Mohon tunggu...
Salsabiil Firdaus Official
Salsabiil Firdaus Official Mohon Tunggu... Politisi - Presiden El-Firdausy Foundation

송영현 ~ Song Yeong Hyeon خليفة الله || Allah'ın Halifesi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tarbiyah: Gerakan Dakwah atau Politik?

14 April 2024   19:59 Diperbarui: 16 April 2024   16:36 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan liqo' yang dilakukan oleh Murabbi kepada Mutarabbi dalam suatu halaqah. Foto: Dokumentasi Penulis.

Tarbiyah merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Jika berbicara tentang tarbiyah, maka bayangan yang muncul di benak kita adalah sekelompok jama'ah yang identik memakai celana cingkrang bagi ikhwan dan jilbab panjang bagi akhwatnya dan melakukan pengajian yang biasa disebut liqo'. Istilah tarbiyah ini sendiri muncul sejak tahun 1980-an dan mulai eksis pada tahun 1990-an pasca reformasi. Dalam berbagai literatur berbahasa Arab, kata tarbiyah sendiri mempunyai berbagai macam makna yang intinya sama mengarah pada proses pengembangan potensi, baik berupa pendidikan maupun pembinaan yang dianugerahkan pada manusia.

Dalam salah satu taujihnya, K.H. Hilmi Aminuddin rahimahullah menjelaskan tentang tarbiyah, "Ta'lim itu tazwidul'ilm (pembekalan ilmu), dan tabligh itu tazwidul ma'lumat (pembekalan informasi). Sedangkan tarbiyah merupakan tashihul aqidah, tashihul fikrah, tashihul akhlaq, dan tashihul 'ibadah. Sehingga bobot taujih (arah)-nya harus sangat menyentuh mafatihul 'uqul, mafatihul qulub, wa mafatihun nufs. Harus membuka kunci-kunci jiwa, hati, dan akal manusia. Tarbiyah harus lebih menggugah, lebih berkesan, dan lebih membangkitkan. Sebab tarbiyah bukan talqinul 'ulum (penyampaian berbagai ilmu)".

Jika ditinjau dari segi bahasa, tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh, rabba-rabiya-yarba yang berarti tumbuh berkembang dan menjadi besar, rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Dalam tarbiyah ada upaya ziyadah (penambahan atau pembekalan), nas'ah (pertumbuhan), taghdiyyah (pemberian gizi), ri'ayah (pemeliharaan), dan muhafadzah (penjagaan).

Sejarah Perkembangan Gerakan Tarbiyah

Gerakan tarbiyah ini sendiri berangkat dari pemikiran Syaikh Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam memahami dan memaknai Islam yang kaffah sebagai tawaran alternatif terhadap persoalan yang melanda umat Islam ketika itu, terutama di wilayah Mesir. Tampaknya Imam asy-Syahid Hasan al-Banna cukup jeli dalam persoalan umat, paling tidak menurut pandangannya bahwa di kalangan umat Islam telah terjadi penyelewengan pemahaman terhadap Islam sebagai hasil penerawangan dan keterlibatan dalam berdakwah.

Berangkat dari pemahaman tersebut, di satu sisi dan komitmen Imam asy-Syahid Hasan al-Banna untuk mengaktualisasi ajaran Islam dan aktivitas nyata dengan membangun komunitas masyarakat Islami. Terbentuknya masyarakat ini sebagai pra-syarat untuk dapat diamalkan ajaran-ajaran Islam secara utuh dan intens. Adapun ide dan gerakan Imam asy-Syahid Hasan al-Banna meliputi bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial. Tampilnya Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam sejarah Mesir tidak dapat dilepas dari konteks sosial politik yang melanda Mesir pada saat itu, ia merenspon kondisi tersebut dengan ide dan gerakannya yang tak kalah gencarnya dibandingkan dengan ide pembaharuan dalam Islam melalui gerakan organisasi yang didirikannya yaitu Ikhwanul Muslimin.

