Salsa Amalia             Â
Ilmu Komunikasi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten, 15419.
sallsacy17@gmail.com
Â
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau "Takut ketinggalan" telah menjadi aspek penting dalam perilaku digital, khususnya di kalangan Generasi Z, yang tumbuh dengan ketergantungan pada media sosial. Artikel ini mengkaji bagaimana FOMO memengaruhi pembentukan opini politik di kalangan Gen Z di era media sosial melalui pendekatan studi literatur.Â
Berdasarkan tinjauan berbagai penelitian dan teori yang ada, ditemukan bahwa FOMO berperan dalam mempercepat keterlibatan Gen Z dalam isu politik, namun seringkali mereka terjebak dalam fenomena permukaan tanpa pemahaman mendalam mengenai isu yang dibahas.Â
Di satu sisi, FOMO memotivasi partisipasi politik yang lebih aktif, tetapi di sisi lain, dapat memperburuk polarisasi dan disinformasi. Artikel ini menyimpulkan bahwa FOMO adalah faktor kunci dalam membentuk sikap politik Gen Z, yang perlu diwaspadai dalam upaya meningkatkan literasi politik dan kesadaran kritis di kalangan mereka.
Â
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, adalah kelompok pertama yang sepenuhnya terintegrasi dengan dunia digital sejak usia dini. Dengan akses mudah dan konstan terhadap internet, media sosial menjadi platform utama mereka untuk berinteraksi, berbagi informasi, serta membentuk identitas.Â
Di antara berbagai fenomena yang muncul di dunia maya, Fear of Missing Out (FOMO) menjadi salah satu yang paling banyak dibahas. FOMO merujuk pada perasaan cemas karena merasa tertinggal dari tren, informasi, atau percakapan yang sedang berlangsung di sekitar individu, terutama di media sosial.
Fenomena FOMO semakin mendalam dalam konteks politik di kalangan Gen Z. Media sosial, yang menyediakan ruang untuk diskusi politik yang luas, tidak hanya memungkinkan mereka untuk mengakses informasi dengan mudah tetapi juga memengaruhi cara mereka membentuk opini politik.Â
Banyak dari mereka yang merasa terdorong untuk mengikuti percakapan politik, meskipun mereka tidak sepenuhnya memahami isu tersebut. Oleh karena itu, FOMO dapat mempercepat partisipasi politik, tetapi juga berisiko mengarah pada pembentukan opini yang tidak didasarkan pada pemahaman yang mendalam.
FOMO dan Keterlibatan Politik Gen Z, Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, ditemukan bahwa FOMO memiliki pengaruh signifikan terhadap keterlibatan politik Gen Z di media sosial. Menurut penelitian oleh Przybylski et al. (2013), FOMO meningkatkan kecenderungan individu untuk terlibat dalam percakapan yang sedang viral, termasuk dalam isu politik.Â
Di era media sosial, di mana informasi berkembang sangat cepat, Gen Z cenderung merasa tertekan untuk mengikuti pembicaraan tentang politik, meskipun mereka tidak selalu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang topik tersebut. Penelitian oleh Olfman (2017) menunjukkan bahwa FOMO mendorong Gen Z untuk lebih aktif mengikuti tren politik yang ada, tetapi sering kali hanya berdasarkan kesadaran sosial dan bukan pemahaman substansial.
Dampak FOMO terhadap Pembentukan Opini Politik
FOMO tidak hanya mendorong partisipasi politik, tetapi juga berpotensi membentuk opini politik yang lebih superficialis dan konformis. Gen Z yang terpengaruh oleh FOMO cenderung mengadopsi pandangan populer yang sedang berkembang di media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya.Â
Dalam banyak kasus, opini politik mereka lebih dipengaruhi oleh teman-teman, influencer, dan algoritma media sosial yang menonjolkan topik-topik tertentu, daripada didasarkan pada analisis kritis terhadap isu tersebut (van Dijck, 2013). Hal ini berisiko memperburuk polarisasi politik, di mana individu semakin terjebak dalam kelompok pemikiran yang sempit, dan mengabaikan perspektif yang berbeda.
Media Sosial dan Polarisasi Politik
FOMO dapat memperburuk fenomena polarisasi politik di kalangan Gen Z. Kajian oleh Sunstein (2018) mengungkapkan bahwa media sosial cenderung memperkuat pandangan yang sudah ada melalui algoritma yang memprioritaskan konten yang banyak dibagikan atau mendapat banyak reaksi.
 Hal ini menciptakan "echo chambers" di mana informasi yang sesuai dengan pandangan individu terus diperkuat, sementara sudut pandang alternatif diabaikan. Dalam konteks FOMO, individu lebih cenderung terlibat dalam diskusi yang sesuai dengan pandangan mereka, karena takut tertinggal dari informasi yang sedang populer. Ini dapat memperburuk polarisasi politik, dengan mengisolasi individu dari perspektif yang lebih seimbang.
Literasi Media dan Upaya Mengurangi Dampak FOMO
Mengurangi dampak negatif dari FOMO memerlukan peningkatan literasi media di kalangan Gen Z. Menurut Turkle (2015), penting bagi pengguna media sosial untuk mengembangkan keterampilan dalam menilai sumber informasi secara kritis dan menyaring konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan fakta yang valid. Pendidikan yang lebih baik tentang cara menggunakan media sosial untuk memperoleh informasi yang akurat dan mendalam dapat membantu Gen Z dalam menghindari jebakan FOMO yang hanya didorong oleh tren sesaat.
FOMO adalah faktor kunci yang membentuk opini politik Gen Z di era media sosial. Fenomena ini meningkatkan partisipasi politik, tetapi sering kali tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang isu yang sedang dibahas. Di sisi lain, FOMO juga berisiko memperburuk polarisasi politik dan memenciptakan fenomena echo chamber, di mana individu hanya terpapar pada informasi yang sesuai dengan pandangan mereka.Â
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi media di kalangan Gen Z, agar mereka dapat menggunakan media sosial secara lebih kritis dan bijaksana dalam membentuk opini politik yang lebih berbasis pada pemahaman yang lebih luas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI