Arsitektur tradisional Sunda
Menurut Suharjanto konsep dasar rancangan aksitektur tradisional Sunda yaitu menyatu dengan alam. Alam sebagai potensi yang seyogyanya dapat dimanfaatkan secara tepat dalam kehidupan sehari-hari. Bumi sebagai sebutan untuk tempat tinggal bagi orang Sunda (Suharjanto, 2014). Karakteristik arsitektur tradisional Sunda pada umumnya mengandung perlambangan yang dipercaya, memiliki penekanan pada bentuk atapnya, memiliki ornamen-ornamen pada bangunannya, serta bentuk bangunannya yang cenderung simetris. Dengan demikian, wujud arsitektur tradisional Sunda terdiri dari empat wujud diantaranya adalah wujud ornamen, wujud pembagian tiga, wujud atap, dan karakter estetika arsiktektural (Anisa, dkk, 2019, hlm.9).
Perilaku masyarakat Sunda
Masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, itulah mengapa masyarakat Sunda dikenal sebagai pribadi yang someah. Filosofi hidup masyarakat Sunda yaitu Someah Hade ka Semah, yang memiliki makna ramah, bersikap baik, menjaga, menjamu, dan membahagiakan setiap tamunya (Hendriana & Setiyadi, 2018). Nilai-nilai budaya someah sudah melekat sebagai ciri khas, dan brand personality suku Sunda. Masyarakat suku Sunda yang dikenal someah juga direpresentasikan melalui pribadi yang humoris (Hidayat & Hafiar, 2019). Mereka dikenal sebagai pribadi yang hidup dengan selera humor tinggi. Tidak mengenal usia, pendidikan, maupun jabatan, selera humor ini senantiasa ditemukan pada setiap komunikasi.
Era DigitalisasiÂ
Perkembangan dan kemajuan IPTEK menjadikan kehidupan saat ini dikenal sebagai era digitalisasi. Perkembangan teknologi pada era digitalisasi ini memberikan pengaruh pada setiap tatanan kehidupan dan mempunyai dampak positif juga dampak negatif yang salah satunya adalah dapat mereduksi nilai-nilai kebudayaan (Hamdani, 2021). Dalam era digitalisasi menjadi kekuatan dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Seperti masuknya budaya barat yang saat ini diidentikan dengan modernitas (moderenisasi) (Nahak, 2019). Maka diperlukan penanaman nilai-nilai budaya pada masyarakat agar dapat melakukan filterisasi budaya dan agar tidak mudah terpengaruh oleh budaya luar yang masuk ke Indonesia di tengah derasnya arus digitalisasi. Zaman yang serba digital ini menggeser nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat sehingga perlu bagi kita untuk tetap melestarikan dan mempertahankan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Pelestarian Budaya Sunda
Melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia saat ini lebih memilih kabudayaan luar yang mereka anggap lebih menarik membuat kebudayaan lokal banyak yang luntur akibat dari kurangnya generasi penerus yang memiliki minat untuk belajar dan mewarisinya (Nahak, 2019). Hal tersebut menjadi tantangan bagi kita untuk tetap melestarikan budaya Sunda. Namun berdasarkan pemaparan mengenai keanekaragaman budaya Sunda diatas, dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman budaya Sunda masih dilestarikan oleh masyarakat suku Sunda di tengah derasnya era digitalisasi. Seperti saat masyarakat Indonesia saat ini kental dengan pengaruh digitalisai dan globalisasi, masyarakat suku Sunda lebih memilih percaya akan nilai pamali sebagai pewarisan budaya dari leluhurnya.
Selain itu, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat suku Sunda agar mereka bisa terus mempertahankan budayanya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Culture ExperienceÂ
Culture Experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan sebuah pengalaman kultural. Contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk alat kesenian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai alat kesenian tersebut. Dengan demikian, kebudayaan lokal akan selalu dijaga kelestariannya.