Buku ini untuk disajikan untuk membantu mahasiswa dalam memahami tentang penginderaan jauh. Buku ini berisi tentang pemahaman dasar tentang penginderaan jauh, sistem penginderaan jauh, sensor, beberapa satelit penginderaan jauh, sistem pengolahan data citra satelit, restorasi citra atau koreksi citra satelit, klasifikasi citra satelit, beberapa transformasi khusus tertutama indeks gegetasi yang banyak dimanfaatkan untuk memetakan kerapatan gegetasi, sistem termal dan beberapa penelitian aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis terutama untuk aplikasi pada wilayah pesisir dan laut. Â
Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemantauan lingkungan. Teknologi ini memanfaatkan sensor yang dipasang di pesawat atau satelit untuk mendeteksi dan mengukur berbagai parameter di permukaan bumi tanpa harus kontak langsung.
Lillesand dan Kiefer (2004) menjelaskan pengertian penginderaan jauh adalah ilmu dan seni yang dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena dengan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Komponen dasar dalam sistem penginderaan jauh adalah sumber energi, atmosfer, interaksi yang unik antara tenaga dengan benda dimuka bumi, sensor, sistem pengolahan data yang tepat waktu dan berbagai penggunaan data. Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan ditampilkan dengan basis logika biner Citra dalam format digital ini biasanya disimpan pada media magnetik, optik, ataupun media lainnya (disket, hard disk, compact disk,optical disk, flash disk, maupun CCT atau computer compatible tape), dan dapat ditampilkan menjadi gambar pada layar monitor komputer. Citra digital diperoleh melalui proses peniruan atas penampakan nyata.
Danoedoro (1996) menjelaskan bahwa resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang dapat dideteksi oleh sistem pencitraan. Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optikelektronik untuk membedakan informasi obyek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya.Â
Danoedoro (2012) menjelaskan bahwa resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek. Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem satelit untuk merekam ulang daerah yang sama. Danoedoro (2012) menjelaskan bahwa data digital yang tersimpan sebagai byte map dalam media magnetik dalam prakteknya perlu ditampilkan pada layar monitor untuk dianalisis.
Danoedoro (2012) menjelaskan kualitas citra dipengaruhi oleh kualitas sensor, posisi wahana saat perekaman, kondisi topografi daerah yang diliput, dan kondisi atmosfir saat perekaman. Koreksi citra perlu dilakukan supaya citra yang akan digunakan informasinya akurat secara geometrid dan radiometri. Koreksi ini sering disebut operasi prapengolahan (pre processing) atau preses restorasi citra (Danoedoro, 2012).
Mather (2004) dalam Danoedoro (2012) mengelompokkan koreksi geometri dalam 2 kategori :
(a) model geometri orbital dan
(b) transformasi berdasarkan titik kontrol lapang (ground control point , GCP).
Jensen (2005) menjelaskan bahwa GCP adalah lokasi/posisi di permukaan bumi yang dapat diidentifikasi pada citra dan sekaligus dikenali pada peta. GCP juga dapat didapatkan dari titik lapang menggunakan GPS. Koreksi radiometri diperlukan untuk memperbaiki kualitas gisual citra dan memperbaiki nilainilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulannya atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya (Guindon, 1984, dalam Jensen, 2004).
Koreksi radiometri secara umum dibagi menjadi 2 metode :
(1) koreksi yang bertumpu pada informasi dari citra itu sendiri, dan
(2) koreksi yang mempertimbangkan factor luar yang mempengaruhi terhadap kesalahan informasi pada citra (Danoedoro, 2012).
Klasifikasi multispectral merupakan salah satu pengolahan citra satelit yang banyak digunakan dalam aplikasinya. Algoritma klasifikasi multispektral pada prinsipnya adalah menandai tiap jenis obyek hingga terlihat berbeda satu dari dengan lainnya berdasarkan ciriciri nilai spektralnya pada setiap saluran dan kemudian diterjemahkan kenampakan gisual menjadi parameter statistik yang di proses oleh komputer dan dieksekusi.
Klasifikasi multispektral dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a) klasifikasi terselia/terkontrol (supervised classification) dan
b) klasifikasi tak terselia/tak terkontrol (unsupervised classification). asifikasi tak terselia/tak terkontrol (unsupervised classification).