Ikhwanul Muslimin didirikan sebagai suatu organisasi pergerakan Islam oleh Syaikh Imam asy-Syahid Hasan al-Banna di Ismailiyyah, Mesir pada bulan Maret 1928. Organisasi ini oleh pendirinya dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran beragama bagi bangsa Mesir. Ketika itu, ia ingin membangun kehidupan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam yang menumbuhkan daya juang agar terbebas dari penjajahan Inggris. Pada awal berdirinya, Ikhwanul Muslimin adalah gerakan dakwah yang ditujukan bagi lapisan masyarakat paling bawah, dengan sebagian besar pendukung yang terdiri atas kaum buruh di Terusan Suez. Seanjutnya pandangan Ikhwanul Muslimin dalam bidang sosial dan ekonomi dan dijumpai dari pemikiran yang dikemukakan tokoh-tokohnya seperti Syaikh Sayyid Quthb, Syaikh Musthafa as-Siba'i dan Syaikh Yusuf al-Qardawi.

Ciri metode dakwah yang dijalankan oleh Ikhwanul Muslimin adalah profesional, terencana dan totalisme. Dengan demikian, dakwah yang dijalankan Imam asy-Syahid Hasan al-Banna tidak bersifat insidentiil, tetapi ia terprogram dengan materi-materi dan tahapan-tahapan tertentu. Dalam menuju tercapainya tujuan yang dijalankannya ajaran-ajaran Islam secara kaffah oleh pemeluknya, maka dakwah yang digelarnya dilaksanakan se-efektif dan se-efisien mungkin. Dakwah sebagai sarana, menurut Imam asy-Syahid Hasan al-Banna perlu dilakukan secara bertahap yaitu dengan tiga tahap. Tahap pertama adalah propaganda, pengenalan dan penyebaran ide, tahapan kedua adalah pembentukan, seleksi dan pendukung, lalu tahapan yang ketiga adalah pelaksanaan dan kerja nyata. Tahapan-tahapan ini mengindikasikan profesionalisme dakwah yang dijalankan oleh Ikhwanul Muslimin.

Adapun nasionalisme, menurut Imam asy-Syahid Hasan al-Banna, harus didasarkan pada jiwa kebangsaan dan ikatan aqidah Islam, pelestarian tradisi dan budaya lama yang baik, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan pemberian kehormatan serta penghargaan terhadap seseorang karena jasanya. Dengan demikian, nasionalismenya masih dalam kerangka Islam dan tidak keluar dari Islam, serta tidak membawa kepada munculnya konflik antar golongan atau partai dan tidak melestarikan tradisi-tradisi yang merusak aqidah serta nilai-nilai Islam (jahiliyyah).

Dari uraian tersebut, terlihat dengan jelas bahwa konsep pemikiran Ikhwanul Muslimin sejalan dengan visi dan orientalisasi perjuangannya, yaitu membebaskan masyarakat dari keterbelakangan baik dalam kehidupan beragama, ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian, Ikhwanul Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan kader dan martabat umat Islam khususnya yang berada di Mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi misi tersebut, Ikhwanul Muslimin telah menggunakan semua jenis metode dan model pengkaderan dan pendidikan. Termasuk metode-metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dalam menerapkan pendidikan pada anggotanya dan untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut. Seluruh kegiatan Ikhwanul Muslimin itu dapat terlihat didasarkan pada ajaran yang terdapat pada Al-Qur'an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya.

Dari upaya proses pengkaderan dan tarbiyah Ikhwanul Muslimin terdapat peluang-peluang, sehingga program yang dicanangkan dapat berjalan lancar. Diantara peluang tersebut adalah petama, tarbiyah merupakan salah satu jalan untuk mengubah masyarakat, membentuk pemimpin dan merupakan jalan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Saw. untuk membentuk generasi teladan yang diridhai oleh Allah Swt. Kedua adalah, adanya rencana dan strategi proses tarbiyah yang terstruktur, langkah yang jelas, bersifat praktis,  sumber yang terang, ukhuwah yang saling mendukung, didasari oleh ilmu pengetahuan, dikung oleh sarana dan prasarana yang memadai dan ditegakkan atas falsafah yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadits sehingga sesuai dengan ajaran Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun