Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa pengendalian diri adalah fondasi dari kehidupan yang baik dan bijaksana. Seorang pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu, keinginan berlebihan, atau ambisi pribadi akan lebih terhindar dari praktik korupsi. Ajaran beliau mengajarkan bahwa seseorang harus memiliki kemampuan untuk memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Pemimpin yang tidak bisa mengendalikan diri rentan terjerumus dalam godaan duniawi yang bisa merusak integritas dan moralitasnya.
Salah satu prinsip yang diajarkan oleh Ki Ageng adalah hidup dengan sederhana, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Prinsip seperti sabutuhe (sesuai kebutuhan), saperlune (secukupnya), dan sakpenak'e (selayaknya) mengajarkan pentingnya menahan diri dan menghindari kehidupan berlebihan yang sering kali menjadi sumber keserakahan dan korupsi. Ketika seorang pemimpin mampu menilai kebutuhan hidupnya secara rasional dan menghindari keinginan yang berlebihan, mereka akan lebih fokus pada pelayanan kepada masyarakat daripada mengejar keuntungan pribadi yang merugikan orang lain.
Selain itu, pemimpin yang dapat mengendalikan diri akan lebih bijaksana dalam membuat keputusan. Mereka tidak akan terpengaruh oleh tekanan politik atau keinginan untuk mendapatkan kekuasaan dan uang. Sebaliknya, mereka akan memilih keputusan yang berdasarkan pada nilai-nilai moral yang kuat dan kepentingan rakyat, yang akan memperkuat integritas dan transparansi dalam kepemimpinan mereka.
2. Membangun Karakter yang Tangguh dan Adil
Ki Ageng Suryomentaram juga mengajarkan pentingnya pembentukan karakter yang kuat dan adil dalam diri seorang pemimpin. Melalui konsep kawruh jiwa (pengetahuan batin), beliau mengajarkan bahwa kedamaian batin adalah sumber kebijaksanaan. Pemimpin yang memiliki kedamaian dalam batin tidak akan mudah terpengaruh oleh godaan duniawi, seperti kekuasaan dan uang. Mereka lebih cenderung membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga mengutamakan kesejahteraan rakyat.
Karakter yang tangguh dan adil akan mencegah pemimpin dari perilaku koruptif. Seorang pemimpin yang memiliki kedamaian batin dan pengendalian diri akan lebih memperhatikan kepentingan orang banyak daripada kepentingan pribadi. Mereka akan mampu menjaga integritas, bahkan ketika dihadapkan dengan tekanan atau tawaran untuk melakukan tindakan yang tidak etis. Pemimpin yang memiliki karakter kuat dan adil ini akan diandalkan oleh masyarakat, karena mereka dipercaya untuk memimpin dengan cara yang jujur dan transparan.
Ki Ageng mengajarkan bahwa kebijaksanaan bukan hanya berasal dari pengetahuan intelektual, tetapi juga dari pengalaman batin yang mendalam. Ketika seorang pemimpin dapat mengintegrasikan pengetahuan batin dengan kebijaksanaan dalam tindakan, mereka akan lebih cenderung untuk mengambil keputusan yang adil dan berpihak pada kepentingan rakyat. Oleh karena itu, ajaran beliau membantu menciptakan pemimpin yang adil dan bijaksana, yang sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pemerintahan.
3. Pencegahan Korupsi Melalui Kesederhanaan
Kesederhanaan hidup adalah prinsip yang sangat mendalam dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Beliau mengajarkan bahwa seseorang tidak perlu mengejar kekayaan berlebihan atau kedudukan tinggi, karena hal tersebut sering kali membawa pada penyalahgunaan kekuasaan dan moral yang busuk. Prinsip hidup sederhana yang diajarkan, seperti sabutuhe (sesuai kebutuhan), saperlune (secukupnya), dan sakpenak'e (selayaknya), membantu individu untuk menilai apa yang benar-benar dibutuhkan dalam hidup dan untuk tidak terjebak dalam sikap konsumtif yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi.
Pemimpin yang hidup sederhana akan lebih mudah untuk menghindari godaan kekuasaan dan materialisme. Mereka akan lebih cenderung untuk mendengarkan kebutuhan rakyat dan fokus pada bagaimana meningkatkan kualitas hidup masyarakat, daripada memperkaya diri mereka sendiri. Kesederhanaan hidup ini juga mengajarkan untuk memiliki rasa rendah hati dan menghargai orang lain, yang akan membantu menghindari sikap otoriter dan keserakahan yang dapat memicu praktik korupsi.
Sebagai contoh, seorang pemimpin yang tidak terikat pada gaya hidup mewah dan lebih memilih untuk hidup sesuai dengan kondisi yang ada akan lebih mudah untuk berfokus pada tugas mereka dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan mengurangi keinginan pribadi untuk memiliki lebih, pemimpin dapat lebih transparan dan adil dalam pengelolaan kekuasaan dan sumber daya negara.