Klasifikasi terselia/terkontrol (supervised classification) meliputi sekumpulan algoritma yang didasari pemasukan sampel obyek (berupa nilai spektral) oleh operator. Klasifikasi tak terselia/tak terkontrol (unsupervised classification). Klasifikasi ini dapat dikatakan bahwa hasil klasifikasi secara otomatis diputuskan oleh komputer.
Transformasi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
(a) transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu, namun sekaligus menghilangkan atau menekan informasi yang lain; dan
(b) transformasi yang 'meringkas' informasi dengan cara mengurangi dimensionalitas data.
Berbeda halnya dengan berbagai algoritma penajaman, transformasi khusus ini lebih banyak beroperasi pada domain spektral. Dasar utama pengembangan transformasi -transformasi ini adalah fearure space.
Peralatan penginderaan jauh sensitif pada panjang gelombang inframerah termal dan dapat digunakan untuk merekam beberapa bagian dari energi dan mengukur temperatur radiasi dari objek pada permukaan bumi. Temperatur radiasi dari objek dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu emisigitas, temperatur kinetik, karakteristik termal, dan nilai pemanasan (Curran, 1985).
Temperatur permukaan secara umum didefinisikan sebagai temperatur kulit dari permukaan bumi. Temperatur permukaan dapat diukur dengan menggunakan termometer inframerah genggam, instrumen termometer inframerah yang dipasang pada menara atau stasiun cuaca otomatis dan obsergasi melalui satelit. Data temperatur permukaan yang diturunkan dari data satelit telah digunakan untuk studi iklim urban (Streutker, 2003, Weng, 2001), serta studi egapotranspirasi (Quattrochi dan Lugall, 1999).
Penentuan kanal didasarkan pada hubungan terbaik antara panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dapat diindera (oleh kanal yang bersangkutan) dengan absorbansi klorofila (Jensen, 1996; Purwadhi, 2001).
Tujuan untuk Menemukan peta sebaran kualitas perairan untuk memprediksi fishing ground. Hutan mangroge merupakan salah satu sumber daya alam wilayah pesisir yang mempunyai manfaat yang sangat penting baik dari sisi ekologi maupun social ekonomi masyarakat pesisir.
Masalah yang timbul jika hutan mangroge semakin berkurang antara lain : terjadi abrasi pantai, pencemaran dari sungai ke laut karena tidak adanya filter polutan, hilangnya berbagai spesies yang berasosiasi dengan ekosistem mangroge.
Metode kongensional/trestrial (pengukuran langsung) dilapangan mempunyai banyak kelemahan, antara lain cakupan daerah yang terbatas dan pada daerah yang lebih luas membutuhkan lebih banyak biaya dan waktu.
Penelitian Hartono (1994) dalam Danoedoro (1996) menyatakan dengan menggunakan citra SPOT mendapatkan hasil setidaknya dua spesies mangroge dapat diidentifikasi. Penggunaan analisis digital dapat menghasilkan data luas wilayah mangroge dengan relatif akurat. Pengukuran ini tidak mungkin dilakukan dengan surgei lapang karena kondisi hutan mangroge yang sulit dijangkau.Â
Peta tutupan lahan didapatkan dari ekstraksi citra satelit. Citra terkoreksi dianalisis menggunakan metode supergise untuk mendapatkan peta tutupan lahan. Metode supergise yang dipergunakan adalah metode Maximum likelihood.
Klasifikasi tutupan lahan meliputi : Permukiman, sawah, tegalan, tambak, hutan/gegetasi, mangroge. Citra satelit juga dipergunakan untuk monitoring mangroge seperti dalam penelitian Alam. Hutan mangroge mempunyai beberapa fungsi, antara lain : penahan substrat pantai dari abrasi, penahan angin tau gelombang, penahan instrusi air laut.
Menurut Dulbahri, (1994), integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis merupakan sarana yang baik dalam pengumpulan data, analisis serta sintesis. Di samping itu pembuatan suatu model berdasarkan integrasi tersebut merupakan satu cara yang efektif untuk melakukan perencanaan karena dengan suatu model tergambarkan karakteristik daerah dan potensinya. Hal ini sangat diperlukan jika diterapkan untuk pengelolaan wilayah pesisir, mengingat karakteristik wilayahnya cukup bergariasi. Penginderaan jauh akhir - akhir ini banyak dimanfaatakan untuk berbagai sektor, antara lain penataan ruang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H