah terpengaruh oleh budaya luar di tengah derasnya era digitalisasi.
  • Bagi pemerintah, agar melakukan berbagai upaya untuk melestarikan budaya yang ada di berbagai daaerah, khususnya dalam hal ini budaya Sunda.
  • Bagi peneliti selanjutnya, agar bisa meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai pelestarian keanekaragaman budaya Sunda. Hal tersebut dikarenakan keanekaragaman budaya Sunda dalam penelitian ini tidak dijabarkan dan dideskripsikan secara lengkap. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan ulang mengenai penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adithia Saputra, K. (2018). Perancangan Media Informasi Upacara Adat Khitanan Sunda Karya Hasan Mustapa (Doctoral dissertation, Universitas Komputer Indonesia).

Alfadhil, D. M., Anugrah, A., & Hasbar, M. H. A. (2021). Budaya westernisasi terhadap masyarakat. Jurnal Sosial-Politika, 2(2), 99-108.

Anisa, A., Satwikasari, A. F., & Saputra, M. S. A. (2019). Penerapan Konsep Arsitektur Tradisional Sunda Pada Desain Tapak Lanskap Dan Bangunan Fasilitas Resort. Prosiding Semnastek.

Dewantara, K. H. (1967). Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan, Taman Siswa. Yogyakarta.

Ekadjati, E. (1993). Kebudayaan Sunda, Suatu Pendekatan Sejarah Jilid 1. Jakarta: Pustaka Jaya.

Emon Suryaatmana, E. S., Darsa, U. A., Erlyane, A., & Wartini, T. (1992). Paririmbon Sunda: Jawa Barat.

Farady, R. &. (2018). Identifikasi Nilai Kemajemukan Indonesia Sebagai Identitas Bangsa dalam Iklan Mixagrip Versi Keragaman Budaya. Jurnal Kajian Komunikasi, 6, 37-50.

Fitriyani, A., Suryadi, K., & Syam, S. (2015). Peran keluarga dalam mengembangkan nilai Budaya Sunda. SOSIETAS, 5(2).

Hamdani, A. D. (2021). Pendidikan di Era Digital yang Mereduksi Nilai Budaya. CERMIN: Jurnal Penelitian, 5(1), 62-68.

Hendriana, H. &. (2018). Budaya Sunda.

Hidayat, D., & Hafiar, H. (2019). Nilai-nilai budaya somah pada perilaku komunikasi masyarakat Suku Sunda. Jurnal Kajian Komunikasi, 7(1), 84-96.

Indrawardana, I. (2012). Kearifan lokal adat masyarakat Sunda dalam hubungan dengan lingkungan alam. Komunitas: International Journal of Indonesian Society And Culture, 4(1).

Jaenudin, U., & Tahrir, T. (2019). Studi religiusitas, budaya Sunda, dan perilaku moral pada masyarakat Kabupaten Bandung. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 2(1), 1-8.

Kaelan. (2001). Pendidikan Pancasila,Paradigma. Yogyakarta.

Koentjaraningrat. (1981). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Kusmayadi, Y. (2018). Tradisi Sawer Panganten Sunda Di Desa Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, 8(2), 127-150.

Nahak, H. M. (2019). Upaya melestarikan budaya indonesia di era globalisasi. Jurnal Sosiologi Nusantara, 5(1), 65-76.

Rohaeni, A. J., & Listiani, W. (2013). Pamali dalam Kebudayaan Masyarakat Adat Sunda. ATRAT: Jurnal Seni Rupa, 1(2).

Sauky, M. A., Bukhori, B., & yang Disarankan, P. (2021). Makna Sosial dalam Nilai-nilai Budaya Sunda pada Lakon Wayang Golek Ki Dalang Wisnu Sunarya. TEMALI: Jurnal Pembangunan Sosial, 4(2), 155-167.

Sudaryat, Y. Educational Values In Sundanese Paririmbon.Suharjanto, G. (2014). Konsep Arsiteketur Tradisional Sunda Masa Lalu dan Masa Kini. Jurnal COMTECH, 5, 505-521.

Susetya, W. (2019). Dharmaning Satriya. Elex Media Komputindo.

 

Sumber Internet :

Badan Pustatik. (2022). Data Statistik Suku Sunda. Diakses dari https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html

KBBI (Nilai). Diakses dari https://kbbi.web.id/nilai

Liputan6. (2020). Tradisi Ngadulag sunda. Diakses dari https://www.merdeka.com/jabar/menilik-uniknya-ngadulag-tradisi-bedug-sunda-yang-hanya-ada-saat-ramadan-amp-syawalan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun